SOLOPOS.COM - Diskusi panel pembuka Urban Social Forum (USF) ke-10 di SMPN 10 Solo, Sabtu (9/12/2023). Panel pembuka tersebut bertemakan Gerakan Masyarakat Mengubah Kota. (Solopos.com/Maymunah Nasution)

Solopos.com, SOLO — Perubahan kota tidak dapat dipisahkan dari gerakan aktif masyarakat untuk berkolaborasi dan menginspirasi pembangunan selanjutnya. Namun dalam prosesnya diperlukan waktu, tenaga, dan anggaran agar masyarakat ikut berorganisasi membangun kota.

“Kolaborasi dibangun dengan pelan. Kita tidak bisa berharap pemuda atau masyarakat langsung mau datang dalam Musrenbang [Musyawarah Perencanaan Pembangunan] dan langsung mengusulkan pembangunan kota. Beri mereka waktu untuk ikut berorganisasi dan aktif berkolaborasi,” ujar arsitek dan aktivis perkotaan Marco Kusumawijaya dalam sesi tanya jawab diskusi panel pembuka Urban Social Forum bertemakan Gerakan Masyarakat Mengubah Kota di SMPN 10 Solo, Sabtu (9/12/2023).

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Marco menilai pemangku kebijakan harus menghargai proses pengorganisasian masyarakat agar tercipta ruang diskusi yang menginspirasi dan Musrenbang akan didatangi oleh anak muda.

Dalam kesempatan yang sama, akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Amalida Savirani, mengatakan bahwa gerakan kolektif masyarakat tidak bisa langsung diharapkan berjalan dalam skala besar.

Alih-alih, gerakan semacam itu selalu bermula secara kecil yang dia ibaratkan seperti aliran air yang kecil. “Namun dari aliran air kecil itu lama-lama gerakan semakin besar dan menjadi air bah, caranya dengan inisiatif menggerakkan bersama-sama dan menghargai proses kebersamaan tersebut,” tutur Amalida.

Ia melihat gerakan kolektif masyarakat sulit terbangun dalam 10 tahun terakhir. Ini karena ada kecenderungan penurunan indeks demokrasi yang membuat ruang masyarakat berbicara semakin sempit di depan pemerintah.

Di Bali, masyarakat berhasil ikut serta mengubah tatanan kota. Hal ini terbukti lewat gerakan BaleBengong, sebuah ruang jurnalisme warga di Bali yang mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam check and balance pembangunan Bali.

Penggerak BaleBengong, Luh De Suriyani, menceritakan BaleBengong telah menjadi ruang diskusi warga Bali sejak 2007 dan dikelola oleh lebih dari 1.400 kontributor secara kolektif.

“Kami mendekat ke warga di desa-desa Bali karena kebanyakan orang di Bali sendiri tidak mengenal mereka dan tidak tahu masalah apa di desa-desa itu. Bali telah menjadi kota industri pariwisata yang menekankan eksploitasi wilayah selatan atau wilayah hilir, sementara warga desa di utara bahkan tidak tahu tentang semua rencana pembangunan tempat mereka,” ujar Luh De yang juga menjadi narasumber.

Seiring berjalannya waktu, BaleBengong kemudian mengajarkan jurnalisme warga (citizen journalism) kepada warga hulu. Hal ini membuat warga akhirnya mampu menuliskan keresahan dan keluhan mereka tentang Bali secara runut dan sistematis. Dari situ mereka ikut terlibat aktif dalam mengawal pembangunan Bali.

Selain jurnalisme warga, BaleBengong juga mengajak masyarakat Bali untuk mengembangkan citizen science guna mengukur kualitas hidup mereka, mulai dari kualitas udara, air, dan tingkat timbunan sampah di kota.

Luh De Suryani merasa gerakan BaleBengong berhasil dimanfaatkan oleh warga secara optimal karena sikap malas ngomong khas warga Bali berangsur-angsur berubah. BaleBengong kemudian menjadi bagian dari pengambilan keputusan pembangunan di pulau tersebut.

Partisipasi anak muda juga penting dalam pembangunan kota. Perwakilan Think Policy, Aditya Purnomo Aji, dalam panel pembuka tersebut mengatakan pihaknya berhasil mengembangkan bootcamp kebijakan publik yang mengajak anak muda menuntut hak-hak publik.

“Forum-forum diskusi serupa Urban Social Forum ini kami buka sebagai tempat publik berbincang, lalu hasil diskusinya dibawa ke Musrenbang meskipun ini baru ada di Jakarta saja. Kami juga membuka kanal Youtube Bijak Memilih untuk mendekatkan pemilih muda dengan kandidat Pemilu 2024, mulai dari caleg hingga paslon pemilihan presiden. Di sana lengkap dengan track record serta gagasan yang dibawa,” ujar Aditya.

Ia juga meyakini indeks demokrasi berbanding lurus dengan keterlibatan masyarakat membangun kota bersama stakeholder lainnya. Itu sebabnya dia mengajak anak muda untuk mendesak kebijakan publik dan menuntut hal-hal yang memang menjadi hak masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya