SOLOPOS.COM - Bangunan Masjid Agung Jatisobo di Kecamatan Polokarto yang merupakan salah satu masjid tertua di Sukoharjo, Kamis (4/4/2024). (Solopos.com/R. Bony Eko Wicaksono)

Solopos.com, SUKOHARJO–Suara azan berkumandang memanggil umat Islam untuk segera mendirikan salat di masjid. Tak berapa lama, beberapa pria muncul dari gang-gang perkampungan. Mereka memakai sarung dan berjalan kaki menuju Masjid Agung Jatisobo di wilayah Kecamatan Polokarto, Sukoharjo.

Bangunan Masjid Agung Jatisobo berbeda dibanding masjid-masjid lain di wilayah Sukoharjo yang lebih mewah dan megah. Desain bangunan Masjid Jatisobo relatif sederhana dengan atap didominasi dari kayu. Meski tampak sederhana namun serambi masjid cukup luas.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Memasuki bangunan inti masjid, nuansa tradisional kuno sangat kental. Tepat di atas pintu tengah ada tulisan angka. Di tengah masjid, ada 16 saka guru bercat biru muda yang berdiri kokoh menopang berat atap bangunan. Sementara model mimbar yang digunakan khatib untuk menyampaikan ceramah cukup unik dan jarang ditemui di masjid-masjid sekarang.

“Masjid Agung Jatisobo di Polokarto termasuk masjid tertua di Sukoharjo. Masjid ini dibangun pada masa Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Paku Buwono (PB) IV yang memerintah pada 1788-1820,” kata pemerhati sejarah sekaligus kerabat Keraton Solo, Kanjeng Raden Mas Aryo Panji (K.R.M.A.P.) L. Nuky Mahendranata Adiningrat, Kamis (4/4/2024).

Kanjeng Nuky, sapaan akrabnya, menjelaskan pada zaman dahulu, PB IV memerintahkan salah satu ulama Keraton Solo bernama Kyai Khotib Iman ke wilayah Polokarto, Sukoharjo. Kyai Khotib Iman diutus untuk berdakwah dan menyebarkan ajaran Islam ke masyarakat di wilayah tersebut.

Sebelum tiba di wilayah Jatisobo, Kyai Khotib Iman melakukan syiar Islam di wilayah Desa Kayuapak. Wilayah Kayuapak bersebelahan dengan wilayah Jatisobo.  Kemudian, Kyai Khotib Iman kembali berdakwah di lokasi lain, yakni Desa Wonorejo.

“Di tiga lokasi itu dibangun masjid dengan desain banginan yang hampir sama. Pertama di Kayuapak kemudian Jatisobo, terakhir di Wonorejo,” ujar dia.

Di kawasan tersebut banyak ditumbuhi pohon jati raksasa yang menjulang tinggi. Konon, saking tingginya, bayangan pohon sampai ke Keraton Solo. Kala itu, PB IV berminat untuk meminta pohon jati itu dan diganti pohon yang berasal dari Alas Donoloyo, Wonogiri.

Kayu jati itu akhirnya dirobohkan dan batang pohon digunakan untuk membangun masjid. “Nama Jatisobo itu berasal dari jati dan sebo yang bermakna sowan,” urai dia.

Bangunan masjid ini pernah direnovasi saat era kepemimpinan PB VII  pada 1830-1858. Masjid Agung Jatisobo menjadi salah satu masjid yang kerap disinggahi Raja Keraton Solo. Bahkan, PB IX kerap menunaikan Salat Jumat dan memberikan khotbah di masjid tersebut.

Sementara itu, pengurus takmir Masjid Agung Jatisobo, Adi Sarmoko, mengatakan renovasi bangunan masjid hanya di luar bangunan inti masjid. Kemudian, dibangun menara untuk pengeras suara atau toa pada beberapa tahun lalu.

Selain masyarakat setempat, tak sedikit warga luar Jatisobo yang ingin menunaikan salat sekaligus melihat langsung bangunan masjid tertua di Sukoharjo.

“Kalau di dalam sini [bangunan inti masjid] masih utuh. Dari dulu juga seperti ini bentuknya. Dahulu, memang Raja Keraton Solo sering berkunjung untuk menunaikan salat dan memperdalam ajaran Islam di masjid ini,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya