SOLOPOS.COM - Para pedagang Pasar Kota Sragen menggelar aksi spontan menolak kenaikan retribusi, Senin (18/12/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Ibu-ibu pedagang Pasar Kota Sragen menggelar aksi spontanitas menolak rencana kenaikan retribusi los dan kios pasar. Mereka beraksi sambil membawa poster dari kertas kalender yang ditulisi unek-unek pedagang.

“Pasar sudah semakin sepi ditambah retribusi akan dinaikan. Pasar sepi, kalah dengan pedagang online. Kami meminta dan memohon perhatian pemerintah. Sepinya pasar sudah sejak sebelum pandemi virus Corona. Saat Corona semakin sepi, sekarang tambah sepi lagi karena ada pedagang online. Sekarang retribusi akan dinaikan 100% jelas semakin memberatkan pedagang,” ujar perwakilan pedagang Pasar Kota Sragen, Tini, 41, saat ditemui wartawan seusai aksi.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Selama ini pedagang ditarik retribsi antara Rp1.000-Rp2.000 per hari tergantung luas los maupun kios. Kalau ditarik harian, Tini mengakui retribusi itu terasa ringan. Kalau penarikannya bulanan, apalagi ada tunggakann, maka memberatkan pedagang. Penarikan bulanan itu, ujar dia, beravariasi dari Rp22.000/bulan sampai Rp40.000/bulan, .

Tini menyatakan pedagang menolak rencana kenaikan tarif retribusi itu. Mereka juga meminta penarikan retribusi dilakuan harian dan secara manual. Pedagang juga keberatan los tutup tetap diwajibkan membayar retribusi.

“Kalau tidak jualan mau bayar retribusi pakai apa? Ada yang buka saja tidak laku dagangannya. Rencana naiknya retribusi itu jelas memberatkan kami. Pendapatan kami sudah minim, kok retribusi mau dinaikan? Lihat sendiri, tidak ada pengunjung di pasar kota,” ujar Tini yang sudah 19 tahun berjualan pakaian.

Di sisi lain ia mengeluhkan kondisi Pasar Kota yang atapnya bocor, banjir saat hujan tanpa ada perbaik. Malah kini ada rencana untuk menarikkan retribusi. Pedagang selama ini juga dibebani oleh biaya keamanan dan kebersihan pasar.

Pedagang lainnya, Parni, 52, asal Sragen Wetan, Kecamatan Sragen, mengaku hanya mendapat penghasilan Rp50.000 per hari. Ini karena pasar sepi. Pedagang lainnya, Sutatiyah, 65, asal Mojomulyo, Sragen Kulon, Sragen, mengaku seharian ini dagangannya belum laku. Dia justru berharap tarif retribusi diturunkan karena kondisi pasar yang memprihatinkan.

“Kalau dinaikan pedagang mau makan apa? Saya sampai jualan es kucir untuk menambah penghasilan karena dagangan tidak laku. Saya sampai sehari jualan dan sehari tidak jualan. Dua los saya sudah tutup dan tidak ada yang meneruskan,” ujar nenek-nenek yang jualan sejak 1970 itu.

Hal senada disampaikan pedagang pakaian, Sri Utami, 65, “Masak tidak kasihan kepada wong cilik. Kalau karcis dinaikan, kami mau makan apa. Sudah bertahun-tahun pasar sepi. Kalau tidak percaya silakan tanya pedagang di sisi timur dan barat. Kami minta karcis ditarik dengan kertas saja, tidak pakai elektrik. Kalau punya duit ya nitip kalau tidak punya ya tidak bisa bayar,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya