SOLOPOS.COM - Warga menonton monyet ekor panjang di kandang yang akan diangkut dan diserahkan ke BKSDA Jawa Tengah di Tamansari, Boyolali, Selasa (10/10/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Invasi monyet ekor panjang atau Macaca fascicularis ke permukiman warga wilayah Tamansari, Boyolali, sudah berlangsung selama 13 tahun, tepatnya sejak erupsi besar Gunung Merapi pada 2010.

Hewan yang awalnya tinggal di hutan Gunung Merapi turun ke permukiman karena hawa panas Merapi dan kesulitan mendapatkan makanan. Warga pun harus berperang melawan mereka dan mempertahankan tanaman di ladang agar tak dimakan monyet.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Salah satu warga Gendulan, Jemowo, Tamansari, Martuti, 40, menceritakan awalnya monyet ekor panjang itu hanya datang ke ladang warga. Namun, sejak 2020, monyet ekor panjang mulai masuk ke rumah-rumah warga.

Ia menduga monyet masuk ke pemukiman karena warga sudah semakin jarang menanam makanan kesukaan monyet seperti jagung, tomat, dan sebagainya di ladang. Jika menanam tanaman yang disukai monyet, warga melindunginya menggunakan jaring.

“Jadi semisal tidak ada makanan, benih jagung yang baru saja kami taruh di ladang itu pas kami pulang terus dimakan. Itu mengganggu sekali, kadang saya mengusirnya dengan cara halus seperti bicara dengan manusia, meminta mereka untuk datang waktu panen saja, eh, mereka manut,” ceritanya saat berbincang dengan Solopos.com di Tamansari, Selasa (10/10/2023).

Setelah diajak bicara seperti itu oleh warga Tamansari, Boyolali, tersebut, monyet-monyet itu ternyata benar datang sewaktu panen jagung dan mengambil hasil panen. Ketika monyet diusir secara kasar, monyet cenderung akan merusak tanaman orang yang mengusir itu.

Lebih lanjut, monyet ekor panjang yang datang ke rumah-rumah warga juga mengambil buah-buahan seperti pisang, rambutan, jambu, dan buah-buah lain. “Setahu saya, mereka belum pernah menyerang warga secara fisik. Akan tetapi main-main di atap, jadi genting pada melorot,” cerita dia.

Gerakan Membuat Jebakan

Cerita hampir serupa disampaikan Kepala Desa Sangup, Triyono. Ia menyampaikan awalnya monyet ekor panjang hanya mengganggu di ladang warga sejak 2010. Hal tersebut menyebabkan petani enggan menanam tanaman yang disukai monyet seperti tomat, jagung, padi, singkong, dan sebagainya.

Merasa tidak menemukan makanan di ladang warga, monyet-monyet kemudian datang ke pemukiman warga sejak 2015. Akhirnya, pada September 2023, Triyono menjelaskan ada atensi dari Pemerintah Kecamatan Tamansari, Boyolali, di bawah kepemimpinan Camat Suyanta dalam upaya penanganan monyet ekor panjang.

Camat memerintahkan para kades menggerakkan warga membuat jebakan berbentuk kandang dari kayu dan bambu. Perangkap berupa kandang tersebut ditaruh di dalam tanah, kemudian di dalamnya ditaruh umpan seperti pisang, tomat, dan sebagainya.

Di atas kandang ditutupi dedaunan agar monyet tidak menyadari mereka masuk perangkap. Ketika monyet masuk, pintu kandang akan otomatis tertutup. “Hampir seluruh KK [kepala keluarga] di Sangup sudah membuat jebakan ini, ada sekitar 900 KK di sini,” jelas dia.

Terpisah, Camat Tamansari, Boyolali,  Suyanta, selama satu tahun ia menjabat di wilayah itu, hanya ada dua masalah krusial yang dihadapi warganya. Pertama, pasokan air bersih dan, kedua, invasi monyet ekor panjang ke ladang pertanian warga.

Awalnya hanya masuk ke ladang-ladang pertanian, monyet-monyet di Tamansari, Boyolali, lama-kelamaan semakin berani masuk ke pemukiman warga. Kedatangan monyet ekor panjang yang memburu produk-produk pertanian akhirnya membuat petani enggan menanam sayuran yang disukai mereka.

Suyanta meyakini awalnya monyet ekor panjang yang datang ke Tamansari 13 tahun lalu tidak sebanyak saat ini. Namun, selama waktu itu, karena tidak ada tindakan pengendalian, monyet ekor panjang beranak pinak dan menjadi ribuan ekor.

“Jadi betina monyet ekor panjang itu bunting hanya enam bulan. Sekali melahirkan 2-3 ekor. Kemudian, pejantannya yang tangguh itu dalam sehari bisa membuahi 24 ekor betina. Bisa dibayangkan, pertumbuhan jumlah monyet ekor panjang di Tamansari semakin banyak,” jelas dia saat berbincang dengan Solopos.com di kantornya, Selasa (10/10/2023).

Program Berbasis Kearifan Lokal

Ia menceritakan tak sekadar beranak-pinak, monyet-monyet tersebut juga memiliki kelompok-kelompok tersendiri di 10 desa di Tamansari. Suyanta menyebut serangan monyet ekor panjang telah merata di 10 desa.

Dari 10 desa itu, empat desa yang terparah terdampak serangan monyet ekor panjang di Tamansari, Boyolali, yaitu Sangup, Mriyan, Jemowo, dan Lanjaran. Untuk mengatasi serangan monyet, Suyanta memerintahkan kepala desa untuk menggerakkan warganya membuat perangkap.

Perangkap tersebut berbentuk kandang yang terbuat dari bambu dan kayu. Suyanta menegaskan dalam pengendalian jumlah monyet ekor panjang di Tamansari dilakukan dengan cara kearifan lokal yang humanis yaitu tanpa membunuh dan menyiksa.

Perintah tersebut terlaksana sejak awal September 2023. Untuk menambah semangat warga, Suyanta juga menyediakan bonus Rp50.000 per ekor bagi warga yang berhasil menangkap monyet ekor panjang.

“Kemarin berapa yang sudah menghubungi ya, ada Wonogiri, Kopeng, Selo, Cepogo, dan Gladagsari. Dari sini saya mendapat gelar baru Master of Kethek oleh warga, bahkan dipanggil Camat Kethek.”

Beberapa desa telah bergerak dan selama kurun waktu 40 hari dengan hasil 146 monyet ekor panjang yang ditangkap di Sangup dan  tiga ekor ditangkap di Lanjaran. Awalnya monyet-monyet yang tertangkap hanya ditandai dengan cat lalu dilepasliarkan di tempat yang agak jauh dari ladang warga.

Namun, hal tersebut dianggap tidak efektif. Akhirnya, Pemerintah Kecamatan Tamansari bekerja sama dengan berbagai pihak mulai dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Boyolali hingga Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jateng untuk mengatasi masalah monyet ekor panjang.

“Monyet-monyet tersebut nantinya lewat BKSDA akan dikembalikan ke cagar alam. Infonya nanti di Nusakambangan,” kata dia. Lebih lanjut, Suyanta berharap nantinya semua lahan memiliki jebakan sendiri. Sehingga bisa menanggulangi serangan monyet ekor panjang yang menginvasi lahan pertanian di Tamansari.

Setelah melihat keberhasilan program jebakan monyet dan bekerja sama dengan BKSDA, Suyanta mengaku dihubungi beberapa pihak yang ingin mereplikasi programnya. Ia mempersilakan bagi yang ingin belajar bisa langsung ke Tamansari tanpa khawatir ada hak paten.

Replikasi Program di Daerah Lain

“Yang penting masalahnya berkurang saja. Kemarin berapa yang sudah menghubungi ya, ada Wonogiri, Kopeng, Selo, Cepogo, dan Gladagsari. Dari sini saya mendapat gelar baru Master of Kethek oleh warga, bahkan dipanggil Camat Kethek,” kelakar dia.

Sekretaris DLH Boyolali, Suraji, mengatakan rencananya kearifan lokal terkait cara menangani monyet ekor panjang yang diterapkan di Tamansari akan ditularkan di daerah lain. Ia menyebut sudah ada laporan terkait gangguan monyet di daerah Cepogo dan Selo.

“Jadi memang MEP [monyet ekor panjang] dijebak dalam kandang, bukan dijerat. Kalau dijerat kan tidak berperikehewanan, seperti dicekik. Yang dipakai warga Tamansari bagus,” kata dia.

Lebih lanjut, Suraji mengungkapkan jenis satwa yang terlihat di Tamansari tidak hanya monyet ekor panjang, tetapi juga lutung jawa atau surili yang masuk dalam kategori dilindungi. Walaupun begitu, jumlah surili tidak sebanyak monyet.

Ia mengatakan ukuran surili lebih besar ketimbang monyet ekor panjang. Cirinya bulu berwarna putih di bagian badan depan dan bulu hitam di sekitar wajah.

“Itu tidak boleh ditangkap, saya sudah pesan ke warga kalau ada itu diusir saja tidak usah ditangkap. Jumlahnya juga enggak banyak. Surili cenderung pemalu, diusir saja sudah pergi. Surili itu endemik Merapi dan Merbabu,” kata dia.

“Monyet-monyet di sini sudah beberapa generasi, jadi sudah bukan monyet gunung lagi. Kami sepakat mesti ada upaya pengurangan populasi.”

Lebih lanjut, Suraji menjelaskan monyet ekor panjang yang ditangkap warga dievakuasi dan nantinya ditaruh di cagar alam. “Dalam konteks konservasi ini adalah konflik satwa liar dengan masyarakat dan sebenarnya ini telah terjadi di mana-mana. Kami dari DLH selaku rescuer, menyelamatkan monyet ini dari area konflik di Desa Sangup,” kata dia.

Peran BKSDA Jateng

Ia menjelaskan keberadaan monyet ekor panjang ada banyak di lereng Gunung Merapi. Sementara lembaga yang berwenang untuk konservasi adalah BKSDA. Namun, karena keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan sarana prasarana, BKSDA tidak bisa setiap saat menangani konflik monyet ekor panjang.



Sehingga BKSDA Jawa Tengah bekerja sama dengan Pemkab Boyolali lewat DLH. Alurnya ketika masyarakat menangkap monyet diserahkan ke DLH lalu DLH akan menyerahkan ke BKSDA Jawa Tengah.

Selanjutnya, BKSDA akan memindahkan monyet ekor panjang ke tempat tertentu. Menurut informasi yang ia terima, monyet yang tertangkap dibawa di pulau terpisah, yaitu Nusakambangan.

“Monyet-monyet di sini sudah beberapa generasi, jadi sudah bukan monyet gunung lagi. Kami sepakat mesti ada upaya pengurangan populasi,” kata dia.

Berdasarkan jurnal The IUCN Red List of Threatened Species yang diterbitkan pada 2022 milik International Union for Conservation of Nature (IUCN), status monyet ekor panjang atau Macaca fascicularis, naik dari rentan atau vulnerable menjadi endangered.

Sejak 2008, tingkat permintaan monyet ekor panjang di perdagangan nasional bahkan internasional sangat tinggi, sehingga perburuan dan penganiayaan monyet ekor panjang juga tinggi. Bahkan, setelah bertahun-tahun berlalu, persekusinya lebih dibanding pada 2008.

Tak hanya menghadapi perburuan dan penjebakan, terdapat masalah yaitu konflik antara manusia dan kera. Monyet ekor panjang diketahui secara luas berkembang di Asia Tenggara.

Diketahui, kasus invasi monyet ke lahan dan perkampungan warga di Boyolali tak hanya terjadi di Tamansari. Berdasarkan catatan Solopos.com, pada pertengahan 2017 lalu, monyet juga meneror warga Karanggede. Bahkan serangan monyet kala itu tergolong buas karena sampai membuat beberapa warga terluka.

Deretan Kasus Serangan Monyet di Boyolali

Awalnya ada tiga orang yang semuanya sudah lanjut usia yang menjadi korban serangan monyet di Karanggede kala itu. Salah satu korban, Suti, diserang secara membabi buta saat berusaha mengusir monyet yang menyerang ayamnya.

Alih-alih pergi, monyet itu malah menyerang Suti, mencakari dan menggigit punggung hingga pantat wanita renta itu. Korban lain yakni Karinah yang saat itu berusia 90 tahun, digigit dan dicakar monyet pada pergelangan kakinya hingga nyaris putus.



Nasib tak jauh berbeda dialami Parmo yang saat itu berusia 82 tahun. Pria lansia itu harus kehilangan jari tengah tangan kanannya lantaran digigit monyet. Jari Parmo terpaksa diamputasi karena dikhawatirkan lukanya akan merembet ke jari-jari lainnya.

Untuk mencegah korban terus berjatuhan, petugas kepolisian dan sukarelawan kala itu terpaksa menembak mati monyet yang muncul ke permukiman. Hal itu dilakukan lantaran sudah tidak ada pilihan lain untuk menghalau monyet yang menyerang warga.

Meski sudah ada monyet yang mati tertembak, serangan monyet belum juga mereda dan terus terjadi hingga total ada sembilan warga yang menjadi korban. Korban ada yang anak-anak namun sebagian besar orang lansia.

BKSDA Jawa Tengah juga dilibatkan dalam upaya pengusiran monyet-monyet di Karanggede. Bahkan, ahli dari suku Badui juga didatangkan. Diyakini monyet-monyet yang menyerang warga merupakan peliharaan yang terlepas atau sengaja dilepas.

Hal itu lah yang membuat mereka cenderung lebih agresif menyerang manusia. Hal ini tentu berbeda dengan kasus invasi monyet di Tamansari yang asli dari gunung, sehingga belum ada kasus penyerangan.

Sementara itu, selain Karanggede, pada tahun yang sama serangan monyet juga terjadi di wilayah Kemusu. Lagi-lagi monyet menyerang warga lansia bernama Mbah Rusdi yang sedang mencari singkong di ladang. Monyet menyerang perempuan lansia itu hingga mengalami luka robek sepanjang 7 cm di paha kiri.





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya