SOLOPOS.COM - Pengendara sepeda motor melintas di perempatan Gudang Seng, Giritirto, Wonogiri, Minggu (19/11/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com Stories

Solopos.com, WONOGIRIDi Wonogiri banyak tempat-tempat terkenal dan legendaris dengan kisah unik di baliknya, tapi tidak tercatat dalam peta administrasi pemerintahan. Nama tempat-tempat itu bahkan lebih terkenal di masyarakat luas ketimbang nama kelurahan, desa, atau, dukuh tempatnya berada.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Salah satunya Gudang Seng. Telinga warga Wonogiri tentu sudah tidak asing dengan nama Gudang Seng. Satu tempat yang terletak di Kelurahan Giritirto, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri, tak jauh dari pusat ekonomi Kabupaten Wonogiri.

Meski demikian, Gudang Seng tidak tercatat secara resmi dalam administrasi pemerintahan. Nama itu hanya penyebutan tempat yang disepakati secara kolektif warga Wonogiri.

Tidak begitu jelas sejak kapan nama Gudang Seng familier untuk menandai perempatan yang berjarak 350 meter arah selatan dari Pasar Wonogiri itu. Yang jelas, warga Wonogiri selalu menyebut perempatan itu sebagai perempatan Gudang Seng.

Nama itu juga yang kerap digunakan para sopir atau kondektur angkutan umum ketika menaik-turunkan penumpang. Mereka tak menyebut tempat itu sebagai perempatan Giritirto atau perempatan sebelah selatan pasar.

Salah satu tokoh masyarakat Kelurahan Giritirto, Raden Tumenggung (RT) Purnomo Tondonagoro, saat berbincang dengan Solopos.com di Giritirto, Minggu (19/11/2023), mengatakan nama Gudang Seng muncul tidak lain karena ada bangunan di pojok sebelah barat daya perempatan itu terbuat dari seng.

Seluruh atap dan hampir semua dinding bangunan itu berbahan seng. Pengamatan Solopos.com, bangunan itu memiliki panjang sekitar 75 meter dan lebar pada bagian depan 10 meter. Sedangkan lebar bangunan bagian belakang sekitar 60 meter.

Lokasi Pemutaran Perdana Layar Tancap Komersial

Purnomo menyebut bangunan gudang itu cukup legendaris dan bersejarah bagi Wonogiri. Bangunan yang sudah tampak terbengkalai itu sempat menjadi arena pentas kesenian tradisional kethoprak dan ludruk sebelum 1960-an. Di tempat itu pula kali pertama ada pemutaran film layar tancap komersial di Wonogiri.

kisah unik tempat di wonogiri
Perempatan Gudang Seng, Giritirto, Wonogiri, Minggu (19/11/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

“Setelah itu baru digunakan sebagai tempat produksi jamu Air Mancur. Itu sebagai tempat penggilingan jamu, dulu. Itu lah tempat pertama di Wonogiri yang jadi tempat produksi jamu Air Mancur sebelum akhirnya pindah ke Kajen [Kelurahan Giripurwo, Wonogiri],” kata Purnomo.

Purnomo menyebut gudang seng tidak lagi digunakan sebagai tempat produki jamu setelah 1965-an. Dia tidak tahu mengapa tempat produksi jamu itu pindah ke Kajen yang berjarak kurang dari satu kilometer dari Gudang Seng.

Tetapi Gudang Seng memang sudah ramai sejak dulu. “Tetapi kalau warung-warung makan di sebelah timur Gudang Seng itu baru belakangan saja ada,” ujarnya.

Dia melanjutkan perempatan Gudang Seng sejak dulu juga sudah menjadi tempat transit atau ngetem transportasi umum seperti bus trayek Solo-Pracimantoro dan angkutan kota. Para sopir dan penumpang pun sudah tahu bahwa lokasi itu itu kerap disebut Gudang Seng.

Menurut dia, banyak orang mengira nama Gudang Seng muncul karena tempat itu menjadi produsen seng. “Itu salah. Yang benar karena bangunan itu terbuat dari seng. Sampai sekarang juga masih berbahan seng, atap dan dindingnya,” jelas Purnomo.

Jadi Ancer-ancer

Warga Giritirto lain yang juga pemilik warung makan di kawasan Gudang Seng, Wiwin, mengungkapkan orang-orang di Wonogiri sudah akrab dengan nama Gudang Seng. Meski bukan warga Kecamatan Wonogiri, mereka tahu persis di mana letak perempatan Gudang Seng.

Tidak jarang perempatan Gudang Seng sebagai ancer-ancer bagi warga di kecamatan-kecamatan Wonogiri lain ketika mau bepergian ke suatu tempat di sekitar pusat Kabupaten Wonogiri.

“Nama Gudang Seng ini diambil dari  bangunan yang terbuat dari seng itu. Di dalam gudang itu sebenarnya tidak ada apa-apa, kosong. Kata bapak saya, bangunan Gudang Seng itu dulu memang jadi tempat produksi jamu Air Mancur,” ungkap Wiwin.

Sekarang, sambung dia, tempat itu hanya dimanfaatkan warga untuk membuka jasa tambal ban. Wiwin tidak tahu persis saat ini status bangunan itu kini milik siapa sebab tidak ada plang atau tanda kepemilikan. “Katanya sudah diambil pemerintah. Tapi kok enggak ada plangnya,” ujarnya.

Kepada Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Wonogiri, Eko Sunarsono, menjelaskan masyarakat Jawa sudah sangat umum menamakan suatu wilayah atau tempat berdasarkan benda atau sesuatu yang melekat erat pada lokasi itu.

Pada umumnya, penamaan lokasi di Jawa, khususnya Wonogiri tidak lepas dari nama tokoh, pohon, atau benda khas di daerah tersebut. Hal itu pula yang terjadi pada penamaan perempatan Gudang Seng.

Tempat itu dinamakan Gudang Seng karena ada bangunan yang terbuat dari seng. Fenomena itu cukup masuk akal karena untuk memudahkan orang mengingat pada suatu tempat.

Asal usul Gunung Pegat Wonogiri kisah unik tempat wonogiri
Kendaraan melintas di jalan Ngadirojo-Baturetno, Wonogiri di ruas dekat Gunung Pegat, Nguntoronadi, Kamis (9/6/2016). (Rudi Hartono/JIBI/Solopos)

“Bahkan nama-nama itu kadang tidak tercatat dalam administrasi pemerintahan tetapi lebih dikenal masyarakat. Tempat-tempat itu banyak di Wonogiri. Apalagi mereka sudah berumur tua, kebanyakan malah jarang menyebut nama tempat itu sesuai dengan nama yang tercatat dalam administrasi,” jelas Eko.

Mitos Gunung Pegat

Dia mencontohkan orang-orang tua di Wonogiri ketika menyebut Kecamatan Purwantoro banyak yang masih menyebut kecamatan itu sebagai wilayah bernama Dangkrang. Begitu juga dengan Kecamatan Jatiroto yang lebih dikenal sebagai daerah Suru bagi kalangan orang tua di Wonogiri.

Hal itu karena di kecamatan itu dulu banyak tumbuh pohon Suru. Eko mengatakan tempat lain di Wonogiri yang saat ini masih banyak dikenal orang tetapi tidak tercatat dalam administrasi pemerintahan adalah Gunung Pegat.



Orang kebanyakan tidak tahu Gunung Pegat masuk dalam wilayah desa atau jalan apa. Padahal wilayah Gunung Pegat setiap hari dilewati banyak orang.

“Kalau nama Gunung Pegat ini, bukan diambil dari nama tokoh, benda, atau bangunan tertentu. Tetapi karena mitos. Nah orang Jawa juga suka menamakan tempat itu sesuai dengan mitos yang ada,” kata dia.

Nama Gunung Pegat, lanjutnya, lahir dari cerita rakyat yaitu ada sepasang calon pengantin melewati jalan di ruas jalan Ngadirojo-Nguntoronadi. Namun, tiba-tiba calon pengantin perempuan itu hilang ketika melewati jalan tersebut. Tidak ada yang tahu ke mana perempuan itu pergi.

“Terlepas cerita itu benar atau tidak, pada kenyataannya cerita itu masih melekat dalam ingatan orang Wonogiri dan masih percaya. Dari cerita itu, muncul mitos bahwa jalan itu tidak boleh dilewati calon pengantin,” urainya.

Menurut Eko, banyak calon pengantin yang memilih melewati jalan lain ketika hendak melangsungkan pernikahan. Kalaupun terpaksa melewati jalan itu, biasanya mereka memberikan sesaji di Gunung Pegat itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya