Soloraya
Rabu, 18 Oktober 2023 - 00:23 WIB

Manyaran Masuk, Ini 5 Kecamatan dengan Kasus Stunting Terbanyak di Wonogiri

Muhammad Diky Praditia  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kader posyandu menimbang badan anak balita di posyandu Kelurahan Giripurwo, Wonogiri, Rabu (11/10/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Pemkab Wonogiri menargetkan zero kasus stunting pada tahun depan atau 2024. Namun berdasarkan data terbaru, September 2023, prevalensi kasus anak balita stunted atau berpotensi stunting justru naik jadi 11,5% dibanding sebelumnya 10,6% pada Agustus 2023.

Bupati Wonogiri Joko Sutopo menyebut hal itu anomali karena anggaran digelontorkan Pemkab untuk menangani masalah stunting cukup besar pada tahun ini. Anggaran itu antara lain untuk pengadaan paket antropometri atau alat ukur badan untuk 2.153 posyandu di Wonogiri senilai total Rp19 miliar.

Advertisement

Selain itu ada program pemberian makanan tambahan (PMT) dengan anggaran senilai Rp7 miliar. Masing-masing desa juga sudah menganggarkan untuk penanganan stunting. Tetapi dengan anggaran besar itu justru prevalensi kasus balita stunted naik 0,9%.

“Menurut saya ini terjadi anomali. Ini ada problem apa? Ada 12% balita yang tidak rutin mengikuti penimbangan di Posyandu. Jumlah anak balita yang ditimbang di posyandu baru 88% dari jumlah seluruh balita yang ada. Makanya prevalensinya naik,” kata Joko Sutopo saat diwawancarai Solopos.com, Selasa (17/10/2023).

Advertisement

“Menurut saya ini terjadi anomali. Ini ada problem apa? Ada 12% balita yang tidak rutin mengikuti penimbangan di Posyandu. Jumlah anak balita yang ditimbang di posyandu baru 88% dari jumlah seluruh balita yang ada. Makanya prevalensinya naik,” kata Joko Sutopo saat diwawancarai Solopos.com, Selasa (17/10/2023).

Berdasarkan data yang diperoleh Solopos.com dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Wonogiri, prevalensi anak balita stunted atau berpotensi stunting di Wonogiri lima bulan terakhir totalnya sebanyak 45.155 anak.

Data itu diperoleh dari hasil penimbangan anak balita di seluruh kecamatan dengan perincian bulan Mei, dari 44.495 anak yang ditimbang, didapati 4.607 atau 10,4% anak stunted. Kemudian pada bulan Juni, dari 43.222 anak yang ditimbang, 4.502 di antaranya atau 10,4% berstatus stunted.

Advertisement

Sementara itu, pada Juni 2023, dari jumlah bayi di bawah dua tahun (baduta) yang berstatus stunted sebanyak 1.364 anak, dilakukan screening dan didapati 823 anak suspect stunting. Kemudian dari suspect tersebut yang berhasil diperiksa ada 684 anak.

Dari pendataan Juni itu, ada 587 baduta yang dinyatakan stunting. Jumlah itu tersebar di berbagai kecamatan dengan dan inilah lima kecamatan di Wonogiri dengan jumlah kasus stunting terbanyak:

Selain itu ada 56 desa yang masuk zona merah stunting dengan jumlah anak balita stunted terbanyak yakni:

Advertisement

Terkait kondisi itu, Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, telah mengumpulkan seluruh kepala desa dan lurah serta berbagai pihak yang terkait untuk Rapat Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting di Pendapa Rumah Dinas Bupati, Selasa (17/10/2023).

Butuh Peran Kepala Desa

Bupati yang akrab disapa Jekek itu meminta kepala desa/lurah di Wonogiri berperan aktif dalam penanganan stunting di desa masing-masing. Tim percepatan penurunan stunting (TPPS) tingkat desa sudah dibentuk dan kepala desa diminta mulai serius melakukan pendampingan seluruh anak balita di desa agar rutin mengikuti penimbangan setiap bulan.

Jekek menyebut penimbangan anak balita secara rutin di Posyandu penting dilakukan. Sebab melalui posyandu itu dilakukan monitoring tumbuh kembang anak. Mereka yang dinilai stunted atau sudah dinyatakan stunting akan diintervensi secara khusus, salah satunya dengan pemberian PMT. 

Advertisement

Dia menyebut Pemkab Wonogiri memilih database lengkap mengenai penanganan stunting, mulai dari jumlah ibu hamil, anak balita, hingga anak balita stunted. Data itu terekam di aplikasi Cinta Mutiara Keluarga (CMK) Pemkab Wonogiri berdasarkan Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM).

Masing-masing desa bisa mengakses data tersebut untuk mengetahui data anak balita stunted atau ibu hamil by name by address. Dengan begitu tidak ada alasan bagi desa tidak mengetahui data tersebut. 

“Saya masih optimistis target zero stunting pada 2024 bisa tercapai. Ini yang dibutuhkan adalah peran kepala desa sebagai tokoh untuk mencari 12% anak balita yang belum datang ke posyandu. Itu harus diintervensi secara kultural. Tidak hanya mengandalkan kader posyandu,” ujar dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif