Soloraya
Rabu, 21 Februari 2024 - 14:56 WIB

Sulit Mendapatkan Pasokan Daging, Pedagang Kuliner Anjing di Solo Merana

Dhima Wahyu Sejati  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi penolakan konsumsi daging anjing (Solopos/Dok)

Solopos.com, SOLO—Pedagang atau pelaku usaha kuliner daging anjing tidak ambil pusing terkait Surat Edaran Wali Kota. Bagi para pedagang yang menjadi permasalahan justru tidak adanya pemasok daging anjing sehingga membuat mereka tidak bisa berjualan.

Pemkot Solo menerbitkan Surat Edaran (SE) Wali Kota Solo Nomor TN.38 /597/2024 tentang imbauan konsumsi produk pangan asal hewan yang aman dan sehat di Kota Solo.

Advertisement

Surat edaran yang ditandatangani Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka itu ditetapkan pada 19 Februari 2029. Sebagian isinya mengimbau masyarakat untuk tidak  mengkonsumsi hewan nonternak seperti anjing, kucing, dan kera. 

Dalam SE itu tertulis bahwa mengkonsumsi makanan yang berasal dari hewan nonternak disebut bisa berpotensi tertular zoonosis atau penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya. 

Ketua Paguyuban Kuliner Guguk Soloraya, Agus Triyono, mengatakan surat tersebut hanya bersifat imbauan. Sejauh ini para pedagang lebih memilih melanjutkan berjualan olahan daging anjing meski hanya sebagian.

Advertisement

“Sebagian penjual masih jalan, tapi banyak juga yang akhirnya tidak jualan karena sudah tidak ada pemasok [daging anjing] ke wilayah Solo.” kata dia kepada Solopos.com, Rabu (21/2/2024).

Menurut dia, saat ini para pedagang kesulitan mendapatkan pasokan daging anjing setelah ramai kasus razia truk yang mengangkut ratusan ekor anjing saat melintas di Gerbang Tol Kalikangkung, Semarang, pada 6 Januari 2024 lalu.

Akibat kasus tersebut sudah tidak ada lagi yang berani memberikan pasokan ke para penjual olahan daging anjing. Agus bercerita selama ini di wilayah Solo, pasokan hewan anjing kebanyakan berasal dari Sragen.

“Pemasok dari Sragen itu sejak 6 Januari [2024], juga ikut berhenti karena takut. Sebenarnya banyak dari sana karena ada yang ketangkap di Semarang itu mereka berhenti. Nah otomatis kita kan terganggu yang ada di Solo,” kata dia.

Advertisement

Para pedagang pun harus mencari alternatif di daerah lain yang ada di sekitar Soloraya. Namun, sayangnya pasokan yang ada tidak bisa mencukupi seluruh pedagang. Akibatnya yang tidak mendapatkan pasokan, banting setir dengan membuka usaha lain.

“Akhirnya kan banyak yang tidak bisa berjualan, karena selama ini kan penjual-penjual di Solo mengandalkan dari Sragen. Pasokan anjing di Solo itu 90% dari wilayah Sragen,” kata dia.

Dia mengatakan sementara ini sebagian pedagang kuliner anjing mencari mata pencaharian lain seperti membuka warung makan mentok sampai kuliner babi. Menurut dia, mereka yang pindah pekerjaan itu usahanya masih sepi tidak seramai sebelumnya.

Agus sendiri terpaksa membuka jasa angkut untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan melunasi kredit di bank. Pendapatannya dari jasa angkut tidak banyak, dalam sekali angkut di dalam kota dia mendapat upah Rp50.000. Dia mengaku sudah dua bulan ini kondisi keuangannya memburuk.  

Advertisement

“Ya itu kadang dapet, kadang tidak, sehari kadang blong. Ya pokoknya kalau buat memenuhi kebutuhan makan bisa, tapi untuk kebutuhan lain seperti angsuran di bank belum mencukupi,” kata dia.

Dia mengatakan SE Wali Kota itu tidak menjawab akar persoalan yang dihadapi para pelaku kuliner olahan daging anjing. Sebetulnya, menurut Agus, seharusnya pemerintah memberlakukan regulasi agar usaha kuliner daging anjing ini berjalan secara legal. Pihaknya pun tidak akan merasa keberatan jika harus diawasi oleh pemerintah.

Sekalipun harus dilarang, menurut dia, pemerintah terlebih dahulu harus memfasilitasi para pedagang olahan anjing itu untuk beralih ke pekerjaan yang baru. Mulai dari memberikan modal, pelatihan, sampai pendampingan agar usaha baru yang ditempuh bisa menghidupi.

Tidak seperti Agus, pedagang kuliner daging anjing asal Pucangsawit, Solo, Budi Gendon, masih bisa berjualan. Dia sendiri juga mengaku tidak mempersoalkan SE dari Wali Kota itu.

Advertisement

“Tapi memang pemerintah kan ya harus tahu bahwa kita juga warga, banyak teman-teman itu harus menghidupi keluarga, kan gitu. Jangan dipandang sebelah mata gitu lo,” kata dia.

Meski baginya SE itu tidak berpengaruh, namun dirinya saat ini kesulitan mendapatkan pasokan daging anjing. Sebelum kasus di Semarang sempat ramai, dirinya dan pedagang lain mudah mendapatkan pasokan.

Agar dirinya tetap bisa mencari penghasilan dengan membuka warung, dirinya harus berkeliling dari kampung ke kampung di Soloraya untuk mencari penjual anjing. 

“Ya carinya sulit, banyak yang akhirnya tidak berjualan. Banyak yang beralih ke mentok dan babi tapi ya tidak laku, kasihan itu,” kata dia

Berkurangnya pasokan membuat harga hewan anjing naik di pasaran. Dia mengatakan saat ini satu ekor anjing bisa naik sampai Rp70.000 sampai Rp80.000. Untuk merespons itu, Budi juga terpaksa menaikkan harga menu di warungnya.

“Nah kenaikan itu ya membuat warung sepi. Jadi kalau kalangan bawah itu kan kalau tidak pegang uang ya mereka nggak akan beli, to. Nah ini otomatis mempengaruhi omzet, ya berkurang,” kata dia.

Advertisement

Dia berharap ke depan pemerintah lebih tegas menerbitkan regulasi distribusi hewan anjing dan melegalkan usaha kuliner anjing. Sebab, menurutnya para pedagang sudah sejak dulu berjualan di Kota Solo sehingga sudah sewajarnya diperlakukan dengan baik.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif