SOLOPOS.COM - Akademisi mengkritik rencana masuk Taman Balekambang berbayar setelah revitalisasi rampung pada Desember 2023.(Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO—Rencana berbayarnya Taman Balekambang Solo pascarevitalisasi mendapat tanggapan kalangan akademisi Kota Bengawan.

Seperti disampaikan Sosiolog UNS Solo, Drajat Tri Kartono, saat diwawancara Solopos.com melalui telepon WhatsApp (WA), Rabu (14/6/2023). Menurut dia, ruang publik sebagai ruang bertemu dan berinteraksi para warga kota lebih baik tidak berbayar.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

“Karena itu akan memberi kesmpatan akses kepada seluruh warga kota dalam berbagai lapisan, dan acara. Sehingga menjadi betul-betul ruang publik. Serendah apa pun pembayarannya, itu merupakan pembatasan ya,” ujar dia.

Drajat lebih sependapat bila Taman Balekambang Solo tetap menjalankan fungsinya sebagai ruang publik terbuka. Terlebih bila harus membayar, menurut dia, mesti dihitung apakah penerimaan Pemkot Solo bisa signifikan.

“Kalau toh bayar, harus dihitung, apakah membayar ini, kalau sebagai penerimaan pemerintah, apakah signifikan nilainya. Katakan kalau bayarnya Rp3.000 atau Rp1.000 dikali jumlah pengunjung, apakah signifikan,” urai dia.

Bila ternyata penerimaan Pemkot Solo tidak signifikan dari penerapan tarif Taman Balekambang, Drajat mendorong agar tak usah berbayar. Menurut dia, lebih baik Pemkot Solo berfokus kepada nilai manfaat dari ruang publik.

“Bila pemungutan sebagai simbol saja dari ruang publik jadi tanggung jawab seluruh warga untuk merawat, itu okay-okay saja. Tapi harus betul-betul disampaikan dan harganya tak mengganggu nilai manfaat ruang publik,” kata dia.

Drajat mengingatkan konsekuensi biaya sosial yang tinggi yang harus dibayar sebuah kota bila tidak mempunyai ruang publik yang layak. “Itu biaya sosialnya tinggi. Itu sifatnya sangat negatif bila tidak ada ruang publik,” ujar dia.

Lebih jauh Drajat mengakui event Car Free Day (CFD) Jl. Slamet Riyadi Solo juga merupakan ruang publik. Tapi CFD tidak digelar secara berkelanjutan atau sustain setiap saat, melainkan hanya setiap Minggu pagi.

Pendapat senada disampaikan Dosen FSRD UNS Solo, Andi Setiawan, saat dimintai tanggapan terkair rencana pemberlakuan tarif masuk Taman Balekambang Solo. Dia menilai hal itu bertentangan prinsip inklusif ruang publik.

“Sebuah ruang publik mestinya inklusif. Ruang pubik tidak lagi bisa diakses seluruh kalangan bila berbayar. Akhirnya kalangan yang mampu membayar yang bisa mengakses, kendati pun mungkin tarifnya murah,” terang dia.

Andi menjelaskan nilai lebih dari Taman Balekambang Solo adalah inklusivitas. Sehingga, dia melanjutkan setiap orang dari berbagai kalangan bisa masuk ke taman itu. “Selama ini gratis kan, semua bisa masuk,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya