SOLOPOS.COM - Istimewa

Solopos.com, SUKOHARJO – Pengusaha muda asal Desa Kepuh, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo sekaligus Owner PT Algaepark Indonesia Mandiri, Machmud Lutfi Huzain, 33, mengembangkan usaha pengelolaan dan budi daya mikroalgae spirulina beserta produk turunan.

Perusahaan yang disebut-sebut menjadi perintis bioteknologi mikroalgae ini membawa misi merevolusi pangan fungsional, pertanian berkelanjutan, dan perbaikan lingkungan. Perusahaan itu mengkhususkan diri dalam budi daya, manipulasi, dan pengolahan mikroalgae air tawar.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Tangan dingin Machmud dan rekannya berhasil mengolah mikroalgae spirulina menjadi sejumlah produk, seperti suplemen kesehatan, kosmetik/skincare, minuman serbuk kesehatan, hingga pupuk organik cair. Upaya tersebut didukung sejumlah lembaga di Indonesia, seperti BRIN, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan lainnya dalam hal research and development.

“Inovasi algae tidak hanya berhenti pada pangan. Kami juga concern pada pertanian dan lingkungan. Salah satunya dengan membuat pupuk organik cair berbahan spirulina bernama Algalizer [merek produk]. Hasil fermentasi mikroalga spirulina dapat diolah menjadi pupuk [yang mengandung] asam amino tinggi. Itu kandungan yang langsung dibutuhkan tanaman,” ujar Machmud saat berbincang dengan Solopos.com, Kamis (1/2/2024).

Pupuk organik cair Algalizer itu dilempar ke masyarakat dengan nama produk Triple-Urrea. Keunggulan pupuk organik cair berbahan baku spirulina ini lebih cepat diserap oleh akar, meningkatkan laju fotosintesis, produktivitas tinggi, dan dapat membenahi tanah dengan tingkat kesuburan rendah. Lulusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini menyebut kualitas Algalizer tiga kali lipat lebih bagus daripada pupuk urea yang beredar di masyarakat.

“Nitrogen [pupuk organik cair spirulina] tinggi. Soal harga [Algalizer] sama dengan [harga] pupuk bersubsidi. Ini yang dinamakan bioteknologi mampu menjawab tantangan di sektor gizi dan pangan. Solusi yang bisa langsung dirasakan masyarakat saat pupuk langka dan tanah rusak [karena asam],” jelasnya.

Spirulina juga dapat dimanfaatkan menjadi penyedot emisi gas CO2. Pengusaha muda itu menuturkan sejumlah negara maju sudah menggunakan mikroalgae spirulina untuk menekan polusi udara di wilayah perkotaan. “Setiap satu meter kubik spirulina itu setara dengan satu hingga tiga pohon. Di negara maju, Algae diletakkan di tepi jalan dan digunakan sebagai substitusi pohon untuk menyerap CO2 dan menghasilkan O2,” ungkapnya.

Istimewa.
(Istimewa)

Hasil Karya Anak Bangsa

Machmud menjelaskan proses pembuatan pupuk organik cair dari spirulina dimulai dari bubur hijau yang diperas dan dipipihkan. Kemudian, dimasukkan ke dalam oven dengan suhu di bawah 70 derajat Celcius selama dua jam supaya protein di dalam alga tidak rusak. Spirulina yang tepat untuk diolah menjadi pupuk organik harus berusia lebih dari 30 hari atau paling bagus empat bulan.

“Cara pengaplikasian [Algalizer] dengan disemprotkan. Satu petak sawah ukuran 2.000 hingga 3.000 meter persegi membutuhkan 20 liter pupuk organik cair dari spirulina. [Harga] 20 liter pupuk itu Rp70.000 saja [atau Rp3.500 per liter]. Ini bisa menjadi solusi saat pupuk langka dan meningkatkan kualitas unsur hara tanah,” urainya.

Pupuk organik cair Algalizer ini hasil karya anak bangsa yang ingin berkontribusi dalam upaya mewujudkan mimpi Indonesia berkedaulatan pangan. Mimpi tersebut dimulai saat Machmud duduk di bangku kuliah pada 2008-2013. Dia melakukan penelitian di kampus tentang manfaat algae untuk mengolah limbah kelapa sawit. “Berawal dari tugas kampus untuk menggugurkan kewajiban. Tahun 2013-2024, [usaha] ini malah berkembang. Pada dasarnya bisnis itu harus mudah dikenal, beda, dan belum ada supaya cepat dikenali,” tuturnya sembari tertawa.

Kecintaan terhadap mikroalgae ini membuatnya bertemu dengan rekan kerjanya, Muhammad Zusron, lulusan UGM yang juga menggemari spirulina. Pria yang menjabat Direktur PT Algaepark Indonesia Mandiri ini menyampaikan Algae belum banyak dikembangkan di Indonesia sehingga membutuhkan banyak edukasi ke masyarakat. Mereka memperkenalkan produk pupuk organik cair Algalizer dengan menggandeng gabungan kelompok tani (Gapoktan). Zusron menekankan bahwa pupuk organik cair spirulina ini tidak hanya menjadi solusi saat pupuk langka, tetapi juga bisa menjadi substitusi pupuk urea dan NPK.

“Produk ini memang belum dijual bebas. Tetapi, izin dari Kementerian Pertanian sudah keluar pada Desember 2023. Dua kali uji, yakni mutu dan efektivitas. Kami masih fokus sosialisasi dan mengedukasi masyarakat secara langsung melalui petani. Kami mendampingi [petani] agar mau menjajal langsung,” jelas Zusron.

Pada akhir perbincangan, Machmud menyebut usaha pengolahan dan budi daya spirulina ini seperti industri hijau terbesar tanpa emisi. Dia bersyukur karena usaha tersebut berkembang dan bisa membuka lapangan kerja.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya