SOLOPOS.COM - Camat Polokarto, Heri Mulyadi saat ditemui di Kantor Kecamatan Polokarto, Kamis (26/10/2023). (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO — Pemerintah Desa (Pemdes) Karangwuni, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo tengah membangun lapangan sepak bola dan balai kelompok tani. Sayangnya, kedua pembangunan itu dinilai melanggar peraturan daerah (perda) lantaran dibangun di tanah pertanian, bahkan masuk zona hijau.

Kepala Bidang (Kabid) Pemerintahan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermades) Sukoharjo, Sigit Nugroho, mengungkapkan regulasi yang dilanggar Pemdes Karangwuni adalah Perda No. 1/2018 tentang Perubahan Atas Perda No.14/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011-2031.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Sigit membeberkan pembangunan lapangan sepak bola seluas 14.869 meter persegi itu menggunakan lahan pertanian tanah kas desa. Sedangkan pembangunan balai kelompok tani seluas 4.569 meter persegi itu berada di kawasan hijau yang masih produktif. Sesuai regulasi tersebut pembangunan dalam bentuk apapun di atas tanah tersebut harus dihentikan.

“Oleh karena itu harus dikembalikan ke fungsi semula, karena masih terdaftar di e-Alokasi dan mendapatkan jatah pupuk bersubsidi,” kata Sigit kepada wartawan pada Kamis (26/10/2023).

Ia juga menyebutkan lahan yang dipakai untuk lapangan bola dan balai kelompok tani itu Kawasan Peruntukan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi (KUPZ) dari Kawasan Peruntukan Peraturan Pangan.

Oleh karenanya, ia meminta Pemerintah Desa Karangwuni agar mengajukan permohonan perubahan zona atas lahan ke Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Sukoharjo.

Sementara itu, Kades Karangwuni, Hartono, mengatakan tanah pertanian di utara Dukuh Gemblung itu sudah telanjur diuruk untuk jadi lapangan sepak bola.

Ia tak tahu apa yang dilakukan Pemdes Karangwuni melanggar perda lantaran menganggap penggunaan tanah bengkok merupakan kewenangan desa.  Hartono juga mengaku telah mengantongi persetujuan warga untuk mengalihfungsi lahan tersebut.

“Tokoh masyarakat, RT dan RW sudah tanda tangan persetujuan semua. Kami sudah ada peraturan desanya. Penggunaan tanah bengkok kan kewenangan kami sebagai pemerintah desa,” ungkap Hartono.

Pembangunan lapangan bola itu akan berlangsung dalam tiga tahap menyesuaikan dana desa. Tak tanggung-tanggung, alokasi anggaran pembangunan lapangan sepak bola itu berkisar Rp1,8 miliar. Rumput yang digunakan pun akan seperti yang dipakai di Jakarta International Stadium (JIS).

Hartono berharap lapangan itu bisa jadi sarana warga berolahraga terutama sepak bola. Lapangan itu juga direncanakan jadi salah satu sumber pendapatan asli desa dan akan dikelola badan usaha milik desa.

Sementara balai tani yang dipermasalahkan juga telah rampung dikerjakan. Bahkan telah digunakan untuk menyambut kunjungan Plt Menteri Pertanian (Mentan), Arief Prasetyo Adi, pada Selasa (24/10/2023) lalu.

Camat Mendukung Pemdes Karangwuni

Camat Polokarto, Heri Mulyadi, turut mengomentari persoalan pembangunan lapangan dan balai kelompok tani tersebut. Ia menyebut pembangunan lapangan Desa Karangwuni merupakan keinginan bersama warga yang harus terus berlanjut.

“Sebaiknya, pembangunan lapangan desa dan balai tani dilanjutkan. Karena merupakan keinginan bersama warga Karangwuni. Kecuali, jika ada pro dan kontra di masyarakat, bisa ditinjau ulang. Kalau sudah ada kesepakatan untuk membuat fasilitas umum meningkatkan PADes kenapa tidak didukung,” kata Heri yang juga ditemui di Kecamatan Polokarto.

Lebih jauh ia mengungkapkan apa yang dilakukan Pemdes Karangwuni juga mempunyai dasar hukum, yakni UU No 6/2014 tentang Desa. Selain itu juga Permendagri No 44/2016 tentang Kewenangan Desa yang didalamnya mengatur tentang hak asal usul yang tercantum dalam Pasal 7 dan Pasal 10.

“Jika dalam perkembangannya masyarakat sepakat mengalih fungsikan tanah kas desa sebagai lapangan sepak bola, maka tidak menjadi persoalan,” tegas Heri.

Ia juga mengatakan jika UU Desa dan Permendagri tersebut dibenturkan dengan Perda RTRW, maka desa selamanya tidak akan berkembang, termasuk menggali potensi desanya. Padahal, cita-cita undang-undang desa adalah menjadikan desa itu mandiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya