SOLOPOS.COM - Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Kabupaten Nganjuk mendampingi petani bawang merah untuk serangan OPT. (ilustrasi/istimewa).

Solopos.com, SRAGEN — Harga yang melejit hingga tembus Rp60.000 per kg tidak menjadi daya tarik bagi petani Sragen untuk bersemangat menanam bawang merah. Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) Sragen justru menyampaikan data jumlah lahan bawang merah di Sragen menyusut setiap tahunnya.

Ketua ABMI Sragen, Suratno, kepada Solopos.com, Senin (15/4/2024), mengatakan awalnya lahan bawang merah di Sragen cukup luas yakni 120 hektare pada 2021. Namun angka itu turun turun menjadi 80 hekatare pada 2022, lalu turun lagi menjadi 50 hektare pada 2023 dan pada 2024 ini tinggal 30 ha. Pokok masalahnya  terletak pada harga saat panen yang fluktuatif dan tidak bisa diprediksi. Hal ini yang membuat petani Sragen tak tertarik menanam bawang merah.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

“Akibatnya petani sering merugi, bahkan sampai tombok karena harga sering jatuh pada saat panen. Ketika harga melambung tinggi pun tidak bisa berlangsung lama dan ketika turun, langsung anjlok drastis. Jadi bertani bawang merah itu sulit. Ketika luas tanam itu 1-2 patok sampai satu hektare diharapkan bisa saling subsidi saat panen tetapi kenyataannya tidak bisa diandalkan,” jelas Suratno.

Situasi yang sulit dalam menanam bawang merah itulah, kata dia, membikin petani jera dan beralih menanam padi. Dia mendapat keluhan petani yang sudah capai menanam bawang merah kemudian beralih ke padi. Bahkan ada yang beralih dengan membuka usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

“Ketika harga bawang merah sekarang tinggi sampai Rp60.000/kg pun tak menjadi daya tarik lagi bagi petani Sragen. Petani sudah menduga paling turun lagi. Dulu banyak petani yang tombok dan kehabisan dana,” jelasnya.

Suratno menyampaikan para petani bawang merah beralih ke padi karena kondisi sekarang menjanjikan dan risiko kerugiannya tidak terlalu besar. Dia mencontohkan, tanaman padinya yang terpuruk karena roboh, kena banjir, pun setelah dipanen ternyata masih bisa mendapat hasil meski sekadar impas.

“Tanam padi itu risikonya kecil. Para petani bawang merah Sragen dengan luasan 30 hektare itu pun belum bisa menikmati harga bawang merah yang tinggi karena belum ada yang panen. Usia tanaman bawang merahnya baru sebulan sehingga masih butuh 30 hari lagi untuk panen,”katanya.

Seorang petani asal Ngrampal, Sragen, Warsito Ronggo, sudah tiga tahun tak menanam bawang merah. Dia beralih menanam padi dan saat momentum Lebaran membuat produk olahan makanan untuk oleh-oleh para pemudik. “Sudah lama enggak tanam bawang merah. Sekarang beralih profesi menjadi pelaku UMKM aneka kripik,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya