SOLOPOS.COM - Kondisi jalan di Desa Wates, Simo, Boyolali, yang mulus berkat gelontoran dana desa dari pemerintah pusat sejak 2015. Foto diambil Senin (23/10/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com Stories

Solopos.com, BOYOLALI — Setiap tahun sejak 2015, desa-desa di Indonesia memperoleh bantuan dana desa dari APBN, termasuk Desa Wates, Kecamatan Simo, Boyolali. Dana desa yang nilainya ratusan juta hingga miliaran rupiah itu membuat desa lebih mandiri dalam pengelolaan keuangan dan pembangunan.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Desa bisa memanfaatkan dana itu sesuai dengan kebutuhan mulai dari pembangunan infrastruktur, penanganan kemiskinan, hingga pemberdayaan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dari pengataman Solopos.com di beberapa desa di Boyolali, pemanfaatan dana desa sebagian besar masih untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan lainnya. Termasuk di Desa Wates yang tercatat sebagai desa dengan serapan dana desa tercepat di Boyolali.

Bangunan gapura sederhana bercorak merah putih di kanan-kiri jalan bertuliskan penanda Desa Wates, Simo, Boyolali, menyambut saat Solopos.com memasuki desa tersebut dari arah selatan atau Desa Blagung, Simo.

Di perbatasan dua desa tersebut, jalanan terlihat mulus. Membuat kendaraan tak bergeronjal saat lewat. Diketahui, sejak dana desa bergulir pada 2015, Pemerintah Desa (Pemdes) Wates, Simo, Boyolali, menggunakan sebagian besar alokasinya untuk pembangunan fisik berupa jalan, jembatan, dan bangunan.

Sebagian besar pembangunan fisik dianggarkan berupa jalan. Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermasdes) Boyolali, Wates menjadi desa dengan penyerapan anggaran tercepat di Boyolali berdasarkan monitoring pemenuhan persyaratan penyaluran tahap III per 17 Oktober 2023.

Terhitung, penyerapan anggaran di Wates sudah 89,79 persen dengan fisik yang telah terbangun sebesar 91,8 persen. Sekretaris Desa (Sekdes) Wates, Bahtiar Joko Saputro, mewakili Kepala Desa (Kades) Wates, Eko Prasetyo, mengakui adanya dana desa sangat membantu untuk pembangunan jalan.

dana desa boyolali
Kondisi jalan di Desa Wates, Simo, Boyolali, yang mulus berkat gelontoran dana desa dari pemerintah pusat sejak 2015. Foto diambil Senin (23/10/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Ia menyebut pada 2023, Desa Wates memperoleh dana desa senilai Rp1.044.696.000. Dana itu meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada 2019, Desa Wates memperoleh dana desa Rp859.985.000. Kemudian, pada 2020 senilai Rp890.733.000, pada 2021 senilai Rp842.268.000.

60% Dana Desa untuk Pembangunan Fisik

Selanjutnya, pada 2022 dana desa yang diperoleh Wates, Simo, Boyolali, senilai Rp860.369.000. Joko menyampaikan sebagian besar dana desa dialokasikan untuk bidang II yaitu Pelaksanaan Pembangunan Desa berupa pembangunan fisik jalan, jembatan, dan bangunan fasilitas umum lainnya.

Ia menyampaikan dari dana desa pada 2019 senilai Rp859.985.000, alokasi untuk pembangunan fisik mencapai Rp743.735.000. Kemudian pada 2020 dari dana desa Rp890.733.000, alokasi untuk pembangunan fisik senilai Rp856.483.000.

Berikutnya pada 2021 dari dana desa Rp842.268.00, teralokasi untuk pembangunan fisik senilai Rp809.283.000, dan pada 2022 dari dana desa Rp860.369.000, teralokasi untuk pembangunan fisik Rp274.515.920.

“Itu juga ada dari dana bantuan provinsi, akan tetapi jumlahnya tidak sebesar dana desa. Untuk yang 2022 memang lebih kecil karena ada kewajiban mengalokasi 40 persen dana desa untuk BLT DD [Bantuan Langsung Tunai Dana Desa],” jelasnya saat dihubungi Solopos.com, Kamis (26/10/2023).

Sekdes yang menjabat sejak 2018 tersebut mengungkapkan dana desa berhasil mengubah jalan poros Desa Wates, Simo, Boyolali, menjadi beraspal dan beton. Kondisi sebelumnya jalan itu hanya berupa tanah uruk berbatu.

Ia mengatakan semua jalan di Wates adalah jalan desa dan tidak ada jalan kabupaten. Sehingga, pembangunannya berasal harus dari anggaran Pemdes Wates dan ada juga dari bantuan Provinsi Jawa Tengah.

Joko menyebut rata-rata alokasi dana desa untuk pembangunan fisik di Wates setiap tahun mencapai 60 persen. Menurutnya, dana desa sangat membantu pembangunan desa. Desa yang digelontor dana ratusan hingga miliaran rupiah tersebut bisa membuat pembangunan lebih bagus.

“Wates kan letaknya agak masuk, jadi memang tidak ada jalan kabupaten. Kalau mau ke jalan raya harus lewat Blagung dan Kedunglengkong,” kata dia.

Jalan Mulus, Perekonomian Meningkat

Sebagai informasi, Wates di sebelah barat berbatasan dengan Kedunglengkong, timur dengan Sumber, selatan dengan Blagung, utara berbatasan dengan Desa Kalangan dan Sendangrejo, Klego.

dana desa boyolali
Warga Desa Wates, Simo, Boyolali, yang berjualan knalpot merasakan manfaat berupa peningkatan penjualan setelah jalan-jalan desanya mulus berkat dana desa. Foto diambil Senin (23/10/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Walaupun pembangunan fisik gencar dilaksanakan sejak dana desa mengucur pada 2015 di Desa Wates, Simo Boyolali, Joko mengakui masih ada jalan-jalan yang belum tersentuh. Ia mengungkapkan jalan-jalan tersebut berada di jalan kompleks permukiman warga.

Ia mengatakan ke depannya jalan di tingkat RT juga akan disentuh pembangunan. Namun, prioritas pembangunan berada di jalan poros desa yang belum tuntas.

“Sebelum ada dana desa, kondisi jalan yang sudah beraspal sekitar 10 persen. Sekarang sudah 85-90 persen. Ini tinggal berapa ratus meter, tinggal sedikit. Rencana kami bangun tahun depan,” kata dia.

Ia mengatakan sebelum ada dana desa, pembangunan jalan di Wates, Simo, Boyolali, masih menggunakan swadaya warga. Sehingga, untuk pembangunan jalan tidak sepesat setelah digelontor dana desa.

Dengan jalan yang mulus, Joko mengatakan ada dampak pada peningkatan ekonomi. Beberapa dukuh ada yang memulai bisnis online karena akses pengambilan mobil ekspedisi semakin mudah.

Mobilitas warga juga semakin mudah dengan adanya jalan yang mulus. “Ada yang bisnis knalpot, sekarang yang beli semakin banyak dari luar kota,” kata dia.

Akses jalan yang mulus juga bisa mengangkat potensi lainnya seperti wisata. Di Desa Wates ada potensi wisata Sendang Slamet, Watu Kursi, Gunung Kendeng, dan taman Anggoro Kasih. Jalan menuju Watu Kursi dan Taman Anggoro Kasih saat ini sudah bagus.

Namun, akses jalan untuk Sendang Slamet dan Gunung Kendeng masih berupa jalan tanah. Ia menjelaskan untuk membangun akses di dua lokasi tersebut akan membutuhkan biaya yang cukup besar.

Bisa saja digarap menggunakan dana desa akan tetapi bertahap. Sedangkan prioritas pembangunan fisik berupa jalan masih berada di jalan poros desa.

Alokasi Penanganan Kemiskinan

“Jalan di sana kan turun dulu, jalan setapak begitu dikelilingi bukit. Untuk naik ke makam di Gunung Kendeng juga jalannya tanah seperti naik gunung, hampir tegak lurus. Kalau mau membangun sekarang, itu belum masuk skala prioritas karena kami masih menata jalan utama,” kata dia.

Sementara itu, dana desa yang tidak dialokasikan untuk pembangunan jalan digunakan untuk mengentaskan kemiskinan seperti lewat Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa. Kemudian, ada pula dana yang dipakai untuk bantuan tunai pengobatan gratis bagi warga miskin di Wates.

Joko mengatakan jumlah penduduk miskin pada 2018 berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) ada sekitar 700 keluarga. Pada 2023 ini menurun jadi 400-an keluarga.

Intervensi kemiskinan tidak hanya dari dana desa, tapi ada bantuan dari Dinas Sosial, Baznas, dan instansi lain di Boyolali. Selain dari dana desa, ada pula bantuan dari instansi lain berupa usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) berupa gerobak untuk jualan.

Pemkab Boyolali juga membantu untuk rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH). Pada 2024, Pemdes Wates berencana menganggarkan bantuan rehab tiga RTLH.

Salah satu warga Wates, Kiky Nawangsari, 22, mengakui dulu jalan-jalan di desanya hanya berupa tanah uruk dan batu. Namun kini jalan-jalan sudah mulus. Ia mengaku senang dengan adanya pembangunan jalan di desanya.



dana desa boyolali
Gapura Desa Genting, Cepogoo, Boyolali, Senin (23/10/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Usaha berjualan knalpot yang telah ia jalankan lebih dari 10 tahun tersebut berkembang semakin pesat. Kiky mengaku barang-barangnya sedari dulu sudah diambil dari truk ekspedisi.

Sebelum jalan mulus, pesanan knalpot maksimal per hari sebanyak 50 buah. Saat ini, saat kondisi maksimum bisa mencapai 300 knalpot per hari.

Sementara itu, pembangunan fisik juga masih menjadi fokus penggunaan dana desa di Genting, Cepogo, Boyolali. Berdasarkan data monitoring pemenuhan persyaratan penyaluran tahap III dana desa per 17 Oktober dari Dispermasdes Boyolali, penyerapan dana desa Genting menjadi yang terendah.

Per tanggal itu, Desa Genting baru menyerap 26,47 persen dana desa dengan pengerjaan fisik mencapai 91,67 persen. Pj Kades Genting, Purwanto, menyampaikan sebenarnya tidak ada kendala berarti dalam penyerapan dana desa.

Laporan Pertanggungjawaban

Pj Kades yang menjabat per 1 Oktober tersebut menceritakan pada 19 Oktober, Pemerintah Kecamatan Cepogo merilis serapan anggaran masing-masing desa, termasuk Genting. Setelah itu, Purwanto segera membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan dana desa dan dikirim pada Rabu (25/10/2023).

Purwanto mengatakan rendahnya serapan anggaran itu kemungkinan karena laporannya pertanggungjawaban yang terlambat. Ia menuturkan pada 2023, Desa Genting, Cepogo, Boyolali, mendapat dana desa Rp933 juta. Dalam setahun, dana desa cair tiga tahap.

Tahap I-II dana itu cair Rp630 juta. Untuk bisa mencairkan tahap III, tutur Purwanto, realisasi serapan anggaran minimal 90 persen. Dana Desa Genting yang belum cair tinggal sekitar Rp97 juta.

Ia berharap dana desa tahap III segera cair karena 2023 segera berakhir. Hanya ada waktu sekitar 1,5 bulan untuk pengunaan dana desa tahap III.

Terpisah, Ketua Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) Boyolali, Komarudin, menyampaikan dana desa merupakan amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.



Besar kecilnya anggaran dana desa tergantung alokasi dasar dan alokasi formula. Alokasi dasar yang diatur Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dibagi rata.

Kemudian, untuk alokasi formula berasal dari variabel jumlah penduduk desa, angka kemiskinan desa, luas wilayah desa. Mulai 2022 terdapat variabel tambahan di alokasi formula yaitu berdasar kinerja.

Terkait serapan dana desa, menurut Komarudin tergantung dari beberapa faktor. Serapan rendah bisa dipengaruhi Pemdes yang bingung mengalokasikan, ada pula yang cepat bahkan dana dinilai kurang.

“Itu tergantung visi misi pemdes, program kerja serta pola pikir untuk membangun desa,” kata dia. Ia menilai adanya dana desa sangat membantu pembangunan di desa.

Ia pun berharap dana desa bisa bertambah karena saat ini alokasinya masih sekitar 10 persen dari APBN. Papdesi mendorong revisi UU Desa dengan menambah dana desa minimal 20 persen dari APBN.





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya