SOLOPOS.COM - Warga membersihkan yoni yang dipindahkan dari tengah perkampungan ke Embung Sikajar di Dukuh Putat, Desa Pondok, Kecamatan Karanganom, Klaten, Selasa (5/3/2024). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Pemerintah Desa (Pemdes) Pondok, Kecamatan Karanganom, Klaten, memindahkan yoni dari tengah perkampungan ke Embung Sikajar. Objek diduga cagar budaya tersebut dikembalikan ke posisi aslinya.

Yoni berukuran 84 sentimeter x 84 sentimeter dengan tinggi 78 sentimeter itu yang sebelumnya berada di tengah perkampungan Dukuh Putat dipindahkan menggunakan hand pallet.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Yoni dipindahkan ke kawasan Embung Sikajar yang berjarak sekitar 400 meter. Objek diduga cagar budaya itu diletakkan di sebelah kolam yang menjadi sumber mata air di kawasan embung tersebut.

Kepala Desa (Kades) Pondok, Budi Utama, menjelaskan yoni itu sebelumnya berada di kawasan yang kini dikembangkan menjadi Embung Sikajar. Yoni yang semula berada di dekat sumber mata air dulu dipindahkan ke tengah perkampungan pada 1995.

Pemindahan yoni ke tengah perkampungan oleh beberapa orang karena dianggap bisa menjadi wajah desa. Namun, keberadaan yoni di tengah perkampungan itu justru tak termanfaatkan dan mengubah nilai sejarah keberadaan objek peninggalan leluhur tersebut.

“Hari ini kami kembalikan ke tempat asalnya,” kata Budi saat ditemui Solopos.com seusai pemindahan. Budi berharap pengembalian yoni ke tempat semula itu sekaligus untuk menegaskan kembali kawasan yang dikenal dengan nama Sikajar merupakan tempat bersejarah.

“Ini sekaligus sebagai upaya untuk menghargai karya leluhur,” jelas dia. Kawasan di wilayah Sikajar itu sebelumnya dikenal subur untuk pertanian. Setelah 1980-an, kawasan tersebut tak digarap lagi oleh petani dan lahannya dibiarkan menganggur.

Pusat Kegiatan Masyarakat

Oleh Pemdes Pondok, kawasan Sikajar mulai dikembangkan menjadi pusat kegiatan masyarakat sejak 2020. Lahan yang sebelumnya tak terawat mulai ditata dan kini bernama Embung Sikajar.

Total anggaran untuk pengembangan kawasan Embung Sikajar hingga saat ini sekitar Rp1 miliar. “Dulu sudah ada sumber mata air. Tetapi debitnya sangat kecil. Kalau saat ini sudah dibuka debitnya mencapai 30 liter per detik,” ungkap dia.

Budi menjelaskan kawasan Embung Sikajar digadang-gadang menjadi pusat kegiatan masyarakat. “Harapan kami kawasan ini menjadi pusat perekonomian, pusat pemerintahan. Biar terawat, kami munculkan ada perikanan, perkebunan, dan peternakan,” ungkap dia.

Pegiat cagar budaya Klaten, Hari Wahyudi, mengatakan yoni yang dipindah tersebut merupakan yoni kesuburan. Fungsi yoni itu sebagai simbol kesuburan di masa Mataram Kuno atau antara abad ke-8 hingga ke-10 Masehi.

“Masyarakat Mataram Kuno meyakini dan memuja Dewi Parvati sebagai dewi kesuburan dengan harapan selalu dilimpahi kesuburan tanahnya,” kata Hari.

Hari menjelaskan di Klaten sangat banyak ditemukan yoni. Dari data yang dia miliki, ada 126 yoni dengan 50 persen berada di area persawahan. Selain di tengah area persawahan, yoni biasanya ditemukan di dekat sumber mata air serta alur sungai.

“Dengan banyaknya yoni, bisa jadi di era Mataram Kuno, Klaten sudah dikenal menjadi sumber pangan. Kami mengapresiasi inisiatif Kades Pondok untuk mengembalikan yoni ke tempat semula. Ini sekaligus menjadi sumber edukasi terkait fungsi zoni pada masa Mataram Kuno,” kata Hari.

Dia menjelaskan yoni ditempatkan dekat embung yang menjadi sumber mata air di kawasan Sikajar. Penempatan yoni tersebut juga tak sembarangan. Posisi cerat yoni mengarah ke utara. Hanya, bagian cerat yoni tersebut sudah patah dan hilang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya