SOLOPOS.COM - Para pencari kerja mendatangi stan-stan perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan dalam Job Fair Wonogiri 2024 di MPP Nyawiji Wonogiri, Selasa (28/5/2024). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Sejumlah pencari kerja lulusan baru SMK maupun perguruan tinggi di Wonogiri mengakui betapa sulit mendapatkan pekerjaan. Bahkan ada yang mengaku hampir frustrasi karena sudah berbulan-bulan tak kunjung mendapatkan pekerjaan.

Seperti yang dialami Mualani Anggraeni, 22. Berbagai upaya sudah dilakukan lulusan salah satu universitas di Solo itu untuk mendapatkan pekerjaan. Termasuk dengan mendatangi Job Fair Wonogiri yang digelar di Mal Pelayanan Publik (MPP) setempat, Selasa (28/5/2024).

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Setelah melihat-lihat berbagai lowongan pekerjaan di stan-stan dalam Job Fair tersebut, Mualani segera menuju ruangan talk show yang membincangkan soal perjalanan karier di acara yang sama. Dia ingin tahu betul bagaimana agar lulusan baru segera mendapatkan pekerjaan dan memiliki jenjang karier yang jelas.

Nua, panggilan akrabnya, mengaku hampir frustrasi sebab sudah enam bulan sejak kelulusannya sebagai sarjana dari salah satu universitas di Solo belum juga mendapatkan pekerjaan. Bekal ijazah S1 ternyata tidak serta merta membuat perempuan itu mudah dapat pekerjaan.

Lebih kurang 200 lowongan pekerjaan sudah dilamar secara langsung maupun melalui platform digital pencari kerja. Sebanyak itu pula pencari kerja lulusan baru di Wonogiri itu gagal mendapatkan pekerjaan.

Nua pernah mencoba merantau ke wilayah Jabodetabek selama empat bulan untuk mencari kerja. Tetapi belum juga ada perusahaan yang menerimanya bekerja. Paling mentok, dalam proses rekrutmen, dia sampai di tahap interview user.

Setelah itu tidak ada lagi kabar dari perusahaan yang dia lamar. Lantaran tak kunjung belum membuahkan hasil, Nua memutuskan kembali ke Wonogiri. Perempuan itu bingung mengapa belum ada lamarannya yang nyantol.

Padahal segala upaya sudah dia lakukan, termasuk di antaranya membuat curriculum vitae yang ciamik dan profesional. Nua mengaku selama ini tidak memilih-milih pekerjaan. Berbagai pekerjaan yang kualifikasinya sesuai dengan keahlian dan ijazah sudah pasti dia lamar.

”Ternyata tidak mudah cari kerja. Perusahaan itu jarang banget yang mencari fresh graduate,” kata Nua saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa.

Merasa Insecure

Menurut dia, kebanyakan lowongan pekerjaan saat ini mengharuskan pelamar sudah memiliki pengalaman kerja selama minimal satu atau dua tahun. Hal itu membuat pencari kerja lulusan baru seperti dirinya kerap merasa insecure dengan lowongan-lowongan pekerjaan yang mensyaratkan kualifikasi seperti itu.

Padahal sebagai lulusan baru, tentu belum pernah bekerja secara profesional. Di sisi lain, banyak juga lowongan kerja yang membatasi usia maksimal 25 tahun. Warga Ngadirojo, Wonogiri, itu khawatir jika tidak kunjung mendapatkan pekerjaan, bisa-bisa seterusnya tidak dapat pekerjaan di sektor formal karena dinilai sudah terlalu tua.

Tantangan lain sebagai pencari kerja lulusan baru, Nua mengaku sering menjadi sasaran penipu. Tidak jarang dia mendapatkan undangan untuk mengikuti seleksi kerja dari pihak yang mengaku dari perusahaan-perusahaan besar. Padahal dia sama sekali tidak pernah melamar ke perusahaan tersebut.

“Kalau saya sudah tahu, bisa membedakan itu penipuan atau tidak. Yang kasihan itu mereka-mereka yang mungkin belum tahu hal itu penipuan. Soalnya penipu-penipu itu pasti minta uang,” ujar dia.

Nua kini tengah mencari pekerjaan di dekat rumah. Walaupun konsekuensinya hanya diberi upah setara UMK, hal itu bisa menjadi batu loncatan untuk kariernya.

“Kalau kerja di Solo atau daerah di Soloraya lainnya, kayaknya agak berat mengingat UMK-nya masih sekitar Rp2 juta. Itu nanti paling habis buat biaya indekos, makan. Belum bisa menabung. Makanya mau cari dekat-dekat rumah dulu saja,” ujarnya.

Seperti Nua, Muhammad Mufti, 20, juga tengah mencari pekerjaan setelah kontrak kerjanya selesai dan tidak diperpanjang perusahaan. Ia pun sudah beberapa kali mencoba melamar kerja, tetapi belum ada yang memanggilnya untuk proses rekrutmen.

Warga Wonogiri itu termasuk lulusan baru karena baru dua tahun lulus SMK meski sudah punya pengalaman kerja. Tapi dengan pengalaman itu pun Mufti mengaku sulit mencari pekerjaan.

Sebab banyak lowongan pekerjaan yang mensyaratkan minimal lulusan sarjana. “Sekarang banyak begitu. Syaratnya sudah tinggi. Belum lagi kadang ada yang mensyaratkan penampilan menarik. Nah itu tambah bikin susah,” ucap dia.

Mufti menyebut lowongan pekerjaan di Wonogiri cukup terbatas. Maka, dia lebih sering mencari kerja di luar daerah, seperti Solo. Sejak lulus SMK pada 2022, dia sudah bekerja di dua perusahaan di Solo. “Di Wonogiri ini susah yang sesuai dengan kualifikasi saya yang jurusan mesin,” ucapnya.

Memilih Pekerjaan

Nua dan Mufti merupakan dua contoh di antara ribuan pencari kerja lulusan baru di Wonogiri. Pada Mei 2024 ini, jumlah pencari kerja dipastikan meningkat karena bersamaan dengan kelulusan SMA/SMK.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada Agustus 2023 ada 9,9 juta anak muda usia 15-24 tahun di Indonesia masuk dalam kategori menganggur. Sementara itu, BPS Wonogiri mencatat pada Agustus 2023 terdapat 13.730 pengangguran di Wonogiri.

Sebanyak 7,43% pengangguran itu disumbang lulusan SMK dan SMA, 2,19% dari lulusan SMP dan 1,27% dari lulusan perguruan tinggi. Kepala Bidang Pelatihan Produktivitas Penempatan Tenaga Kerja Disnakerin Wonogiri, Joko Pramono, mengatakan sebenarnya ketersediaan lowongan kerja bagi lulusan baru generasi Z (kelahiran 1997–2012) cukup banyak.

Hanya, yang menjadi kendala saat ini ada generasi Z itu terlalu memilih dalam pekerjaan. Mereka tidak serta merta mau kerja meski sebenarnya kesempatan kerja itu ada.

Menurut dia, generasi Z yang baru lulus dari SMK maupun SMA juga banyak yang belum memiliki rencana ketika mereka lulus. Bahkan beberapa dari mereka lebih memilih menunda bekerja demi mendapatkan pekerjaan yang sesuai keinginan.



“Tidak jarang mereka yang sudah mendapatkan pekerjaan lebih memilih keluar padahal baru bekerja satu-dua bulan dengan alasan pekerjaan itu tidak sesuai dengan keinginan mereka. Daya juang untuk bekerja generasi Z ini dinilai tidak setinggi angkatan kerja sebelum-sebelumnya,” ujar dia.

Rekruter PT Midi Utama Indonesia, Yudistira, mengatakan para lulusan baru saat ini sebenarnya cakap dalam bekerja. Mereka cukup mengikuti perkembangan zaman. Apalagi jika pekerjaan itu berkaitan dengan teknologi. Namun, generasi Z sangat resisten dengan lingkungan kerja yang keras.

“Ada perbedaan kentara antara karyawan yang lama dengan karyawan baru yang fresh graduate. Anak-anak sekarang ini perlu pendekatan yang berbeda. Mereka enggak mau dikerasin, biasanya lebih suka dibilangin dengan cara persuasif,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya