Soloraya
Senin, 22 April 2024 - 15:32 WIB

Pengembangan Wisata Sangiran, Dorong Metamorfosis Warga Krikilan Sragen

Tri Rahayu  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pelayanan shuttle bus Sangiran mengantar para pengunjung Museum Manusia Purba Sangiran, Kalijambe, Sragen, Senin (22/4/2024). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Warga Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, terus berupaya untuk memajukan Desa Wisata Sangiran. Mereka bermetamorfosis dari yang awalnya petani tegalan menjadi pelaku usaha di sektor pariwisata. Mereka bergerak menjadi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan pelaku jasa transportasi wisata shuttle bus.

Perkembangan Desa Wisata Sangiran ikut mengerek perekonomian warga Desa Krikilan. Untuk memuluskan pembangunan desa wisata itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sragen sejak tiga tahun terakhir melakukan pendampingan kepada warga.

Advertisement

Pendampingan itu dilakukan sebagai bagian dari Gerakan Sinergi Reforma Agraria di Kabupaten Sragen. Dalam gerakan itu Kepala Kantor BPN Sragen, Didik Purnomo, menjadi Ketua Harian Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Sragen dan Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, didaulat menjadi Ketua GTRA Sragen.

Pada Senin (22/4/2024), GTRA Sragen berkumpul di Aula Prof. Teuku Jacob Museum Manusia Purba Klaster Sangiran di Desa Krikilan. Mereka bersinergi untuk mewujudkan cita-cita reforma agraria dalam upaya mengurangi ketimpangan pemilik tanah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sangiran.

Advertisement

Pada Senin (22/4/2024), GTRA Sragen berkumpul di Aula Prof. Teuku Jacob Museum Manusia Purba Klaster Sangiran di Desa Krikilan. Mereka bersinergi untuk mewujudkan cita-cita reforma agraria dalam upaya mengurangi ketimpangan pemilik tanah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sangiran.

“Penataan kawasan Sangiran ini dilakukan secara komprehensif. Pengembangan pariwisata tidak hanya karena hadirnya Museum Manusia Purba, tetapi juga didukung potensi lainnya yang mendatangkan sumber kemakmuran warga berbasis wisata,” ujar Didik Purnomo saat ditemui wartawan, Senin siang.

Potensi itu awalnya hanya wisata edukasi kemudian ditambah wisata kuliner, wisata lanskap lingkungan alam Sangiran yang berbukit, wisata industri batik dengan jejaringnya, dan moda Trans Jateng yang menghubungkan Solo ke Sangiran.

Advertisement

Metamorfosis dari Petani ke Pelaku Usaha Wisata

Sejumlah institusi pemerintah seperti Kejari, Polres, dan Kodim saling bersinergi di lapangan, tidak hanya di atas kertas. GTRA Sragen sudah mulai melakukan pemetaan sosial setelah melakukan pengukuran bidang tanah sejak tiga tahun lalu.

“Kami memetakan 300 keluarga di Sangiran dan dikerucutkan menjadi 27 keluarga dengan aktivitas baru. Mereka bermetamorfosis dari yang awalnya sebagai petani tegalan menjadi agen perubahan untuk membuat paket wisata yang kreatif. Seperti ada event Sangirun dan karnaval replika binatang purba yang diinisiasi tokoh masyarakat setempat,” ujarnya.

Didik berharap Pemkab Sragen bisa menangkap fenomena tersebut dan mendorong masyarakat yang bermetamorfosis itu agar lebih berkembang. Salah satunya dengan mendorong kreativitas warga untuk menciptakan sesuatu yang bisa meningkatkan daya tarik wisata.

Advertisement

“Kami pernah menguji satu travel agen wisata Bali ke Jogja, awalnya segmen sekolah berkembang menjadi dosen-dosen yang tertarik datang ke Sangiran untuk penelitian dengan membangun jejaring karena tertarik dengan penelitian alamnya. Dari penelitian itu bisa mendapatkan temuan ilmiah baru. Awalnya sederhana bisa menggelinding besar dan bersinergi bersama,” papar Didik.

Penanggung jawab Museum Manusia Purba Klaster Sangiran, M. Mujibur Rahman, berupaya meningkatkan kunjungan wisata pascapandemi Covid-19 lewat sinergi dengan pemerintah daerah dan kementerian dalam hal publikasi.

“Museum Sangiran sebenarnya masuk segmen minat khusus. Paket wisata yang ditawarkan tidak hanya edukasi sejarah, tetapi diarahkan ke wisata masyarakat, dengan lanskap alam, mata air asin, fosil di lokasi, kuliner dengan narasi nama lokal seperti balung kethek, dan ada ide-ide nama fosil jadi potensial untuk dikembangkan,” ujarnya.

Advertisement

Dia mengatakan paket-paket wisata yang dibuat masyarakat bisa meramaikan kunjungan antarklaster. Dia menerangkan misalnya kunjungan ke Dayu bisa mampir ke masyarakat untuk melihat kerajinannya atau kulinernya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif