SOLOPOS.COM - Salah satu loaksi usaha jasa hiburan karaoke di Desa Sendang, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri, Sabtu (20/1/2024). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Wonogiri, Chozinuddin Holil, menjelaskan pajak hiburan yang naik jadi 40% belum diterapkan saat ini karena masih menunggu petunjuk teknis (juknis).

Penjelasan itu disampaikan Chozinuddin Holil saat dihubungi Solopos.com melalui aplikasi perpesanan, Senin (22/1/2024). Ia mengatakan kebijakan pengenaan tarif pajak jasa hiburan sebesar 40% itu sudah diatur dalam Perda yang merupakan aturan turunan dari UU No 1/2022.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

“Itu sudah ditetapkan di Perda [No 8/2023],” kata dia. Hal senada disampaikan Kepala Bidang Pendaftaran dan Penetaan BPKD Wonogiri, Agus Budiyanto, menambahkan meski sudah ditetapkan dalam Perda, kebijakan tarif  pajak hiburan sebesar 40% itu belum diterapkan saat ini.

Hal itu lantaran petunjuk teknis (juknis) penerapan perda tersebut masih dalam tahap pembahasan. Dia belum bisa memastikan kapan kebijakan penaikan tarif pajak hiburan 40% di Wonogiri bisa diaplikasikan.

”Saat ini kebijakan itu belum ditetapkan. Ini masih proses pembahasan petunjuk teknisnya. Penerapannya menunggu itu dulu,” kata Agus.

Sementara itu, informasi yang dihimpun Solopos.com, dalam Perda No 8/2023 dijelaskan sebenarnya Bupati bisa memberikan insentif fiskal atas permohonan wajib pajak. Insentif fiskal tersebut bisa berupa pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak.

Pemberian insentif fiskal itu harus berdasarkan pertimbangan antara lain melihat kemampuan membayar wajib pajak, kondisi tertentu objek pajak, misalnya terkena bencana alam dan mendukung pelaku usaha mikro dan ultra mikro.

Peraturan Perundang-undangan

Sebelumnya, kabar akan adanya penerapan tarif pajak hiburan naik dua kali lipat dari sebelumnya 20% menjadi 40% membuat kalangan pelaku usaha hiburan seperti karaoke dan bar di Wonogiri khawatir.

Mereka mengaku keberatan dengan kebijakan penaikan tarif pajak hiburan menjadi 40%. Kebijakan itu dinilai tak masuk akal, tidak adil, dan merugikan pengusaha. Hal itu disebut akan berdampak pada penurunan investasi sektor hiburan di Wonogiri.

Sebagai informasi, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang berlaku per Januari 2024, salah satu pasalnya mengatur tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang di dalamnya terdapat jasa kesenian dan hiburan.

Dari 12 kelompok jasa dan hiburan, 11 di antaranya dikenakan pajak maksimal sebesar 10%. Sedangkan satu kelompok lain, yaitu diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa dikenakan pajak 40%-75%.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri telah membuat Peraturan Daerah atau Perda Nomor 8 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai respons terhadap UU tersebut. Dalam Perda Wonogiri tersebut ditetapkan tarif pajak hiburan diskotek, kelab malam, spa, karaoke, dan bar sebesar 40%.

Pengusaha Sebut Tidak Masuk Akal

Sebelumnya, tarif pajak hiburan diskotek dan sejenisnya yang tertuang dalam Perda Wonogiri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Perda Wonogiri Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah hanya 20%. Artinya kenaikan pajak hiburan itu mencapai 100% atau dua kali lipat.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Wonogiri, Imam Santoso, mengatakan kebijakan baru itu akan sangat memberatkan pelaku usaha hiburan karaoke, bar, dan lainnya di Wonogiri. Sebab kenaikan tarif pajak itu mencapai 100%. Dia menilai biaya operasional usaha jasa hiburan karaoke dan sejenisnya sama sekali tidak murah.

Dia mencontohkan untuk usaha karaoke, pengusaha setidaknya harus membayar royalti hak cipta lagu yang mencapai jutaan rupiah. Konsumsi listrik untuk usaha tersebut juga sangat besar. Belum lagi membayar gaji karyawan.

“Saya pribadi keberatan dengan kenaikan tarif pajak itu. Kami pengusaha itu cari uang. Tetapi kalau begini jadinya malah rugi. Bayangkan saja kami bekerja malah rugi, padahal investasinya besar,” kata Imam saat dihubungi Solopos.com, Senin (22/1/2024).

Salah satu pengusaha jasa karaoke di Wonogiri, Wawan, menyampaikan hal senada. Menurut dia, tarif pajak hiburan sebesar 40% tidak logis dan sama sekali tidak adil bagi pengusaha. Apalagi kondisi usaha hiburan karaoke dan sejenisnya di Wonogiri berbeda dengan daerah lain seperti Sukoharjo atau Solo.

“Kalau tarif pajak sampai 40%, itu namanya bukan pajak, tapi bagi hasil. Ini tidak masuk akal. Apalagi tarif pajak itu diambil dari 40% keuntungan kotor. Nanti belum lagi kami dikenakan pajak penghasilan. Kami harap kebijakan itu ditinjau ulang, ditunda dulu untuk diterapkan,” kata Wawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya