SOLOPOS.COM - Koordinator Program dan Litigasi BRUIN, Hammad Kholid Basyaiban, mendata sampah yang dikumpulkan di WGM Wonogiri, Jumat (20/10/2023). (Istimewa)

Solopos.com, WONOGIRI — Komunitas Badan Riset Urusan Sungai Nusantara atau yang disingkat BRUIN meneliti sebanyak 450 sampah plastik bekas kemasan makanan dan minuman yang ditemukan di perairan Waduk Gajah Mungkur atau WGM Wonogiri, Jumat (20/10/2023).

Temuan sampah itu kemudian dipilah berdasarkan merek maupun nama perusahaan yang memproduksinya. Teridentifikasi ada 11 merek/perusahaan produsen sampah yang ditemukan di WGM.   

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Kebanyakan sampah itu dibuat oleh perusahan yang bergerak di bidang fast moving consumer goods (FMCG) seperti produsen makanan dan minuman instan, kosmetik, dan barang kelontong.

Berikut perincian data perusahaan/merek pada kemasan sampah plastik yang ditemukan peneliti BRUIN di perairan WGM Wonogiri:

  1. Indofood = 94 
  2. Santos Jaya Abadi = 90
  3. Tidak bermerek = 84 
  4. Wings Food = 60 
  5. Danone = 60 
  6. Sari Food Incofood Corporation = 18 
  7. Orang Tua = 16 
  8. Unilever = 12 
  9. Mayora = 12 
  10. Garuda Food = 10 
  11. Jaya Prima Abadi = 10  

Dari data itu terlihat sampah bekas kemasan makanan/minuman produksi Indofood mendominasi dengan 94 kemasan, kemudian disusul PT Santos Jaya Abadi yang merupakan produsen kopi. Selain itu banyak pula yang tidak diketahui merek atau perusahaan pembuatnya.

Koordinator Program dan Litigasi BRUIN, Hammad Kholid Basyaiban, mengatakan sensus sampah atau brand audit di WGM Wonogiri dilakukan di dua lokasi. Pertama, di area objek wisata WGM dan, kedua, di area sekitar keramba tempat budi daya ikan waduk.

Metode Transek

Di masing-masing lokasi, petugas sensus meneliti menggunakan metode transek seluas 2 meter x 2 meter dan kedalaman lebih kurang satu meter. Hasilnya ditemukan 450 sampah plastik kemasan produk dari sejumlah perusahaan fast moving consumer goods (FMCG).

“Sampah itu ada yang sudah tertimbun tanah, artinya memang sampah-sampah lama. Selain itu ada juga temuan sampah baru dari orang-orang yang membuang sampah sembarangan di area waduk yang surut dan berubah jadi padang rumput,” kata Kholid saat dihubungi Solopos.com, Minggu (22/10/2023).

Kholid menyebut sensus ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik, jenis, dan produsen asal sampah tersebut. Hasil riset sampah di WGM Wonogiri  itu bisa digunakan untuk mengadvokasi lingkungan terhadap para perusahaan yang memproduksi produk-produk yang menghasilkan sampah tersebut. 

Perusahaan-perusahaan itu bisa dimintai tanggung jawab untuk terus berkontribusi dalam pengolahan sampah di daerah yang banyak ditemukan sampah dari hasil produksi mereka.

Ada beberapa bentuk pertanggungjawaban perusahaan ketika produk yang mereka hasilkan menimbulkan timbunan sampah dan mencemari lingkungan. Antara lain memberikan fasilitas pelayanan pengolahan dan pengelolaan sampah di daerah yang banyak mengonsumsi produk keluaran mereka. 

Penyediaan fasilitas itu bisa berupa tempat pengolahan sampah reduce, reuse, dan recycle (TPS3R) bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat dan kelompok swadaya masyarakat.

Peraturan Menteri LHK

Selain itu, pemerintah juga bisa meminta perusahaan yang menghasilkan sampah untuk melakukan desain ulang kemasan yang lebih ramah lingkungan atau membatasi penggunaan plastik sekali pakai. 

Dia menjelaskan pertanggungjawaban perusahaan untuk turut mengelola sampah yang mereka hasilkan itu sudah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No 75 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. 

“Hasil dari riset ini sebenarnya bisa digunakan pemerintah daerah Wonogiri untuk meminta pertanggungjawaban produsen sampah untuk membantu mengelola sampah, salah satunya dengan penyediaan TPS3R,” ujar dia.

Kholid menambahkan BRUIN tengah melakukan riset dan sensus sampah dari Sabang sampai Merauke khususnya di wilayah perairan sejak 2022 sampai Desember 2023. Hasil riset tersebut untuk mengadvokasi perusahaan agar turut bertanggung jawab dalam pengolahan sampah yang mereka produksi. 

Menurut dia, selama ini sampah yang dihasilkan masyarakat baru terkelola sebesar 35%. Sedangkan 65% sampah tidak terkelola dengan baik. Masyarakat hanya membuang sampah itu secara sembarangan atau dibakar.

“[Sampah yang terkelola] 35% itu kebanyakan di wilayah perkotaan. Sedangkan di wilayah bantaran sungai dan perdesaan, sampah belum terkelola baik,” ucap Kholid. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya