SOLOPOS.COM - Ilustrasi nyamuk demam berdarah. (Reuters)

Solopos.com, BOYOLALI — Pasien yang meninggal dunia akibat demam berdarah dengue atau DBD di Boyolali bertambah satu orang sehingga totalnya menjadi dua orang selama periode Januari 2024.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali, Puji Astuti, mengungkapkan tambahan satu orang yang meninggal dunia itu berasal dari Desa Bojong, Kecamatan Wonosegoro.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

“Tuan D, usia 68 tahun. Mulai sakit tercatat 19 Januari 2024 masuk rumah sakit RS Sisma Medika. Kemudian 27 Januari 2024 masuk RS Waras Wiris, itu masuk ICU [Intensive Care Unit] dan meninggal pada 31 Januari 2024,” kata dia kepada Solopos.com, Selasa (6/2/2024).

Puji menduga meninggalnya pasien DBD asal Desa Bojong, Wonosegoro, Boyolali, tersebut karena dengue shock syndrome (DSS). Hingga Selasa ini, di Desa Bojong tercatat terdapat satu kasus DBD dengan satu kematian.

Sementara itu, berdasarkan data Dinkes Boyolali per Selasa ini, selama Januari 2024 terdapat 51 kasus DBD dengan dua orang meninggal dunia. Satu orang meninggal dunia dari Desa Bojong, Kecamatan Wonosegoro, dan sebelumnya dari Desa Kalinanas, Kecamatan Wonosamodro.

Pasien asal Desa Kalinanas yang meninggal itu adalah seorang anak perempuan. Anak tersebut meninggal dunia pada awal Januari 2024 diduga karena terlambat diperiksakan ke pusat layanan kesehatan sehingga sampai mengalami dengue shock syndrome (DSS).

Anak perempuan yang meninggal tersebut berinisial PRH berusia 12 tahun. PRH sempat dirawat di RSUD Salatiga pada 7 Januari 2024 sebelum meninggal dunia pada 12 Januari 2024.

“Terkait kasus DBD yang di Kalinanas sudah dilakukan penyuluhan, abatisasi selektif, PSN [pemberantasan sarang nyamuk], fogging fokus siklus pertama juga sudah pada 1-15 Januari 2024. Siklus kedua dilaksanakan 22 Januari, sampai sekarang tidak ada kasus tambahan di Kalinanas,” kata Puji saat ditemui Solopos.com di kantornya, Kamis (1/2/2024).

Tercatat di Desa Kalinanas terdapat empat kasus dengan satu orang meninggal dunia. Puji menjelaskan ketika di sela-sela musim hujan terdapat panas, hal tersebut bisa mempercepat pertumbuhan nyamuk.

Kepala Dinkes Boyolali itu mengatakan telur nyamuk penyebab demam berdarah bisa bertahan lama. Telur yang menempel di dinding-dinding ketika tidak mendapat air tidak akan berubah menjadi jentik-jentik. Namun, ketika terkena air bisa muncul jentik-jentik nyamuk.

Ketatkan PHBS

“Kami selalu mengajak masyarakat untuk ayo PHBS, jangan hanya njagakke [mengandalkan] fogging karena itu hanya mengusir nyamuk dewasa tapi tidak mematikan jentik-jentiknya. Makanya yang paling benar PHBS, lalu juga memakai kelambu [ketika tidur],” kata dia.

Ia  meminta masyarakat untuk tidak menggantungkan baju, terutama di tempat gelap atau di dinding rumah. Menurut Puji, nyamuk juga suka bersarang di pelepah pohon pisang.

Puji menjelaskan saat pembersihan di Kalinanas, Dinkes Boyolali menemukan di legokan atau cekungan pelepah pisang terdapat banyak jentik-jentik nyamuk yang berpotensi menyebarkan virus demam berdarah.

“Padahal kalau di desa, apalagi di Kalinanas, Wonosamodro, itu penghasil pisang yang cukup lumayan. Artinya di situ banyak tempat dan daun [untuk tumbuh jentik-jentik nyamuk],” kata dia.

Ia mengatakan jentik-jentik nyamuk justru tidak hidup di tempat yang berbatasan dengan tanah seperti sungai. Namun, ia tumbuh di wadah yang tidak bersentuhan dengan tanah seperti pot, vas bunga, dan sebagainya.

Puji menjelaskan salah satu usaha Pemkab Boyolali untuk menurunkan kasus demam berdarah adalah dengan program satu rumah satu jumantik atau juru pemantau jentik-jentik. Masing-masing pemilik rumah akan memantau jentik-jentik di rumahnya.

“Intinya jika tidak ada jentik-jentik nyamuk, maka tidak ada nyamuk. Jika tidak ada nyamuk, tidak ada DBD,” kata dia.

Selain itu, Dinkes Boyolali juga meminta masyarakat tidak ragu meminta obat pembunuh jentik-jentik nyamuk atau Abate di Puskesmas terdekat. Abate diberikan secara gratis untuk masyarakat selama persediaan masih ada.

Puji menyoroti kebanyakan masyarakat yang masih salah saat mencampurkan obat Abate dengan air. Ia menceritakan terkadang masyarakat menyebarkan Abate dengan diwadahi padahal seharusnya tinggal disebar ke air.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya