SOLOPOS.COM - Makam Sunan Pandanaran di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Klaten, mulai ramai didatangi peziarah memasuki Bulan Ruwah atau Syakban. Foto diambil Rabu (22/2/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Gedong Inten atau makam utama Sunan Pandanaran di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Klaten, tutup selama Ramadan. Meski tak bisa masuk sampai ke Gedong Inten, peziarah tetap bisa datang ke kompleks kawasan tersebut.

Kompleks makam eks Bupati Semarang yang kemudian menjadi tokoh penyebar agama Islam itu berada di Bukit Jabalkat. Gedong Inten berupa bangunan tertutup yang di dalamnya terdapat makam Sunan Pandanaran beserta kerabat dekatnya berlokasi di puncak kompleks makam tersebut.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Untuk Gedong Inten tutup selama Ramadan. Tetapi peziarah bisa masuk sampai di luar Gedong Inten. Setelah Lebaran, nanti dibuka lagi,” kata Kepala Desa (Kades) Paseban, Al Eko Tri Raharjo, Selasa (12/3/2024).

Eko tak mengetahui alasan Gedong Inten di Makam Sunan Pandanaran, Klaten, itu ditutup rapat selama Ramadan. Hal itu sudah menjadi kebiasaan sejak zaman dulu. Siapa pun tak ada yang diizinkan masuk ke Gedong Inten selama Ramadan.

“Bahkan kalau ada permintaan raja maupun bupati, kami tidak berani [membukakan pintunya],” jelas Eko. Salah satu juru kunci Makam Sunan Pandanaran, Suripto, 67, menjelaskan kompleks makam Sunan Pandanaran ramai peziarah saban Bulan Ruwah dan Sura penanggalan Jawa.

Tak sedikit peziarah yang menginap selama berhari-hari di wilayah Paseban. “Kalau ramai itu sampai 15 bus dalam sehari-semalam. Ada yang dari Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan, dan Sumatra,” kata Suripto.

Mengutip dari visitklaten.com dan visitjawatengah.jatengprov.go.id, makam Sunan Pandanaran di Klaten terkenal di kalangan para peziarah karena merupakan salah satu tokoh penyebar agama Islam di daerah Tembayat pada zaman Kerajaan Demak.

Kisah Perjalanan Sunan Pandanaran

Sunan Pandanaran merupakan murid Sunan Kalijaga, salah satu Wali Songo. Ada berbagai versi terkait perjalanan Sunan Pandanaran hingga menjadi penyebar agama Islam di wilayah Bayat.

Namun, dari berbagai versi itu sepakat bahwa Sunan Pandanaran merupakan putra Ki Ageng Pandan Arang yang merupakan bupati pertama Semarang.

Sepeninggal ayahnya, Pangeran Mangkubumi menggantikannya sebagai bupati Semarang. Awalnya, Pangeran Mangkubumi menjalankan amanah memerintah dengan baik dan selalu patuh pada ajaran-ajaran Islam seperti ayahnya.

Namun seiring waktu, Pangeran Mangkubumi berubah. Amanah pemerintahan sering dilalaikan, begitu juga amanah merawat pondok-pondok pesantren dan tempat-tempat ibadah.

Mengetahui hal itu, Sultan Demak Bintara mengutus Sunan Kalijaga untuk segera menyadarkan Pangeran Mangkubumi. Atas upaya Sunan Kalijaga, sang bupati pun menyadari kelalaiannya, lalu memutuskan mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan dan pemerintahan Semarang kepada adiknya.

Pangeran Mangkubumi kemudian pindah ke selatan, didampingi istrinya. Dalam perjalanannya ke selatan, Pangeran Mangkubumi menamai sejumlah daerah seperti Boyolali, Salatiga, Wedi, dan beberapa daerah lainnya.

Pangeran Mangkubumi lalu tinggal di Tembayat, yang saat ini bernama Bayat, Klaten, dan menjadi penyebar agama Islam di sana kepada para pertapa dan pendeta di sekitarnya. Pangeran Mangkubumi mampu meyakinkan mereka agar memeluk agama Islam. Oleh sebab itu Pangeran Mangkubumi disebut sebagai Sunan Tembayat atau Sunan Bayat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya