SOLOPOS.COM - Makam dengan nisan sepanjang 3 meter merupakan makam Mbah Bei di Dukuh Gabus, Desa Tangkil, Kecamatan Sragen Kota, Sragen, Jumat (29/12/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN–Desa Tangkil adalah salah satu dari dua desa di Kecamatan Sragen Kota, Kabupate Sragen. Tangkil memiliki luas 502,2935 hektare dan terbagi menjadi tiga kebayanan, 16 rukun warga, dan 36 rukun tetangga (RT). Ketiga kebayanan itu terdiri atas Kebayanan Karanggungan, Tangkil, dan Tugu.

Sejarah penamaan Desa Tangkil terbilang unik. Menurut penuturan tokoh masyarakat di Desa Tangkil, Danyang Subur, 55, Jumat (29/12/2023), kata Tangkil itu merupakan singkatan dari kalimat dalam bahasa Jawa dietang kanthi inggil atau dihitung dengan teliti.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Danyang mengatakan nama Tangkil bisa juga diambil dari sebutan untuk biji buah melinjo, kemungkinan dulu di desa itu banyak terdapat pohon melinjo.

Lebih lanjut, Danyang mengaku sudah menelusuri dukuh-dukuh tua di wilayah Desa Tangkil. Dia menyampaikan dukuh paling tua yakni Dukuh Bulak, kemudian Dukuh Cumpleng, Gabus, Tugu, Tangkil, Bugel, dan Bulakrejo.

Dari ketujuh dukuh itu, Danyang menyebut punden tua hanya ditemukan di Gabus dan Tugu. Dia menerangkan ada sosok yang dimakamkan di Gabus dengan gelar Hangabei atau Mbah Bei.

“Mbah Bei [Hangabei] itu merupakan kerabat Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat tetapi namanya tidak tahu. Sampai sekarang belum ada yang meneliti. Saya meminta warga Tangkil untuk meneliti dan nanti keseniannya saya garap. Tapi belum ada sampai sekarang,” ujar Danyang yang memiliki Sanggar Seni Subur Budaya Tangkil.

Dia menjelaskan di Cumpleng itu sebenarnya ada punden tetapi tidak berkaitan dengan kerajaan. Punden yang berhubungan dengan kerajaan hanya ada di Gabus.

Dia menerangkan peninggalan di Gabus itu sebenarnya bukan punden tetapi makam, kemudian oleh warga dianggap sebagai punden. Dia mengatakan punden adalah pusat kegiatan tradisi desa, seperti sadranan dan bersih desa.

“Sampai sekarang masih jalan tradisi itu pada Jumat Pon. Biasanya kenduri bersama. Di makam Mbah Bei di Gabus itu sering dipakai untuk ziarah orang jauh-jauh karena lokasinya dekat tempuran Sungai Garuda dan Mungkung. Tempat itu sering jadi tempat kungkum pelaku spritual,” ujar Danyang yang tinggal di Dukuh Bulakrejo RT 001/RW 013, Desa Tangkil, Sragen.

Danyang juga pernah kungkum di tempuran atau pertemuan dua sungai itu. Dia mengatakan ada adat yang mengharuskan warga mandi di tempuran saat hendak melakukan hajatan mantu pertama. Kemudian punden kedua ada di Dukuh Tugu.

Dia mengatakan sebelum ke punden dulu ada patok setinggi 1 meter dan diameter 30 cm yang berbentuk segi enam dan tumpul di bagian ujungnya. Dia mengatakan patok itu sekarang dikubur oleh warga.

“Pihak dinas juga memperhatikan patok ini karena dikaitkan dengan perang Mangkubumen. Tempat itu ada pundungnya dan seperti menjadi batas antara pendukung Mangkubumi di bagian utara dan yang tidak memihak Mangkubumi di bagian selatan,” jelasnya.

Dia melanjutkan dari cerita tutur di masyarakat Dukuh Tugu, patok itu kemungkinan yang membuat pihak Belanda saat menjajah. Dia mengatakan patok itu menjadi batas larangan menyerang saat berperang.

Tentara asli Indonesia yang berada di utara patok itu, kata dia, tidak boleh diserang oleh Belanda. Dia mengungkapkan patok itu sekarang terkubur di pinggir sawah dan bila ditarik garis lurus ke Punden Tugu yang banyak ditumbuhi pepohon besar berumur ratusan tahun.

Dia melanjutkan ada makam yang diyakini sebagai makam Ki Ageng Banaran yang terletak di Dukuh Bugel. Di tempat itu, ujar dia, Dukuh Bugel itu dulu namanya Dukuh Banaran dan ada pohon kelingnya tetapi pohon keling itu sekarang tidak ada.

“Di Sragen itu banyak dukuh Banaran tetapi tidak ada yang menandingi lokasi Ki Ageng Banaran. Kemungkinan Ki Ageng Banaran ini merupakan orang penyebar agama Islam zaman dulu,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya