SOLOPOS.COM - Ilustrasi ketahanan pangan. (Freepik)

Solopos.com, WONOGIRI — Meski sektor pertanian menjadi penyumbang tertinggi produk domestik regional bruto (PDRB) yaitu 29,10%, tercatat masih ada 21 desa di Wonogiri yang rentan rawan pangan.

Desa rentan rawan pangan itu secara umum memiliki ciri-ciri tingkat kesejahteraan, sarana dan prasarana, dan jumlah tenaga kesehatan lebih rendah dibandingkan desa lain.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Kepala Bidang Ketahanan Pangan Dinas Pertanian dan Pangan (Dispertan) Wonogiri, Niken Kuntari, mengatakan berdasarkan Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) atau peta ketahanan dan kerawanan pangan pada 2022, masih ada 21 desa di 13 kecamatan Kabupaten Wonogiri yang rentan pangan.

Dari 21 desa itu, 13 desa masuk prioritas II atau rentan rawan pangan kategori sedang dan delapan desa lainnya masuk prioritas III atau rentan rawan pangan kategori rendah. “Tidak ada desa di Wonogiri yang masuk prioritas I atau rentan rawan pangan tinggi,” kata Niken kepada Solopos.com, Senin (25/9/2023).

Menurut Niken, indikator untuk mengukur ketahanan pangan meliputi ketersediaan pangan, kemampuan rumah tangga untuk memperoleh pangan bergizi, dan pemanfaatan pangan. Indikator itu dihubungkan dengan gizi dan kesehatan individu. 

Dia menjelaskan ketahanan pangan tidak hanya berorientasi pada upaya penyediaan pangan dalam jumlah cukup bagi setiap individu. Tetapi juga upaya meningkatkan efektivitas pemanfaatan pangan sehingga berdampak pada status gizi yang baik bagi individu.

Selain itu, kualitas pangan dan terhindarnya individu dari penyakit juga menjadi hal penting dalam ketahanan pangan. Maka ketahanan pangan tidak bisa lepas dari aspek kesehatan. “Yang perlu diingat desa rawan pangan ini bukan berarti warga di desa itu kelaparan. Tetapi berpotensi kelaparan karena berbagai faktor itu,” ujar dia.

Niken menyebut pengukuran ketersediaan pangan itu salah satunya menggunakan rasio luas baku lahan sawah terhadap luas wilayah desa. Semakin tinggi rasio luas lahan sawah terhadap luas wilayah desa maka diasumsikan ketersediaan pangan juga semakin baik.

Di Wonogiri, rasio lahan sawah terhadap luas wilayah desa paling rendah ada di Kecamatan Paranggupito. “Secara umum, hasil produksi tanaman pangan kami menunjukkan tren meningkat setiap tahun. Baik itu padi, ubi, dan jagung,” kata Niken.

Selain rasio luas lahan sawah dan produksi, sarana dan prasarana penyedia pangan seperti pasar atau toko-toko kelontong juga berkaitan erat dengan ketersediaan pangan di desa.

Keberadaan Tenaga Kesehatan

Niken menyampaikan kerentanan pangan di desa juga berkorelasi dengan akses terhadap pangan, baik akses secara ekonomi, fisik, maupun sosial. Warga di desa rentan rawan pangan, kemampuan keuangannya untuk membeli pangan yang cukup dan bergizi lebih rendah dibanding desa lain.

Selain itu juga keberadaan infrastruktur untuk mendapatkan sumber pangan relatif sulit. “Yang tidak kalah penting dalam ketahanan pangan ini adalah pemanfaatan pangan. Hal itu erat kaitannya dengan cara penyimpanan, pengolahan, dan penyajian makanan. Termasuk penggunaan air bersih selama proses mengolah. Jadi keberadaan air bersih itu sangat penting dalam pemetaan ini,” jelasnya.

Dia menambahkan keberadaan tenaga kesehatan di desa juga menjadi aspek penting dalam menilai ketahanan pangan. “Dalam hal ini, tenaga kesehatan yang berdomisili di desa itu,” ucap Niken.

Niken menguraikan secara umum desa rentan rawan pangan di Wonogiri disebabkan empat hal, meliputi tingkat kesejahteraan, tenaga kesehatan, sarana dan prasarana pangan, dan luas lahan produksi yang rendah. 

Menurut dia, Pemkab Wonogiri telah berupaya meningkatkan ketahanan pangan guna penanganan kerentanan pangan tersebut. Upaya itu antara lain meningkatkan kapasitas produksi dengan cara membangun jalan usaha tani dan irigasi. 

Selain itu penanganan kemiskinan melalui penyediaan lapangan kerja, padat karya, dan pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan dan air bersih.

Terpisah, Tenaga Ahli Pendamping Desa Wonogiri, Satyagraha, menyampaikan salah satu tujuan dana desa adalah terciptanya ketahanan pangan di tingkat desa. Maka pemerintah mewajibkan desa mengalokasikan minimal 20% dari dana desa untuk program ketahanan pangan.

Menurut dia, selama ini banyak desa yang menggunakan alokasi itu untuk membangun sarana dan prasarana pertanian seperti jalan usaha tani. Tetapi ada pula desa yang membuat program ketahanan pangan dengan menanam satu komoditas pertanian, misalnya hortikultura atau buah.

Beberapa desa juga membuat program pekarangan lestari di rumah-rumah warga. “Dana desa ini sangat bisa dimanfaatkan untuk menciptakan ketahanan pangan desa. Tinggal sesuaikan dengan kondisi desa masing-masing,” kata Satya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya