SOLOPOS.COM - Penampakan Sendang Kun Gerit Desa Jatibatur, Gemolong, Sragen dilihat dari ketinggian. Foto diambil Minggu (30/7/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Belasan pedagang keliling memadati jalan masuk ke Sendang Kun Gerit di Desa Jatibatur, Kecamatan Gemolong, Sragen. Tempat para pedagang itu jarang sepi dari pengunjung yang jajan makanan ringan, seperti sempol, penthol, es wawan, es teh, dan aneka jajanan masa kini.

Ada empat kios berderet yang disiapkan sebagai tempat warga berjualan. Meski terik matahari menyengat di siang hari tetapi mereka senang karena dagangannya laku pada Minggu (30/7/2023) lalu.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Pengunjung pada Minggu itu mencapai 3.000 orang sejak pagi hingga sore. Rata-rata kunjungan setiap Minggu berkisar 1.500 orang pengunjung.

Sendang Kun Gerit menjadi tempat jujugan pedagang keliling karena hasilnya menjanjikan. Tiket masuknya murah, hanya Rp5.000 per orang untuk masuk seharian di objek wisata yang dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Sumber Rejeki Jatibatur.

Perkembangan Sendang Kun Gerit tak lepas dari peran warga Desa Jatibatur yang ada di perantauan. Meski di perantauan, mereka beramai-ramai berinvestasi untuk desanya lewat pengelolaan objek wisata yang diresmikan pada 31 Juli 2022 yang lalu. Perantau yang sukses ini kembali membangun desa lewat investasi.

Direktur BUM Desa Sumber Rejeki Jatibatur, Gemolong, Sragen, Sugiman Totok, menyebut jumlah investor dari warga perantauan hingga Desember 2022 mencapai 562 orang dengan nilai investasi Rp2,25 miliar. Mulai Januari 2023, lanjut Totok, jumlah investor itu terus bertambah seiring dengan penambahan nilai investasi.

“Januari hingga kini jumlah investornya naik menjadi 683 orang dengan total investasi mencapai Rp3,15 miliar,” ujar Totok, sapaan akrabnya, kepada Solopos.com, Selasa (1/8/2023).

Keberadaan Sendang Kun Gerit memiliki dampak domino terhadap perekonomian warga Jatibatur. Kendati demikian, jumlah warga yang merantau dari desa itu masih cukup banyak. Hampir setiap keluarga pasti ada yang merantau.

Hal itu turut dirasakan Mbah Pariman, 72, warga Dukuh Sidorejo RT 002, Desa Jatibatur. Ia mengaku memiliki enam anak, lima di antaranya merantau ke Jakarta sejak tahun 1990-an.

“Kalau Lebaran mereka berkumpul di rumah menjadi ramai,” katanya saat berbincang dengan Solopos.com.

Di lingkungan RT 016 Desa Jatibatur, yang awalnya 28 kepala keluarga sekarang tinggal sembilan keluarga karena yang lainnya merantau dan tinggal di perantauan. Warga yang merantau itu termasuk dari keluarga Sugiman Totok selaku Direktur BUM Desa Sumber Rejeki Jatibatur (dari empat bersaudara, tiga orang di antaranya merantau).

Kepala Desa (Kades) Jatibatur, Sutardi, menyebut jumlah perantauan di Jatibatur mencapai 1.000-an orang. Gelombang perantauan itu, kata dia, terjadi pada tahun 1970-an dan sebaran perantau paling banyak berada di wilayah Jakarta dan Semarang.

“Hingga kini perantau masih banyak. Dari jumlah penduduk 3.778 orang, sebanyak 1.000-an orang di antaranya berada di perantauan. Ada yang di Surabaya dan luar Jawa tetapi relatif sedikit. Sekarang, angkatan kerja yang tidak merantau bisa berdaya dengan adanya Sendang Kun Gerit sehingga pengangguran berkurang dan urbanisasi dari desa ke kota juga menurun. Adanya Sendang Kun Gerit memberi efek ekonomi bagi warga desa,” ujar Sutardi.

Tidak hanya Pemerintah Desa (Pemdes) Jatibatur yang mendapatkan pendapatan asli desa (PADes), tetapi perekonomian warga desa juga terangkat. setelah adanya Sendang Kun Gerit, dia menyatakan perputaran uang di Desa Jatibatur ini bisa mencapai Rp200 juta per bulan.

“Warga bergerak di bidang usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), pengelola parkir, pengelola objek wisata, dan seterusnya karena semua produk di Sendang Kun Gerit merupakan produk asli warga,” jelas Sutardi.

Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Sragen, Joko Hendang Murdono, berharap apa yang dilakukan warga Desa Jatibatur itu bisa mendorong desa-desa lain untuk memiliki inisiasi serupa sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Joko mendorong desa melakukan kajian untuk menentukan langkah desa menuju wisata desa. Kajian yang dimaksud Joko dilakukan dengan melibatkan pihak akademisi, pelaku budaya, dan aspek sosial ekonomianya.

“Desa jangan sekadar ikut-ikutan tetapi harus didasarkan pada kajian dan perencanaan yang disesuaikan dengan budget anggaran yang dimiliki desa. Yang paling penting, pemetaan potensi desa yang memiliki prospek ke depan untuk menumbuhkan ekonomi desa. Ketika desa mengembangkan wisata desa itu, kuncinya harus berkelanjutan,” harap Joko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya