SOLOPOS.COM - Suasana sidang pemeriksaan pendahuluan uji materi UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) secara daring, Kamis (7/9/2023) siang di Gedung Fakultas Hukum UNS Solo. (Solopos.com/Kurniawan)

Solopos.com, SOLO–Sidang pemeriksaan pendahuluan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7/2017 tentang Pemilu digelar Mahkamah Konstitusi (MK) secara daring, Kamis (7/9/2023) sekira pukul 14.45 WIB.

Penggugat, Arkaan Wahyu Re A, dan kuasa hukumnya mengikuti persidangan dari Ruang Video Conference Fakultas Hukum (FH) UNS Solo. Sidang digelar atas permohonan gugatan Pasal 169 UU Pemilu tentang batas minimal usia Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Di pasal itu diatur batas minimal usia Capres Cawapres 40 tahun. Pemohon gugatan memohon agar batas minimal usia Capres Cawapres diturunkan menjadi 21 tahun. Pantauan Solopos.com, majelis hakim MK meminta kuasa hukum memperkenalkan para pihak yang hadir.

Majelis hakim juga meminta pemohon melalui kuasa hukumnya menyampaikan pokok-pokok permohonan. Mulai dari identitas pemohon gugatan, kewenangan Mahkamah, legal standing, alasan mengajukan gugatan, dan yang diinginkan pemohon (petitum).

Permohonan gugatan yang diajukan Arkaan Wahyu selanjutnya disebut perkara nomor 91/PUU-XXI/2023. Selanjutnya kuasa hukum dari Arkaan, yaitu Utomo Kurniawan dan Ilyas Satria Agung, bergantian menyampaikan pokok-pokok permohonan. Mulai dari Arkaan selaku pemohon, yang merupakan warga Jebres, Solo.

Hingga tim kuasa hukum yang mewakili Arkaan. Selanjutnya kuasa hukum menjelaskan materi gugatannya dengan Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang juga terkait permohonan gugatan Pasal 169 UU Pemilu. Perbedaan itu terkait batas minimal usia Capres Cawapres yang di mohonkan, yaitu 21 tahun.

Kuasa hukum Arkan juga menyampaikan poin tentang objek permohonan Pasal 169 huruf (q) UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu.

Sedangkan untuk poin pokok kedudukan hukum dan kepentingan hukum pemohon disampaikan Pemohon adalah warga negara Indonesia yang berstatus sebagai mahasiswa UNS.

Juga dijelaskan pemohon adalah rakyat biasa yang suatu saat ingin mengabdikan diri kepada bangsa dan Tanah Air. Lebih jauh disampaikan tentang alasan-alasan permohonan gugatan. Keberadaan objek permohonan yaitu Pasal 169 huruf (q) dinilai bentuk pelanggaran moral, dan berhubungan dengan diskriminasi.

Sebab ketentuan dalam objek permohonan itu menciptakan diskriminasi dari perbedaan golongan umur yang seharusnya diberikan kesempatan yang sama.

Padahal, kuasa hukum melanjutkan peran anak muda dalam memimpin berbagai pergerakan besar di Indonesia telah menunjukkan secara historikal negara ini mencapai hal-hal besar atas perjuangan anak muda.

Dijelaskan juga bahwa kualitas dan kompetensi kepemimpinan tidak berkorelasi dengan usia seorang pemimpin. Kualitas kepemimpinan seseorang lebih terlihat dari pengalaman kepemimpinannya selama ini. Bisa jadi seseorang dengan usia 40 tahun atau lebih, memiliki pengalaman minim dalam memimpin dibandingkan figur yang lebih muda.

“Bahwa seseorang berusia 40 tahun dicalonkan sebagai Capres dan Cawapres padahal belum pernah menjadi pemimpin. Sedangkan seseorang lain yang berusia minimal 21 tahun, tetapi telah berpengalaman menjadi pemimpin di tingkat daerah selama beberapa tahun, memimpin suatu perusahaan, dan lain sebagainya,” urai kuasa hukum pemohon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya