SOLOPOS.COM - Pahlawan Nasional Prof Dr R Soeharso yang berjasa di bidang kesehatan. (wikipedia.org)

Solopos.com, BOYOLALI — Orang mengenal Prof Dr R Soeharso sebagai pahlawan nasional di bidang kesehatan. Namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit hingga nama jalan di berbagai kota. Tapi tahukah Anda bahwa pahlawan di bidang kesehatan itu ternyata berasal dari Boyolali?

Prof Dr R Soeharso lahir di Ampel, Boyolali, Jawa Tengah, pada 13 Mei 1912. Masa kecil Soeharso tinggal di kaki Gunung Merbabu, tepatnya Desa Kembang, Ampel. Ayahnya bernama Satrosuharjo merupakan seorang polisi Onderneming di zaman Belanda.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Dilansir kemdikbud.go.id, Soeharso adalah anak keempat dari tujuh bersaudara. Suadara-saudaranya antara lain Soekarti, Soeharti, Soeharto, Soeparno, dan Suparman. Ayah Soeharso sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya, sehingga semua anaknya dapat sukses dengan pendidikan mereka.

Selain itu orang tua Soeharso juga menanamkan nilai-nilai seperti kejujuran, kedisiplinan, dan sopan santun yang mereka ajarkan melalui tingkah laku agar anak-anaknya dapat mencontoh nilai-nilai itu.

Di usia tujuh tahun tepatnya pada 1919, Soeharso sang pahlawan nasional di bidang kesehatan mulai masuk sekolah, tepatnya di Hollandsch Inlansche School (HIS) di Salatiga. Di sekolah itu ia dikenal sebagai murid yang cerdas.

Pada tahun 1926, Soeharso menamatkan sekolah dasarnya di HIS. Setelah lulus dari HIS, Soeharso melanjutkan pendidikannya ke Solo yaitu Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO). Saat bersekolah di Solo, ia menumpang di rumah keluarga Dr Dullah yang sangat mendukung lingkungan belajarnya.

Keluarga Dr Dullah juga sangat memperhatikan pendidikan. Setelah itu pada 1930, Soeharso melanjutkan sekolahnya ke Algemeene Middelbare School (AMS) Yogyakarta bagian B yang sama dengan SMA jurusan IPA saat ini.

Soeharso muda tidak terlihat tertarik dengan dunia politik, yang ditunjukkan dengan keikutsertaan pahlawan nasional di bidang kesehatan itu dalam satu organisasi saja yaitu Jong Java di Yogyakarta. Di organisasi itu, ia juga hanya menjadi anggota.

Soeharso muda lebih tertarik pada ilmu pengetahuan dan pelajaran-pelajaran di sekolahnya. Karena kecerdasannya, Soeharso mendapatkan beasiswa dari pemerintah Hindia Belanda untuk meneruskan pendidikannya ke Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) di Surabaya.

Bahkan selama menjadi mahasiswa, Soeharso juga tidak menunjukkan ketertarikan pada organisasi berbau politik. Ia lebih tertarik pada bidang kebudayaan yang ditunjukkan dengan membentuk perkumpulan kebudayaan Siwa Matayo.

Perjalanan Karier di Solo

Begitu lulus dari NIAS di Surabaya, ia kemudian mengambil spesialisasi di bidang ilmu bedah. Dengan kecerdasan Soeharso, tidak perlu waktu lama bagi pahlawan nasional itu dapat mencapai cita-citanya sebagai seorang ahli bedah.

Soeharso kemudian bekerja di CBZ (RSUP) Surabaya sebagai asisten bedah umum pada 1939. Di rumah sakit ini Soeharso terlibat perselisihan dengan seorang suster Belanda yang mengakibatkan ia dipindahkan ke Sambas di Kalimantan Barat pada 1941.

Saat Jepang memasuki Indonesia, banyak kaum intelektual yang dibunuh. Bahkan, Soeharso yang saat itu menjabat sebagai kepala rumah sakit juga ikut diburu sehingga ia dan istrinya melarikan diri ke Solo. Setelah di Solo ia pulang ke desa kelahirannya di Boyolali.

Pada 1944, Soeharso memulai kariernya sebagai asisten dan kemudian kepala bagian ilmu bedah di RSU Surakarta dan empat tahun kemudian atau 1948 menjadi rektor muda pada Perguruan Tinggi Kedokteran Cabang Surakarta dalam mata kuliah ilmu bedah.

Pada 1950, pahlawan nasional Prof Soeharso kemudian diangkat oleh Menteri Kesehatan menjadi Pemimpin Umum Usaha Prothese yang sejak 1 Juni 1948 diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan.

Setahun kemudian atau pada 1951, ia mendirikan dan menjadi Supervisor Rehabilitasi Centrum Penderita Cacat Tubuh di Surakarta. Dr R Soeharso juga mendirikan beberapa fasilitas yang menunjang dunia medis seperti Rumah Sakit Orthopaedie Solo pada 1953.

Kemudian Yayasan Pemeliharaan Anak-anak Cacat di Solo, Yayasan Sheltered Workshop di Solo, dan pada 1954 ia mendirikan Sekolah Pengatur Rawat Fisiotherapi di Solo yang pada 1964 ditingkatkan menjadi Akademi Fisioterapi.

Pada 1957, Prof Soeharso mendirikan Sheltered Workshop penderita cacat Promorto di Solo, dilanjutkan dengan pendirian Yayasan Balai Penumpangan Penderita Paraplegia di Solo pada 1967 dan menjadi Ketua Yayasan Dana Skoliosis Risser di Solo pada 1968.

Dr R Soeharso mendirikan Palang Merah Indonesia di Solo pada 1945 saat terjadi revolusi dan ia memimpin Mobiele Colone yang beraksi di front Ambarawa dan Maranggan. Pahlawan nasional di bidang kesehatan itu wafat pada usia 59 tahun di kediamannya di Solo, 27 Februari 1971.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya