SOLOPOS.COM - Pengacara korban dugaan pengeroyokan dari Kantor Wijaya Buana Law Firm Sragen, Hendra Buana Wahyuadi, menyerahkan permohonan restitusi atas nama korban kepada Kejari Sragen, Rabu (11/10/2023) siang. (Istimewa/Hendra Buana Wahyuadi)

Solopos.com, SRAGEN — Kasus dugaan pengeroyokan yang terjadi di Jl. H.O.S. Cokroaminoto, tepatnya di sebelah selatan Terminal Lama Sragen pada 9 Juli 2023 lalu mengakibatkan mata sebelah kiri korban mengalami buta permanen. Atas dasar itu, pihak orang tua korban lewat kuasa hukumnya mengajukan permohonan restitusi ke Pengadilan Negeri (PN) Sragen melalui Kejaksaan Negeri (Kejari) Sragen.

Kuasa hukum orang tua Korban dari Kantor Wijaya Buana Law Firm Sragen, Hendra Buana Wahyuadi, kepada Solopos.com, Kamis (12/10/2023), mengungkapkan korban diketahui bernama AM, 16, warga Madiun.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Dia mengatakan orang tua korban, Sarwo, 45, meminta bantuan kepada Kantor Wijaya Buana Law Firm Sragen mengajukan restitusi kepada PN Sragen. Permohonan tersebut diajukan Hendra lewat Kejari Sragen pada Rabu (11/10/2023) siang.

“AM merupakan korban dugaan tidak pidana penganiayaan atau kekerasan di muka umum secara bersama-sama oleh lima orang pelaku. Tindakan pidana itu diatur dalam UU No. 35/2014 Pasal 80 yang diubah menjadi UU No. 17/2016 tentang Penetapan Perppu No. 1/2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 23/2022 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 170 KUHP,” jelas Hendra.

Hendra menjelaskan peristiwa yang terjadi 9 Juli 2023 pukul 16.30 WIB dilaporkan ke Polres Sragen dan pihak kepolisian menetapkan lima tersangka atas kasus itu. Kelima tersangka itu terdiri atas FAR, warga Ngrampal; YLM, warga Tangen; AAPR, warga Sragen; FAD, warga Ngrampal; dan FRP, warga Sidoharjo, Sragen.

Dia melanjutkan perbuatan tersangka tersebut mengakibatkan korban AM mengalami luka pada mata sebelah kiri. Berdasarkan hasil pemeriksaan di RS, kata dia, AM mengalami buta mata kiri secara permanen.

“Saya sebagai kuasa hukum korban memohon restitusi atau ganti kerugian untuk korban atau keluarganya oleh pelaku tindak pidana atau pihak ketiga sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1/2022,” ujarnya.

Restitusi yang dimaksud, ujar dia, untuk membiayani perawatan medis mulai dari rawat inap, rawat jalan, biaya kontrol kesehatan, biaya transportasi dari rumah ke rumah sakit, kebutuhan konsumsi selama perawatan, biaya pengacara, dan seterusnya.

Dia menerangkan korban masih anak-anak yang mempunyai harapan masa depan untuk meraih cita-cita. Atas dugaan tindakan pidana itu, terang dia, korban mengalami keterbatasan penglihatan sehingga harapan masa depan itu menjadi pupus.

Anggota staf Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Sragen, Diah Nursari, mengetahui kasus tersebut dan mengetahui kondisi korban yang mengalami buta permanen.

Dia berpendapat restitusi itu menjadi hak korban untuk mengajukan permohonan sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan anak.

“Restitusi itu diajukan berkaitan dengan biaya pengobatan, perawatan, dan seterusnya serta mempertimbangkan jaminan masa depan anak,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya