Soloraya
Rabu, 5 Juli 2023 - 13:32 WIB

Lindungi Anak Korban Kekerasan, Sragen bakal Punya Rumah Aman

Mariyana Ricky P.D  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi anak korban kekerasan guru PAUD. (Freepik.com).

Solopos.com, SRAGEN — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen berencana membikin selter atau rumah singgah aman bagi anak korban kekerasan.

Kebijakan tersebut guna mendukung Sragen sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA) yang salah satu indikatornya adalah kekerasan terhadap anak, selain pernikahan anak.

Advertisement

Melansir laman resmi Pemkab Sragen, diakses Rabu (5/7/2023), Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sragen dr. Agus Sudarmanto, mengatakan beberapa faktor utama meningkatnya angka pernikahan usia muda disebabkan rendahnya tingkat ekonomi dan pergaulan bebas diikuti hamil diluar nikah.

Tingginya perkawinan pada usia muda akan menimbulkan banyak permasalahan terutama kehamilan diusia remaja beresiko stunting, angka kematian ibu dan bayi, angka perceraian yang tinggi dan persoalan lainnya.

Advertisement

Tingginya perkawinan pada usia muda akan menimbulkan banyak permasalahan terutama kehamilan diusia remaja beresiko stunting, angka kematian ibu dan bayi, angka perceraian yang tinggi dan persoalan lainnya.

Upaya kolaboratif telah dilakukan pemerintah untuk mencegah perkawinan anak salah satunya dengan mengampanyekan Jo Kawin Bocah.

Program tersebut merupakan program dari Provinsi Jawa Tengah yang bersinergi dengan semua stakeholder terkait seperti Dinas Kesehatan, Kementerian Agama, Dinas Pendidikan dan lembaga masyarkat serta melibatkan Forum Anak.

Advertisement

Oleh karena itu, sambung Agus, yang diperlukan sekarang adalah kampanye pendewasaan usia pernikahan dimana kesiapan usia menikah perempuan adalah 21 tahun dan laki-laki 25 tahun.

Selama ini, pihaknya telah melakukan edukasi dan pendampingan guna menekan  pernikahan anak usia muda yang mengacu pada UU perkawinan No.16 tahun 2019.

Bunyinya, perkawinan yang belum mencapai usia 19 tahun wajib mendapat putusan dispensasi dari Pengadilan Agama. 

Advertisement

“Salah satu syarat untuk mendapatkan dispensasi harus ada rekomendasi dari Dinas yang menangani perlindungan anak dan rekomendasi diberikan apabila memenuhi beberapa persyaratan,” kata dia.

Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati mengaku prihatin dengan pernikahan dini yang sepertinya lumrah terjadi di kalangan remaja. 

Bukan hanya karena faktor ekonomi namun hal itu menurutnya terjadi lantaran kurangnya pemahaman agama para remaja.

Advertisement

Ia menyampaikan dengan kondisi pernikahan dini tentunya berpengaruh pada penilaian KLA yang saat ini sedang berjalan. 

Perkawinan anak, kekerasan terhadap anak, dan adanya perundungan terhadap anak menjadi salah satu indikator penilaian KLA.

Beberapa catatan penting KLA yang harus menjadi perhatian bersama yaitu setiap kabupaten/kota agar membentuk UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dengan membangun shelter (rumah singgah) sementara dan aman bagi korban kekerasan anak.

“Catatan dari survey KLA adalah kami diharapkan memiliki selter penanganan secara khusus bagi anak-anak korban kekerasan seksual. Sekarang ada selter tetapi tidak terkhususkan untuk anak. Diharapkan penanganannya komprehensif serta adanya pendampingan secara terpadu dari keagamaan, kesehatan, psikologi dan ahli jiwa. Kami akan cari konsepnya termasuk selter narkoba,” jelasnya.

Dikatakannya, saat ini Pemkab Sragen memiliki partner dalam merehabilitasi korban narkoba yaitu Yayasan Lentera Bangsa Indonesia (YLBI) di Tanon yang telah terhubung dengan Badan Nasional Narkotika BNN) Surakarta. Ke depan yayasan tersebut akan disupport pendanaannya melalui APBD.

“Karena Sragen belum memilliki pusat rehabilitasi sendiri maka Sragen diminta membuat selter untuk narkoba ditingkat kabupaten. Jika harus rehabilitasi kita masih ke Lido Bogor. Karena disini kita belum mampu,” tandasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif