Soloraya
Kamis, 30 November 2023 - 06:00 WIB

Asal Mula Irung Petruk Boyolali, Ternyata Bukan dari Tokoh Wayang Punakawan

Tim Solopos  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengguna kendaraan melintas di tikungan Irung Petruk, Desa Genting, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali belum lama ini. Lokasi tersebut menjadi salah satu ikon di Desa Genting. (Bayu Jatmiko Adi/Solopos)

Solopos.com, BOYOLALI — Tikungan Irung Petruk yang berada di Desa Genting, Kecamatan Cepogo, Boyolali, sudah melegenda. Mereka yang biasa melintasi jalan Boyolali-Magelang di kaki Gunung Merapi dan Merbabu pasti bisa mengenali tikungan itu dari patung mirip tokoh Punakawan, Petruk, yang berdiri menjulang.

Apalagi saat ini, di lokasi itu sudah dibangun taman bernama Taman Irung Petruk yang digandrungi para pengguna jalan atau wisatawan untuk berfoto dengan latar pemandangan alam yang indah di sekitarnya. Banyak juga muda-mudi yang menongkrong menikmati suasana atau kulineran di lokasi itu.

Advertisement

Mengutip laman visitjawatengah.jatengprov.go.id, taman ini sangat digandrungi masyarakat yang ingin mencari hiburan dengan melihat-lihat pemadangan alam. Tersedia banyak spot instagramable yang cantik dan elegan untuk penghobi foto.

Ada pula gazebo, warung telepon antik khas Eropa, gardu pandang, kolam ikan serta berbagai spot foto berlatar pegunungan hijau menarik lainnya. Harga tiket masuk Taman Irung Petruk Boyolali yang buka setiap hari pukul 08.00 WIB-21.00 WIB, cukup terjangkau, hanya Rp5.000.

Tak hanya tempat wisatanya, cerita tentang asal mula tikungan Irung Petruk di Desa Genting, Kecamatan Cepogo, Boyolali, juga menarik disimak. Berdasarkan data dan catatan Solopos.com, konon keberadaan kawasan tersebut tak lepas dari sejarah penyebaran agama Islam di wilayah Cepogo dan Selo.

Advertisement

Saat Islam mulai menyebar di Jawa, ada seorang kiai dari keturunan Sunan Kalijaga yang datang ke kawasan lereng Gunung Merapi itu. Orang tersebut bertubuh sangat tinggi, dan hidungnya sangat mancung. Orang tersebut menyerupai warga keturunan Arab.

Warga masyarakat saat itu memanggilnya Mbah Petruk. Bukan Petruk seperti tokoh punakawan tetapi karena perawakan kiai tersebut yang tinggi dan berhidung mancung mirip Petruk.

Setelah menyebarkan agama Islam di Cepogo dan Selo, Mbah Petruk melakukan perjalanan sampai ke Gunung Bibi di sisi timur Gunung Merapi. Lama tidak ada kabar, warga saat itu mengira Mbah Petruk meninggal dunia di Gunung Bibi.

Advertisement

Kemudian berkembang cerita bahwa Mbah Petruk sebenarnya adalah Kyai Rohaji yang kemudian mendapat julukan Empu Permadi. Tokoh tersebut sering berjalan-jalan di gardu pandang dan membuat jalan menanjak serta menikung mirip hidung Petruk.

Jalan itu hingga kini masih ada sehingga dikenal dengan tikungan Irung Petruk. Warga Cepogo hingga saat ini masih percaya Mbah Petruk selamanya akan menjadi penyelamat bagi orang Cepogo.

Setiap kali ada peningkatan aktivitas atau ancaman erupsi Gunung Merapi, warga Cepogo bisa melihat tanda-tanda itu dari arah Gunung Bibi. Tanda itu seperti petir meloncat ke atas. Kalau belum muncul tanda itu, warga Cepogo masih tenang-tenang saja.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif