Soloraya
Senin, 17 Juli 2023 - 19:48 WIB

Berusia Hampir 1.000 Tahun, Prasasti Kuno di Puhpelem Wonogiri Dianggap Sakral

Muhammad Diky Praditia  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Arkeolog Goenawan A Sambodo (memegang kamera) dan tim memotret prasasti kuno di Desa Sukorejo, Puhpelem,Wonogiri, Jumat (14/7/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Warga Desa Sukorejo, Puhpelem, Wonogiri, menganggap sakral batu prasasti kuno yang diperkirakan dibuat pada era Kerajaan Kediri abad ke-11 atau ke-12 Masehi atau hampir 1.000 tahun lalu. Warga setempat bahkan percaya prasasti itu menjadi pelindung desa dari marabahaya.

Kepala Desa Sukorejo, 33, Naning, mengatakan batu prasasti yang terletak di Dusun Manggis itu masih sangat dijaga warga. Dia tidak tahu persis sejak kapan batu bertulis aksara Jawa Kuna itu berada di tegalan tanah kas desa.

Advertisement

Yang ia tahu, batu itu sudah ada sejak dulu di tempat tersebut. “Memang prasasti itu masih dijaga warga sampai sekarang. Warga masih menyakralkan,” kata Naning kepada Solopos.com, Senin (17/7/2023).

Pengamatan Solopos.com, batu prasasti kuno setinggi 103 cm di Desa Sukorejo, Puhpelem, Wonogiri, itu memang masih tampak terjaga dengan baik. Warga membuatkan semacam rumah permanen untuk melindungi prasasti itu.

Advertisement

Pengamatan Solopos.com, batu prasasti kuno setinggi 103 cm di Desa Sukorejo, Puhpelem, Wonogiri, itu memang masih tampak terjaga dengan baik. Warga membuatkan semacam rumah permanen untuk melindungi prasasti itu.

Di bawah prasasti masih ada bekas kembang, dupa, dan botol bekas minyak. Menurut Naning, masih ada orang yang berziarah atau berkunjung ke tempat itu untuk berdoa. Warga pun tidak melarang siapa pun untuk berkunjung ke sana asal tidak merusak prasasti.

Kasi Pelayanan Desa Sukorejo, Lampito, memaparkan warga masih memercayai mitos bahwa prasasti yang berada di bawah pohon beringin itu memiliki kekuatan gaib. Bahkan tempat itu dipercayai dapat meningkatkan kepercayaan diri.

Advertisement

Selain itu, lanjut dia, warga memercayai betul prasasti kuno itu bisa menjadi pelindung Desa Sukorejo, Puhpelem, Wonogiri. Desa Sukorejo sangat jarang kemalingan.

Prasasti batu kuno di Dusun Manggis, Desa Sukorejo, Kecamatan Puhpelem, Wonogiri, yang diperkirakan berusia hampir 1.000 tahun. (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Para maling yang masuk ke Desa Sukorejo hampir pasti ketahuan terlebih dahulu sebelum mereka melakukan aksinya. “Itu sudah terjadi berkali-kali dan itu dipercayai karena ada pengaruh dari prasasti itu,” ucap dia.

Berdasarkan informasi yang dia himpun, beberapa puluh tahun lalu, selain prasasti itu, terdapat kendi batu di bawah prasasti tersebut. Tetapi kendi itu sudah hilang dicuri.

Advertisement

Dia melanjutkan pada malam-malam tertentu, meski tidak sering, ada orang yang berkunjung ke prasasti tersebut. Menurutnya, Pemdes Sukorejo berencana membuka wisata religi setelah mengetahui isi prasasti itu.

Saat ini, prasasti itu masih dalam tahap penelitian untuk diketahui umur dan isinya. Sebelumnya, pada Jumat (14/7/2023), arkeolog sekaligus ahli Jawa Kuno, Goenawan A Sambodo, melakukan pembacaan prasasti di Dusun Manggis, Desa Sukorejo, Puhpelem, Wonogiri.

Pembacaan Tulisan Prasasti

Sayangnya, tulisan atau aksara yang terpahat di batu itu sudah tidak begitu jelas karena mengalami aus. Pori-pori di batu prasasti itu juga besar-besar sehingga cukup sulit dilakukan pembacaan secara langsung. Bahkan ada bagian prasasti yang rusak.

Advertisement

Mbah Gun, sapaan akrabnya, kemudian melakukan perekaman fotografi terhadap prasasti itu untuk diolah dengan metode fotogrametri. Diharapkan dengan metode itu aksara yang tertulis di prasasti itu dapat dibaca dan diketahui isinya.

Kepada Solopos.com, Mbah Gun mengungkapkan prasasti itu diperkirakan dibuat pada abad 11 atau 12 Masehi, masa Kerajaan Kediri. Hal itu diketahui dari angka tahun yang tertulis dalam prasasti yang menunjukkan angka 53.

Angka tersebut merupakan dua angka tersisa dari empat angka yang seharusnya terpahat. Dua angka itu adalah angka terakhir. Dua angka pertama tidak bisa terbaca secara kasatmata karena sudah mengalami kerusakan.

“Dua angka di depan [yang belum terbaca], harusnya kalau tidak 10 atau 11. Kalau digabung berarti 1053 atau 1153, abad ke-11 atau 12 Masehi, masa Kediri,” kata Mbah Gun.

Menurut dia, untuk memastikan umur prasasti itu, maka perlu mengetahui secara utuh isi prasasti tersebut. Dengan bekal hasil perekaman prasasti dengan teknik fotogrametri ia bakal melakukan pembacaan dengan saksama.

Dengan begitu, diharapkan isi dari prasasti yang berada di lereng selatan Gunung Lawu itu bisa diketahui khalayak, khususnya warga setempat.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif