Soloraya
Senin, 5 Februari 2024 - 21:33 WIB

Kisah Hansip Cino Klaten, saat Keturunan Tionghoa Jadi Pasukan Pengaman Pemilu

Taufiq Sidik Prakoso  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga keturunan Tionghoa yang direkrut menjadi Hansip pengaman Pemilu 1982 di Klaten. (Istimewa/Edy Sulistyanto)

Solopos.com, KLATEN — Pada Pemilu masa Orde Baru, tepatnya tahun 1982, di Klaten ramai istilah Hansip Cino. Mereka adalah pasukan pertahanan sipil atau hansip yang direkrut dari kalangan warga keturunan Tionghoa untuk membantu mengamankan jalannya Pemilu.

Advertisement

Dalam perjalanan sejarah pesta demokrasi di Indonesia, Pemilu tak bisa dilepaskan dari peran petugas Perlindungan Masyarakat (Linmas) atau dulu dikenal sebagai Pertahanan Sipil (Hansip).

Keberadaan mereka sangat membantu menjaga keamanan dan ketertiban terutama di tiap-tiap tempat pemungutan suara (TPS) karena tak memungkinkan bagi aparat kepolisian dan TNI untuk menjangkau semua wilayah sesuai jumlah petugas yang dibutuhkan.

Ada cerita menarik terkait peran petugas Linmas/Hansip pada penyelenggaraan Pemilu di Kabupaten Klaten, tepatnya pada Pemilu 1982. Saat itu, ada istilah yang kemudian menjadi populer di kalangan masyarakat Klaten yaitu Hansip Cino.

Advertisement

Istilah itu muncul berkat keterlibatan warga keturunan Tionghoa yang diminta menjadi Hansip untuk mengamankan Pemilu di masa Orde Baru tersebut. Cerita Hansip Cino itu menjadi salah satu kisah yang dituangkan pada buku berjudul Dinamika Kaum Tionghoa Klaten dari Masa ke Masa yang ditulis Edy Sulistyanto.

Kebetulan, Eddy yang juga keturunan etnis Tionghoa dan kini tinggal di Kecamatan Klaten Tengah, Klaten, juga menjadi pelaku sejarah karena pernah merasakan sendiri menjadi personel Hansip pengaman Pemilu pada 1982 di Klaten.

Ini terjadi betulan tahun 1982 menjelang Pemilihan Umum! biasanya kan yang jadi Hansip tahu beres, dia urun tenaga. Yang urun duit, ya tinggal keluar uang, duduk ongkang-ongkang di rumah. Tapi kali ini para pengusaha Tionghoa dimintai sumbangan untuk kelengkapan seragam Hansip, sekaligus jadi hansipnya. Plus menanggung mereka yang tidak mampu untuk membeli,” tulis Edy di paragraf pertama kisah tentang Heboh Hansip Cino di bukunya.

Cerita tentang Hansip Cino itu dituliskan Edy secara runut hingga kekaguman warga keturunan Tionghoa terhadap tentara. Kisah Hansip Cino Klaten itu dilengkapi pula dengan foto-foto kala itu yang menampilkan orang Tionghoa berseragam dan topi serbahijau lengkap dengan sabuk dan mengenakan sepatu lars.

Advertisement

Berlatih Baris Berbaris

Owner Amigo Group itu menjelaskan kisah tentang Hansip Cino kala itu benar-benar terjadi. Saat itu, Kodim Klaten mengundang warga keturunan Tionghoa untuk berpartisipasi menjadi Hansip jelang Pemilu 1982.

Jangankan menolak, tak ada yang berani menanyakan alasan Kodim mengundang warga keturunan Tionghoa menjadi Hansip di era Orde Baru. Terlebih, warga keturunan Tionghoa saat itu merupakan kelompok minoritas.

Foto lawas Hansip Cino berlatih menjelang Pemilu 1982 di Klaten. (Istimewa)

“Saat itu suasananya di Orde Baru. ‘Cino-cino kudu dadi Hansip. Ra mung dadi juragan metu duit tok’ [Orang keturunan Tionghoa harus menjadi Hansip. Tidak hanya menjadi juragan keluar uang saja]. Kira-kira seperti itu yang disampaikan,” kata Edy saat berbincang dengan Solopos.com di kediamannya, Senin (5/2/2024).

Mulai dari juragan besar hingga juragan kecil kala itu dilatih menjadi Hansip. Tak terkecuali seorang pendeta GKI Klaten. Belakangan, pendeta itu urung menjadi Hansip setelah diberikan dispensasi oleh Dandim saat itu lantaran jemaah GKI menilai kurang pantas seorang pendeta menjadi Hansip.

Advertisement

Edy menceritakan ada 50-an warga keturunan Tionghoa atau orang Jawa menyebutnya Cino yang dilatih menjadi Hansip dan disiapkan untuk mengamankan Pemilu 1982 di Klaten. Tak sekadar diseragami, kala itu Hansip benar-benar dilatih dan dipersiapkan menjadi pasukan pengaman Pemilu.

Selama beberapa bulan mereka berlatih Peraturan Baris Berbaris (PBB). Latihan digelar saban sore di Alun-alun Klaten diikuti seluruh warga keturunan Tionghoa yang diundang menjadi Hansip.

Tak terkecuali Edy Sulistyanto yang kala itu masih berumur sekitar 28 tahun. “Ya gobyos [berkeringat],” kata Edy sembari tertawa mengenang masa-masa latihan PBB sebagai persiapan menjadi Hansip.

Edy masih ingat latihan PBB itu dilakukan di bawah binaan Kamto, seorang tentara berpangkat sersan. Suaranya lantang, tegas, tetapi orangnya baik hati. Semakin sering latihan, warga keturunan Tionghoa pun mulai nyaman dengan peran baru mereka.

Advertisement

Patroli saat Minggu Tenang

Apalagi, mereka mendapat pengalaman yang belum pernah dialami sebelumnya. Seiring latihan yang digelar rutin, beberapa warga keturunan Tionghoa terpilih menjadi Pasukan Pengendali Huru Hara atau Dagura.

Mereka yang terpilih adalah yang memiliki badan tegap, tangkas, serta tegas. Pasukan Dagura ini campuran antara orang Jawa dan keturunan Tionghoa. Mereka dilatih khusus untuk mengendalikan huru-hara.

Lainnya menjadi pasukan Hansip biasa, termasuk Edy. Puluhan warga keturunan Tionghoa yang sudah dilatih kemudian digabungkan menjadi satu peleton.

Semakin mendekati hari Pemilu 1982, Hansip di Klaten kian sibuk tak terkecuali Hansip Cino. Malam menjelang Minggu tenang Pemilu, mereka keliling ruas jalan protokol di Klaten dari sore sampai malam dan melepas atribut partai yang masih terpasang.

Edy Sulistyanto, warga keturunan Tionghoa yang pernah menjadi Hansip pengaman Pemilu 1982 di Klaten, saat ditemui di rumahnya di Klaten Selatan, Senin (5/2/2024). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Kesibukan kian terasa pada malam sebelum Pemilu. Para Hansip termasuk warga keturunan diharuskan tidur di kantor Kecamatan Kota serta Koramil Kota. Tengah malam hingga dini hari, mereka berkeliling naik mobil bak terbuka ke kampung-kampung memastikan situasi aman.

Menjelang fajar, para Hansip diperbolehkan pulang untuk ikut coblosan termasuk Hansip Cino. Sementara mereka yang tergabung dalam Pasukan Dagura tetap di pos jaga. Hingga hari Pemilu digelar seluruh tahapan berlangsung aman.

Advertisement

Edy pun mengakui ketika warga keturunan Tionghoa tampil menjadi Hansip, orang Jawa terheran-heran. Namun, keheranan mereka di masa Orde Baru tak berani diungkapkan secara blak-blakan. “Ya hanya pandangan dengan sorot mata yang aneh,” jelas Edy sembari tertawa.

Antusias Mencoblos

Di balik beratnya latihan termasuk sejenak meninggalkan usaha mereka, Edy mengungkapkan banyak hal positif yang diperoleh warga keturunan Tionghoa yang ikut menjadi Hansip Pemilu. “Kami jadi tahu beratnya tugas tentara. Menjadi Hansip ini pula yang semakin menumbuhkan rasa cinta Tanah Air,” kata Edy.

Disinggung minat warga keturunan Tionghoa terhadap pesta demokrasi termasuk pada 2024 ini, Edy menjelaskan antusiasme mereka sangat tinggi. Beberapa waktu menjelang Pemilu seperti saat ini, obrolan mereka diisi dengan diskusi-diskusi bahkan debat seputaran Pemilu terutama Pemilihan Presiden (Pilpres).

Mereka pun tak pernah absen untuk memberikan hak pilih mereka dalam Pemilu. “Antusiasmenya tinggi. Mereka sangat konsen terutama untuk Pilpres dengan pilihan masing-masing,” kata Edy.

Edy mengatakan saat ini warga keturunan Tionghoa di wilayah kota Klaten ada sekitar 600 keluarga. Sebagai informasi, Pemilu 2024 bakal digelar Rabu (14/2/2024).

Pemilu untuk memilih calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta presiden-wakil presiden. Di Klaten, jumlah total pemilih dalam DPT sebanyak 971.518 orang dengan jumlah TPS sebanyak 4.198 lokasi. Ketua KPU Klaten, Primus Supriono, berharap angka partisipasi pemilih pada Pemilu 2024 bisa mencapai 82 persen.

“Kami mencoba meningkatkan dari periode sebelumnya. Kalau sebelumnya 81 persen, kami mencoba 82 persen. Kami terus menyosialisasikan Pemilu termasuk kelompok berkebutuhan khusus termasuk pelayanan-pelayanan kesehatan serta panti sosial. Termasuk ke kelompok pemilih pemula yang menjadi perhatian kami juga,” jelas Primus.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif