Soloraya
Rabu, 13 Desember 2023 - 17:18 WIB

Berharap Harga GKP Stabil Rp7.400/Kg, Petani Sragen: Tak Perlu Subsidi Pupuk

Tri Rahayu  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua KTNA Sragen Suratno memberi penjelasan kepada wartawan saat berbincang dengan wartawan di Sragen, Rabu (13/12/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Harga gabah kering panen (GKP) di Sragen pada akhir 2023 ini terus naik sampai tembus Rp8.000 per kg. Para petani berharap harga GKP ini bisa bertahan seterusnya tanpa batasan waktu.

Bila harga GKP bisa stabil minimal Rp7.400/kg saja, Petani sanggup membeli pupuk tak subsidi. Bahkan harga GKP yang tinggi itu bisa menjadi daya tarik bagi kaum milenial untuk terjun menjadi petani.

Advertisement

Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2023 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Sragen, jumlah petani milenial di Sragen mencapai 100.767 orang atau sekitar 71,97% dari total 140.000 petani di Bumi Sukowati. Sebagian besar para petani milenial itu bergerak di sektor hortikultural daripada tanaman pangan, seperti padi.

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen, Suratno, kepada Solopos.com, Rabu (13/12/2023), mengungkapkan berdasar sensus pertanian BPS itu ada tujuh subsektor pertanian yang diminati petani. Dia melihat usaha pertanian yang paling diminati ada di subsektor tanaman pangan, peternakan, dan hortikultural. Sementara subsektor lainnya, seperti perikanan, perkebunan, kehuatanan, dan jasa pertanian relatif kecil di bawah 15%.

Advertisement

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen, Suratno, kepada Solopos.com, Rabu (13/12/2023), mengungkapkan berdasar sensus pertanian BPS itu ada tujuh subsektor pertanian yang diminati petani. Dia melihat usaha pertanian yang paling diminati ada di subsektor tanaman pangan, peternakan, dan hortikultural. Sementara subsektor lainnya, seperti perikanan, perkebunan, kehuatanan, dan jasa pertanian relatif kecil di bawah 15%.

“Harga GKP sekarang memang tembus Rp8.000 per kg. Tingginya harga ini hanya sesaat karena tidak ada panen raya di Sragen sekarang atau bisa seterusnya. Kalau harga GKP itu bertahan tinggi secara berkelanjutan maka subsektor tanaman padi ini bisa menjadi pertimbangan dan daya tarik bagi para petani milenial yang jumlahnya 100.000 orang itu,” ujar Suratno.

Ia menerangkan bila harga GKP itu terus bertahan minimal Rp7.400/kg saja maka pupuk kimia bagi petani tidak perlu disubsidi pemerintah. Dengan harga tersebut, ujar dia, hasil panen para petani sudah cukup untuk membeli pupuk sendiri. Dia melihat hasil analisis usaha tani, harga pembelian pemerintah (HPP) itu hanya Rp5.650 per kg GKP.

Advertisement

Alihkan Subsidi Pupuk

Suratno menerangkan harga GKP Rp7.000/kg ke atas itu terjadi sejak Musim tanam III 2023. Dia melihat tren harga GKP ini cenderung naik, apalagi situasi sekarang tidak ada panen raya. Padi di wilayah Kecamatan Masaran, Sidoharjo, Gondang, Samungmacang, dan seterusnya sudah selesai panen.

“Petani betul-betul menikmati harga GKP itu. Semoga tidak lagi ada gejolak harga turun di petani. Kalau harga GKP stabil tinggi maka subsisi pupuk itu lebih baik dialihkan untuk subsidi pascapanen, yakni dengan pedayagunaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) atau gabungan kelompok tani (Gapoktan),” jelasnya.

Suratno menyebut skema subsidi pascapanen itu dapat berupa pembelian gabah yang ditampung oleh BUMDesa. Dia mengatakan kalau misalnya harga GKP Rp7.000/kg maka BUMDesa bisa membeli dengan harga di atas harga pasaran itu dengan maksud pemberian subsidi kepada petani.

Advertisement

“Kami berharap pemerintah dapat menjaga harga GKP yang tinggi itu. Nanti, kami akan melihat perkembangannya saat El-Nino di 2024 mendatang,” jelasnya.

Ketua KTNA Kecamatan Tanon, Sragen, Miswanto, menambahkan selama ini harga gabah kering giling (GKP tembus Rp8.100 sampai Rp8.200 per kg. Dia menerangkan kalau panennya menggunakan combine harvester harga GKP bisa di harga Rp7.200-& 7.300 per kg.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKP3) Sragen, Eka Rini Mumpuni Titi Lestari, menyampaikan harga GKP tinggi karena panen padi di Sragen sudah habis.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif