SOLOPOS.COM - Ilustrasi cerita rakyat. (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Solopos.com, WONOGIRI — Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Wonogiri mendorong guru pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sekolah dasar (SD) menulis cerita rakyat atau dongeng di wilayah mereka masing-masing.

Penulisan dongeng itu sebagai cara merawat cerita lisan yang mulai hilang sekaligus upaya pemajuan kebudayaan. Selain itu, bisa menjadi bahan ajar bagi siswa.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Wonogiri, Eko Sunarsono, saat berbincang dengan Solopos.com, Senin (12/11/2023), mengatakan cerita rakyat dan dongeng yang diceritakan secara lisan sangat banyak di desa-desa di Wonogiri.

Hampir semua desa di Wonogiri memiliki cerita rakyat lokal. Tetapi cerita itu masih berupa cerita lisan sehingga rentan sekali terlupakan ketika sudah tidak ada lagi yang menuturkan.

Maka dari itu, perlu upaya pelestarian cerita rakyat lokal dengan cara menuliskan cerita tersebut. Hal ini penting sebab dongeng atau cerita rakyat desa pasti memiliki nilai kearifan lokal yang relevan dengan kondisi desa itu.

Guru menjadi subjek dalam penulisan rakyat karena cerita rakyat yang mereka tulis bisa menjadi bahwa ajar bagi siswa.

“Pekan lalu, kami adakan lokakarya penulisan dongeng yang diikuti sekitar 108 guru PAUD-SD. Kami beri waktu tiga bulan untuk mereka menggali kembali cerita-cerita lisan di wilayah masing-masing untuk dituliskan, lalu dibukukan. Buku itu nanti bisa buat bahan ajar. Plusnya, bisa menambah kredit poin guru,” kata Eko.

Pemajuan Kebudayaan

Dia melanjutkan upaya merekam cerita rakyat lokal desa dengan cara menulis ini juga bagian dari pemajuan kebudayaan. Dengan menggali kembali cerita lokal, maka akan memperkaya keberagaman budaya, mempertegas jati diri, dan melestarikan warisan budaya lokal. Hal itu sesuai dengan tujuan pemajuan kebudayaan.

Eko mengatakan lokakarya ini juga bertujuan agar cerita rakyat di Wonogiri tidak terlalu didominasi cerita soal Pangeran Sambernyawa dan Wali Songo yang berkunjung di Wonogiri. Masih banyak cerita-cerita di desa yang tidak kalah menarik dan mengandung amanat bahkan memiliki nilai historis pada desa itu.

“Cerita rakyat di Wonogiri itu tidak kurang-kurang. Di mana ada danyangan, sudah pasti ada cerita rakyat di situ,” ujar dia.

Sementara itu, penulis cerita rakyat sekaligus pemateri ada lokakarya itu, Kun Prastowo, menyampaikan sebenarnya tidak sulit bagi guru untuk menggali dan menuliskan cerita rakyat yang bisa dikonsumsi siswa PAUD-SD.

Siswa-siswa itu hanya butuh cerita sederhana dan tidak panjang. Hal itu tentu cukup mudah bagi guru sebagai penulis pemula.

“Memang, dalam cerita rakyat lokal desa, tokoh cerita yang ada terlalu sedikit. Kadang ditemukan cerita yang memiliki alur atau plot yang tidak lengkap. Tetapi justru hal itu bisa menjadi kesempatan bagi guru untuk bereksplorasi, menguji imajinasi mereka dalam menulis,” kata Kun.

Dalam penulisan dongeng atau cerita rakyat, boleh saja guru menambahkan tokoh atau alur asal tidak mengubah pokok dan amanat certia yang ada. Bahkan hal itu dianjurkan ketika cerita yang ada dinilai kurang memiliki nilai kearifan lokal atau amanat. “Itu sah-sah saja untuk menjadi bahan ajar siswa,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya