Soloraya
Senin, 13 November 2023 - 15:17 WIB

Miris! Banyak Tempat Bersejarah, Wonogiri Ternyata Belum Punya Cagar Budaya

Muhammad Diky Praditia  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Perawat Petilasan Sunan Giri di Astnana Gunung Giri, Giriwono, Wonogiri berdiri di depan pintu petilasan, Senin (13/11/2023). Astana Gunung Giri masuk dalam daftar situs yang diduga cagar budaya di Wonogiri. (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Kabupaten Wonogiri memiliki banyak benda, struktur, atau bangunan bernilai sejarah tinggi. Namun, banyak dari objek bernilai historis itu yang belum ditetapkan sebagai cagar budaya, sehingga rawan berubah bentuk bahkan mungkin punah.

Pembentukan Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB) dinilai menjadi kebutuhan untuk menjaga kelestarian objek yang diduga cagar budaya tersebut. Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan atau Disdikbud Wonogiri, Eko Sunarsono, mengatakan ada puluhan objek yang diduga cagar budaya di Wonogiri.

Advertisement

Objek itu berupa rumah, masjid, bangunan, dan banyak petilasan. Objek-objek itu memiliki nilai sejarah sejak masa sebelum hingga sesudah kolonial. Hanya, beberapa objek yang diduga cagar budaya itu kini tidak terawat.

Bahkan ada yang sudah berubah total sehingga tidak lagi berwujud seperti sediakala. Hal itu sebenarnya sangat disayangkan mengingat benda atau bangunan tersebut merupakan warisan budaya.

Advertisement

Bahkan ada yang sudah berubah total sehingga tidak lagi berwujud seperti sediakala. Hal itu sebenarnya sangat disayangkan mengingat benda atau bangunan tersebut merupakan warisan budaya.

Di sisi lain, benda atau bangunan yang diduga cagar budaya itu menyimpan cerita masa lalu sebagai bukti perkembangan peradaban manusia di Wonogiri. Data Disdikbud Wonogiri menyebut setidaknya ada 81 objek bangunan, struktur, atau benda yang diduga cagar budaya.

Data itu merupakan hasil inventarisasi Disdikbud pada 2013 atau 10 tahun lalu. “Hingga saat ini belum ada satu pun objek bersejarah di Wonogiri yang resmi ditetapkan sebagai cagar budaya,” kata Eko saat ditemui Solopos.com di Kantor Disdikbud Wonogiri, Senin (13/11/2023).

Advertisement

Terkendala Anggaran

Eko melanjutkan alasan Kabupaten Wonogiri belum memiliki objek cagar budaya lantaran kabupaten itu tidak memiliki TACB sebagai pemberi rekomendasi penetapan cagar budaya. TACB merupakan kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan cagar budaya. 

Menurut dia, belum adanya TACB di Wonogiri salah satunya karena Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri terkendala masalah anggaran. Eko menyebut TACB minimal terdiri atas lima orang yang memiliki latar belakang ilmu berbeda seperti sejarah, arkeologi, dan antropologi.

Mereka yang menjadi TACB perlu mendapatkan sertifikat kompetensi. Biaya sertifikasi termasuk akomodasi satu orang ahli bisa mencapai belasan juta rupiah. 

Advertisement

“Kendala di situ [anggaran], kami tidak memiliki anggaran yang cukup untuk membentuk TACB. Kalau soal sumber daya manusia [SDM], Wonogiri punya dan cukup banyak yang kompeten dalam bidang ini,” ujar dia.

Di samping itu, setelah suatu benda ditetapkan sebagai cagar budaya, harus ada biaya pelestarian dan perawatan cagar budaya itu tidak rusak. Hal itu sebagai konsekuensi dan tanggung jawab Pemkab Wonogiri. “Jujur saja bagi kami TACB itu penting. Itu akan kami upayakan agar bisa terbentuk,” ungkap Eko.

Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Wonogiri, Dennys Pradita, menyampaikan keprihatinan karena Kabupaten Wonogiri belum memiliki TACB. Padahal banyak tinggalan sejarah berupa bangunan, situs, dan lokasi di Wonogiri berusia puluhan hingga ratusan tahun.

Advertisement

Tanpa TACB, berarti Wonogiri selamanya tidak akan memiliki cagar budaya. Benda-benda yang diduga cagar budaya di Wonogiri akan rawan berubah dan hilang. Hal itu berarti akan menghilangkan bukti sejarah peradaban masa lampau di Wonogiri.

Usulan Bentuk TACB Belum Direspons

Kehidupan masa lalu akan hilang dari ingatan masyarakat Wonogiri. Pada keadaan itu, identitas dan jati diri masyarakat Wonogiri juga akan hilang.

Pada sisi lain, Dennys mengatakan narasi sejarah di Wonogiri selama ini masih fokus dan tersentral pada tokoh Pangeran Sambernyawa. Padahal berdasarkan benda, lokasi, dan situs yang ada, banyak sekali peristiwa sejarah di Wonogiri yang bukan saja tentang Sambernyawa.

“Kami pernah mengusulkan kepada Pemkab Wonogiri melalui Disdikbud untuk menjadi TACB. Tetapi usulan itu tidak direspons sampai sekarang. Setiap kali kami membicarakan hal itu kepada Pemkab pun alasannya terkendala anggaran,” kata Dennys yang juga Dosen Ilmu Sejarah Universitas Jambi itu.

Padahal, sambung dia, banyak pegiat sejarah asal Wonogiri yang kompeten dan memiliki latar akademik berbeda mau menjadi bagian dari TACB menggunakan dana pribadi. Masalahnya, untuk menjadi bagian dari tim itu, perlu mengikuti uji kompetensi ahli cagar budaya yang direkomendasi Pemkab Wonogiri kepada Direktorat Jenderal Kebudayaan.

“Kami sudah berulang kali bilang, tidak masalah untuk anggaran pembentukan TACB menggunakan anggaran pribadi dari kami sendiri. Selama ini, riset-riset sejarah yang kami lakukan di Wonogiri pun menggunakan dana pribadi. Tetapi sampai saat ini kami belum juga mendapatkan rekomendasi dari Pemkab,” ungkap dia.

Dia menambahkan beberapa tahun lalu MSI sudah melakukan kajian lima objek sejarah di Wonogiri. Salah satu penelitian itu yaitu tentang perusahaan perkebunan serat nanas terbesar se-Asia Tenggara pada masa Hindia Belanda di Desa Wonoharjo, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri. 

“Situs itu sudah kami ajukan ke BPCB [Badan Pelestarian Cagar Budaya] Jawa Tengah. Situs itu sudah memenuhi syarat sebagai cagar budaya. Tetapi mereka [BPCB] mengembalikkan itu kepada Pemkab Wonogiri untuk ditetapkan sebagai cagar budaya,” kata Dennys.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif