SOLOPOS.COM - Seorang warga Boyolali, Pardi Mbabung alias Thunder, tinggal di tenda dekat perumahan elite Boyolali Hills, Sabtu (1/6/2024). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI – Seorang pria bernama Pardi Mbabung atau Thunder tinggal di sebuah tenda yang telah ia bangun sejak 2023. Ironisnya, lokasi tendanya dekat dengan sebuah perumahan elite, Boyolali Hills, Karanggeneng, Boyolali.

Lokasi tinggalnya hanya berjarak beberapa ratus meter dari Boyolali Hills. Dari Bundaran Boyolali Hills, di sisi timur jembatan dengan jalan masuk setapak ke ladang, tendanya tersembunyi ke dalam dan dekat bantaran sungai.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Ia mengaku tinggal di bawah tenda setahun lalu sejak memutuskan tidak ingin menyusahkan keluarga. Ia akhirnya tinggal di tenda terpal berwarna biru dan baliho bekas dan menyendiri.

“Saya tinggal di sini [tenda] sudah setahun karena punyanya ini. Misal saya punya hotel atau rumah, pasti tinggal di sana,” kata dia saat berbincang dengan wartawan, Sabtu (1/6/2024).

Untuk makan sehari-hari, ia memasak sendiri di tendanya, dari pemberi kerja, dan sesekali membeli di luar. Sehari-hari ia mencuci, mandi dan lain-lain di sungai bawah. Lalu mengambil air untuk memasak dari masjid terdekat.

Pardi menceritakan ketika hujan deras melanda, air masuk ke dalam tendanya. Ia mengatakan di tengah kondisi tersebut tetap bisa tidur. Ia mengaku nyaman-nyaman saja tinggal di bawah tenda. Dia menjelaskan tidak ada dukanya tinggal di tenda karena diniatkan tirakat untuk mendapatkan ilham.

Sebelum tinggal di ladang, pria 49 tahun tersebut mengaku sempat berpindah-pindah tempat tinggal bersama saudaranya bahkan orang yang memberinya pekerjaan. Namun, ia merasa tidak enak hati tinggal bersama orang lain terus.

Ia mengatakan ia bekerja serabutan sebagai buruh bangunan dan tani. Uangnya sehari-hari, tutur dia, tak cukup untuk menyewa indekos.

“Enggak punya [uang] untuk kontrak, tapi pokoknya seadanya saja. Ada yang longgar [membantu] gratis, saya maturnuwun tapi pekewuh [tidak enak hati]. Masa saya dibantu tapi hanya duduk manis. Saya sukanya diberi kerjaan,” kata dia.

Pardi mengaku tak hanya ada orang baik menawarkan indekos, ada pula yang ingin membuatkan rumah permanen. Namun, ia khawatir kalau menyusahkan orang lain karena pasti biayanya cukup mahal.

Ketika ada orang membantu, ia ingin dibuatkan gerobak yang bisa berpindah-pindah untuk tinggal sekaligus usaha berdagang.

Selanjutnya, Pardi mengatakan ia memiliki tujuh saudara kandung. Lalu, ia mengaku telah menikah dan memiliki anak dan mereka tinggal di luar kota. Ia mengusahakan tiap bulan tetap mengirimkan uang ke keluarganya.

Ia juga membeli sepeda motor bekas seharga Rp1 juta dan hanya memiliki BPKB untuk ia bawa bekerja sebagai buruh tani atau bangunan.

“Saya KTP-nya itu tinggal di Singkil, Karanggeneng. Namun, KTP tidak saya bawa. Saya tinggal di tempat pemberi kerja dulu,” kata dia.

Sementara itu, orang yang pertama kali menemukan Pardi Mbabung, Agus Supriyadi, menceritakan kali pertama bertemu dengan pria yang hidup di tenda tersebut karena melihat sepeda motor yang selalu terparkir di ladang.

Ia yang hampir setiap hari lewat jalan dari tempat kerja tersebut merasa curiga dengan adanya sepeda motor tersebut. Agus lalu mengecek ke ladang tersebut dan melihat ada sebuah tenda berdiri tersembunyi di ladang.

“Saya pertama kali bertemu sekitar dua pekan lalu. Pertama kali mengecek dan tahu ada tenda itu. Saat mengecek bersama anak saya yang SD itu ternyata tidak ada. Anak saya ingin mengecek lagi sampai ketemu sama penghuni tendanya,” kata dia.

Memperkirakan ada penghuni, ia datang sehari setelahnya dengan membawa sembako, mi, dan makanan lain. Kagetnya dia bertemu dengan Pardi yang ternyata adalah tetangganya saat tinggal di Siswodipuran, Boyolali.

Ia menceritakan Pardi telah pindah lama dan tidak tahu kabarnya. Agus juga mengenal Pardi sebagai seniman seni taman di Boyolali.

“Mas Pardi itu seniman yang luar biasa. Cuma sepertinya dia lebih enjoy tinggal sendiri, terlebih di bantaran sungai. Saya sudah tiga kali mendengar berita orang tinggal di tenda, tapi baru kali ini saya lihat,” kata dia.

Ia mengatakan sempat mengajak Pardi untuk tinggal di tempatnya yang kosong. Namun, tawaran tersebut ditolak oleh Pardi.

Agus pun lalu membuat video tentang Pardi dan diunggah ke media sosial. Beberapa kawan kemudian peduli dan menitipkan donasi uang. Ia mendapatkan uang sekitar Rp1 juta, dari donasi yang didapat ia membelanjakan per pekan.

“Kalau saya kasihkan uang, takutnya nanti dia enggak bisa mengatur. Tujuan saya uang Rp1 juta lebih itu agar dia bisa makan,” kata dia.

Ia menjelaskan telah berkoordinasi dengan Pemerintah Desa (Pemdes) Karanggeneng dan memperbolehkan Pardi untuk berada di ladang. Namun, ketika tanahnya nanti dibutuhkan bisa diminta pindah sewaktu-waktu.



Sementara itu, Kepala Desa Karanggeneng, Suparji, mengatakan Pardi tinggal di ladang milik orang lain.

“Dari relawan dan perangkat desa sudah mengecek lokasi. Kami koordinasikan dengan Dinsos [Dinas Sosial Boyolali],” kata dia.

Sementara itu, Kepala Dinsos Boyolali, Sumarno, mengatakan belum mengetahui tentang hal tersebut. Ia mengatakan Dinsos Boyolali bakal berkoordinasi dengan desa dan mengecek ke lokasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya