Soloraya
Kamis, 4 Januari 2024 - 18:32 WIB

2 Paguyuban Pedagang Sragen Tuntut Perda Retribusi Ditinjau Ulang

Tri Rahayu  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kondisi Pasar Kota Sragen sepi pengunjung pada Kamis (4/1/2024). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Para pedagang yang tergabung dalam Kerukunan Pedagang Pasar Kota Sragen (KPPKS) dan Persatuan Pertokoan Pasar Sragen (Perkopas) meminta Peraturan Daerah (Perda) No. 9/2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) ditinjau ulang. Pasalnya Perda baru itu mengatur kenaikan tarif retribusi pasar dan penyusunannya tak melibatkan pedagang.

Penolakan tarif baru itu, menurut pedagang tidak asal tetapi ada alasan yang kuat. Kebijakan tarif baru itu dinilai tidak didasarkan pada kondisi riil pedagang pasar tradisional pascapandemi Covid-19.

Advertisement

Sekretaris Perkopas, Agus Yani, mengungkapkan selama ini Pemkab Sragen selalu melibatkan pedagang dalam pembahasan perubahan tarif retribusi. Lantas, ia mempertanyakan kenapa dalam penetapan Perda PDRD ini pedagang tak dilibatkan.

“Kami menyatakan menolak tarif baru itu dan mendesak supaya perda itu ditinjau ulang. Alasannya, penurunan daya beli masyarakat. Omzet pedagang khususnya di Pasar Kota Sragen turun drastic sejak Covid-19. Persaingan usaha menjadi ketat dengan adanya pasar online lewat media sosial seperti Tiktok dan e-commerce. Jelas-jelas pedagang tidak dilibatkan tahu-tahu sudah ada perda yang berlaku per 1 Januari 2024,” ujar Agus kepada Solopos.com, Kamis (4/1/2023).

Advertisement

“Kami menyatakan menolak tarif baru itu dan mendesak supaya perda itu ditinjau ulang. Alasannya, penurunan daya beli masyarakat. Omzet pedagang khususnya di Pasar Kota Sragen turun drastic sejak Covid-19. Persaingan usaha menjadi ketat dengan adanya pasar online lewat media sosial seperti Tiktok dan e-commerce. Jelas-jelas pedagang tidak dilibatkan tahu-tahu sudah ada perda yang berlaku per 1 Januari 2024,” ujar Agus kepada Solopos.com, Kamis (4/1/2023).

Dia meminta para pejabat pembuat regulasi turun ke pasar-pasar tradisional dan melihat langsung kondisi pasar seperti apa sebelum mengambil kebijakan. Menurutnya, situasi dan kondisi Pasar Kota Sragen benar-benar memprihatinkan karena sehari buka itu belum tentu laku.

Banyak pemilik los yang memilih tutupatau dikontrakkan karena berjualan di Pasar kota dinilai tak lagi prospektif. Apalagi dengan adanya e-retribusi yang memungut bagi los/kios yang buka atau tutup.

Advertisement

Hal sedana disampaikan Sekretaris KPPKS, Suwarlan. Ia mengungkapkan kondisi pasar masih lesu pascapandemi Covid-19 karena pengunjung sepi. Alasan kedua pihaknya menolak Perda PDRD adalah kalau tarif retribusi dinaikan pedagang keberatan. Mereka juga terbebani dengan adanya sistem e-retribusi.

Dia melihat sistem e-retribusi belum mumpuni untuk melayani 1.400-1.500 pedagang di Pasar Kota Sragen.

“Pedagang tidak bisa setiap hari bayar, tetapi kadang sepekan, dua pekan, atau sebulan sekali sehingga membebani pedagang. Kami meminta penarikan retribusi itu dikembalikan ke sistem karcis manual, datang langsung bayar, dapat kertas. Kalau tutup ya tidak bayar, kalau buka baru bayar. Kalau pas sakit tidak buka tetap bayar akan terjadi tunggakan,” jelasnya.

Advertisement

Alasan keempat, jelas dia, kondisi Pasar Kota Sragen yang memprihatinkan. Saat hujan kebanjiran. Selama ini perbaikan pasar dilakukan oleh pedagang secara swadaya, padahal seharusnya jadi tanggung jawab Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskumindag) Sragen.

Tampung Keluhan Pedagang

Sementara itu, Kepala Diskumindag Sragen, Cosmas Edwi Yunanto, mengatakan dalam audiensi, Kamis tadi, para pedagang menyatakan keberatan dengan kenaikan retribusi. Dia akan mengkaji apa yang dikeluhkan pedagang.

“Jadi, masukan, keinginan, dan harapan pedagang itu ditampung dulu. Nanti segera diadakan rapat untuk menjawabnya. Perda No. 9/2023 sudah digedok dan berlaku per 1 Januari 2024, yakni Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang hingga kini masih menunggu Peraturan Bupati,” ujarnya.

Advertisement

Dia menjelaskan penerapan perda itu bisa menggunakan perbup lama sepanjang tidak bertentangan dengan aturan di atasnya. Dalam perda baru itu, ujar dia, ada perubahan tarif retribusi. Dia menjelaskan contoh kenaikan tarif untuk pasar tipe A itu untuk kios Rp170/m2 menjadi Rp300/m2.

“Perda itu leading sector ada di BPKPD [Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah]. Saya tidak bisa bicara soal itu. Kami hanya melaksanakan perda itu. Untuk penerapan perda itu masih menunggu jawaban Pak Sekda dulu. Kami sudah sosialisasi sebulan lalu tentang rencana kenaikan itu. Kemudian ada masukan dari pedagang sehingga dilakukan audiensi,” jelasnya.

Terkait dengan e-retribusi, itu hanya berlaku di Pasar Kota Sragen dan Pasar Bunder Sragen. Sedangkan untuk pasar lainnya menggunakan e-ticketing. Untuk perubahan kebijakan sistem pungut retribusi itu, ujar dia, menjadi kewenangan kepala daerah.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif