SOLOPOS.COM - Tanaman padi berumur 30 hari mengering dan menguning karena kekurangan asupan air milik petani di wilayah Desa Sambi, Kecamatan Sambirejo, Sragen, Jumat (29/9/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Sejumlah petani di Desa Sambi, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen berspekulasi dengan menanam padi di musim kemarau ini. Dari total 219 hektare sawah di Sambi, ada 60 hektare yang ditanami padi, 35 hektare dibiarkan bera, sisanya ditanami palawija.

Dari total sawah yang ditanami padi ada sekitar 3 hektare atau 5% yang gagal panen akibat kekurangan air dampak El Nino. Tanaman padi itu rata-rata baru berumur 30 hari dan petani diperkirakan mengalami kerugian Rp12 juta per hektare.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Tanaman padi yang gagal panen itu menyebar dan semua masuk wilayah Desa Sambi. Tiga hektare itu milik banyak petani,” ujar Parno.

Rata-rata petani di sana menggarap lahan minimal 2.000 meter persegi. Bahkan ada yang 1.000 meter persegi sampai .500 meter persegi atau sebahu.

Parno menambahkan jika bisa panen, biasanya bisa laku Rp30 juta per hektare. Namun karena umur tanaman baru sebulan maka kerugiannya baru Rp12 juta per hektare, belum termasuk biaya obat.

“Lokasi tanaman padi yang gagal panen biasanya agak jauh dari sumur dalam tetapi mengandalkan pengairan dari Waduk Gebyar di Jambeyan, Sambirejo. Sekarang kondisi waduk sudah mengering. Sumur dalam di satu desa hanya ada tujuh lokasi sehingga tidak mencukupi. Akhirnya petani membiarkan tanamannya mati dan tidak bisa panen,” ujarnya.

Parno menilai petani yang menanam padi di musim kering seperti sekarang terbilang nekat, bisa juga dibilang kecele. Pasalnya, di musim kemarau tahun lalu ternyata masih ada hujan sehingga tanaman padi masih bisa panen. Namun tahun ini, hingga memasuki September hujan belum juga turun.

“Petani yang menanam palawija seperti kedelai dan jagung masih bisa panen. Petani padi yang bisa mengakses sumur dalam masih bisa panen karena tanamnya lebih awal. Inilah spekulasi petani,” jelasnya.

Penilaian serupa disampaikan Kepala Desa Sambi, Kresna Widya Permana. Sejumlah petani di desanya nekat berspekulasi berkaca pada pengalaman musim kemarau tahun lalu.

“Kalau tahun lalu  September-Oktober sudah turun hujan. Perkiraan beberapa petani saat ini meleset sehingga mereka kecele tidak ada hujan. Mereka nekat spekulasi saja. Prediksi mereka salah. Dampak kerugiannya lumayan,” ujarnya.

Dia menjelaskan pihaknya bersama Penyuluh Pertanian Lapangan sudah mewanti-wanti petani agar selama musim kemarau menanam palawija. Pola tanamnya, ujar dia, padi-padi-palawija. Tetapi ada petani yang nekat menanam padi-padi-padi.

“Mereka sudah mengetahui risikonya. Akhirnya, ada dua titik yang gagal panen, seperti di utara Dukuh Dukoh, Sambi dan utara Dukuh Tawangrejo, Sambi,” katanya.

Dia menjelaskan perkiraan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, kemungkinan hujan baru akhir Oktober atau mungkin masuk November 2023. Dia mengatakan Pemdes Sambi sudah membantu pengadaan sumur, yakni ada tujuh sumur dalam. Sumur dalam itu kedalamannya 80 meter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya