SOLOPOS.COM - Kuasa hukum terdakwa, Asri Purwanti saat memberikan keterangan dalam sidang lanjutan kasus pemotongan alat kelamin di Pengadilan Negeri (PN) Solo, Senin (21/8/2023). (Solopos.com/R. Bony Eko Wicaksono)

Solopos.com, SOLO–Kuasa hukum terdakwa kasus pemotongan alat kelamin, YC meminta keringanan hukuman kepada majelis hakim. Saat persidangan, majelis hakim sempat menolak alat bukti yang diajukan saksi terdakwa.

Sidang lanjutan kasus pemotongan alat kelamin kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Solo, Senin (21/8/2023). Sidang lanjutan itu dengan agenda pemeriksaan saksi yang diajukan terdakwa. Sidang dipimpin oleh ketua majelis hakim, Richmond P. B. Sitoroes dengan hakim anggota, Wiryatmi, dan Rina Indrajanti.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Kuasa hukum terdakwa, Asri Purwanti, mengatakan kasus pemotongan alat kelamin itu dipicu masalah keluarga. Kliennya merasa sakit hati karena rela pindah agama dan tulang punggung keluarga namun justru diceraikan oleh IPN.

“Peristiwa itu terjadi pasti ada sebab akibat. Klien saya itu ditinggali utang untuk biaya pernikahan adat Bali. Namun justru diusir dan diceraikan. Pasti sakit hati dan kecewa,” kata dia, saat ditemui wartawan di PN Solo, Senin.

Menurut Asri, saksi yang diajukan terdakwa mengajukan alat bukti berupa percakapan di WhatsApp, foto pernikahan adat Bali, dan lain sebagainya. Hal ini agar majelis hakim memberi keringanan hukuman terhadap terdakwa.

“Tadi kami sempat alot berargumen dengan majelis hakim soal alat bukti yang ditolak. Nanti kami sampaikan lagi saat sidang dengan agenda pleidoi,” papar dia.

Soal restitusi atau uang ganti rugi yang diminta korban, Asri kembali menolak hal itu. “Ya kami jelas menolak jika korban meminta restitusi. Permintaan restitusi tidak bisa dadakan. Harus lewat Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang memfasilitasi proses restitusi,” ujar dia.

Sementara itu, kuasa hukum korban, Aji Mastoto, mengatakan kliennya berkukuh meminta uang ganti rugi atau restitusi karena mengalami cacat dan membutuhkan dana untuk membiayai pengobatan di rumah sakit.

Pihaknya akan mengajukan surat resmi ke LPSK untuk memfasilitasi restitusi agar IPN bisa berobat ke rumah sakit.

“Batas waktunya kan enam bulan. Nanti, kami juga berencana  menempuh jalur perdata. Ini langkah hukum korban,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya