SOLOPOS.COM - Kasatreskrim Polres Sragen, AKP Wikan Sri Kadiyono memberikan keterangan pers kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (7/11/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Kasus sembilan remaja yang hendak tawuran dengan menggunakan gir motor akhirnya tidak diproses hukum meskipun perkara itu memenuhi unsur pelanggaran UU Darurat. Sembilan remaja itu hanya dikenakan wajib lapor sepekan dua kali sebagai wujud pembinaan.

Polisi berpesan jangan sampai terulang dan menjadi pelajaran bagi remaja lainnya di Sragen. Polisi juga mengimbau kepada seluruh remaja Sragen jangan mudah terprovokasi atau terpancing dengan informasi hoaks yang beredar di media sosial (medsos).

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Imbauan tersebut disampaikan Kapolres Sragen, AKBP Jamal Alam, melalui Kasatreskrim Polres Sragen, AKP Wikan Sri Kadiyono kepada wartawan, Rabu (8/11/2023). AKP Wikan menyampaikan awalnya pada Sabtu (4/11/2023) malam, sekelompok remaja di Sambungmacan, Sragen, kumpul-kupul karena ada tantangan berkelahi.

Dia mengatakan mereka berkomunikasi lewat grup WhatsApp (WA) dan berencana hendak ke Klaten. Dalam perjalanan ke Klaten, ujar dia, mereka berhenti di angkringan belakang eks-Lembaga Pemasyarakatan (LP) lama di wilayah Karangdowo, Sragen Tengah, Sragen, untuk menunggu teman mereka.

“Kemudian mereka diamankan warga setempat dan didapati ada gir motor yang akan digunakan untuk tawuran. Warga kemudian menghubungi polisi. Sembilan remaja itu dibawa polisi untuk ditindaklanjuti. Kami kemudian memeriksa mereka dan benar mereka berencana tawuran di luar wilayah Sragen. Umur mereka masih usia SMP,” ujar AKP Wikan.

Dia menjelaskan umur mereka yang masih SMP itu menjadi pertimbangan polisi untuk mengundang orang tua dan guru ke Mapolres Sragen. Dia melanjutkan sembilan remaja itu dibina dengan menggandeng pihak sekolah dalam pengawasan terhadap mereka.

Dia menyatakan diversi itu merupakan langkah terakhir dilakukan meskipun mereka memenuhi unsur untuk dilakukan proses hukum atas kepemilikan senjata tajam.

“Kami mempertimbangkan mereka masih memiliki masa depan yang panjang dan tidak ada korban dalam peristiwa itu. Kemudian, kami memilih kerja sama dengan orang tua dan sekolah serta instansi perlindungan anak untuk membina mereka dengan cara wajib lapor setiap pekan dua kali, yakni Senin dan Kamis,” ujar AKP Wikan.

Dia menerangkan wajib lapor itu dilakukan sampai ada perkembangan remaja yang lebih tertib dan lebih baik baru bisa dihentikan. Dia mengatakan wajib lapor itu dilakukan tidak menganggu jam sekolah mereka.

“Kami mengimbau kepada remaja, jangan mudah terpancing dengan berita-berita hoaks tentang perkelahian, klitih, dan seterusnya. Kalau ada informasi didalami dulu sebelum di-share ke media sosial atau menanggapinya. Belum tentu mereka itu klitih. Para remaja juga jangan mudah terprovokasi informasi buruk atau hal-hal negatif demi masa depan para remaja sendiri,” imbaunya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya