SOLOPOS.COM - Sejumlah pemuda beraktivitas di dasar Waduk Gajah Mungkur yang mengering dan berubah menjadi padang rumput atau sabana di Desa Tegalharjo, Eromoko, Wonogiri, Rabu (8/11/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Surutnya air Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri akibat kemarau memunculkan tanah lapang layaknya padang rumput atau sabana di Desa Tegalharjo, Kecamatan Eromoko. Warga memanfaatkan lokasi itu jadi lokasi wisata dadakan dan menggelar berbagai kegiatan.

Pantauan Solopos.com pada Rabu (8/11/2023) sore, sejumlah warga tampak bersantai dan bercengkerama di tanah yang ditumbuhi rerumputan hijau di area genangan waduk yang mengering itu. Mereka datang bersama teman atau keluarga. Di tengah-tengah lahan itu menjadi arena atraksi motor trail.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Sementara di sekitarnya, warga memanfaatkan dasar waduk yang mengering itu untuk lahan pertanian seperti padi dan jagung. Hal itu membuat lokasi itu tampak hijau dan sedap dipandang. Sayangnya, ada beberapa sampah yang dibuang sembarangan meski sudah disediakan tempat sampah.

Salah satu pengunjung, Dika Saputra, mengaku kerap datang ke padang rumput di area genangan WGM wilayah Tegalharjo, Eromoko, Wonogiri, itu bersama teman-temannya dari Desa Glesungrejo, Baturetno, saat sore hari.

Hal itu sudah menjadi agenda tahunan bagi dia dan teman-temannya. Biasanya mereka datang pada pukul 16.30 WIB agar bisa menikmati matahari terbenam.

Di tanah lapang itu pula, dia bisa menonton orang bermain motor trail di tengah lapang atau sekadar melihat-melihat orang lain yang juga bercengkerama. Tidak jarang pada hari-hari tertentu, biasanya Minggu, ada pertunjukan lain seperti reog dan kesenian rakyat sejenisnya.

“Suasananya asyik. Kalau sore begini enak, enggak panas, anginnya juga sepoi-sepoi. Kalau ke sini sudah seperti anak senja,” kata Dika saat berbincang dengan Solopos.com di padang rumput itu, Rabu.

Di sisi lain, lanjut dia, di lokasi itu tidak sulit menemukan makanan. Hampir semua jenis makanan tersedia mulai dari makanan ringan hingga berat. Harganya pun ramah di kantong warga desa.

Yang tidak pernah ketinggalan saat dia berkunjung ke padang rumput area genangan WGM Wonogiri wilayah Tegalrejo itu adalah memesan kopi sebagai teman saat menikmati matahari terbenam. “Cuma hari ini yang jual tidak banyak. Biasanya sih banyak, penuh. Mungkin gegara mendung,” ujar dia.

Pedagang pempek asal Baturento, Asep, mengaku bisa mendapatkan omzet Rp120.000 setiap berjualan di padang sabang Tegalharjo selama kurang dari dua jam. Sementara saat akhir pekan bisa lebih dari Rp200.000. Menurut dia, pengunjung di padang sabana itu bisa mencapai ratusan hingga ribuan orang saat Sabtu dan Minggu.

Keuntungan bagi Pelaku UMKM

Saat ada kegiatan khusus, entah dari suatu komunitas motor, mobil, atau suatu instansi, pengunjung di padang sabana itu membeludak. Omzet yang dia dapatkan pun meningkat.

Pada akhir pekan dan saat ada kegiatan khusus itu, jumlah pedagang bisa mencapai seratusan. Pedagang-pedagang keliling itu berada di segala penjuru lapangan.

Para pedagang biasa ditarik retribusi senilai Rp2.000 setiap melapak dan Rp10.000 ketika dan khusus. Uang itu sebagai kompensasi itu membersihkan sampah yang dihasilkan bungkus-bungkus plastik dari pedagang.

“Pokoknya kebak, full pengunjung dan pedagang. Tetapi hari ini ndilalah lagi sepi. Biasanya jauh lebih ramai dari ini. Pedagangnya juga enggak banyak ini. Saya saja datang telat,” ucap Asep.

Kepala Desa Tegalharjo, Wiarto, menyampaikan dasar WGM Wonogiri yang mengering dan berubah menjadi padang sabana itu berada di Desa Tegalharjo yang berbatasan dengan Desa Glesungrejo. Fenomena itu kerap terjadi tetapi tidak selalu setiap tahun. Hanya ketika terjadi kemarau panjang seperti sekarang ini.

Dia menyebut saat hari-hari biasa dan tidak ada kegiatan khusus, tempat itu gratis dikunjungi warga. Sementara ketika ada kegiatan khusus, pengunjung diminta membayar retribusi parkir yang dikelola Karang Taruna Desa Tegalharjo. Menurutnya, kemunculan padang sabana itu berdampak pada peningkatan pelaku usaha mikro kecil.

Setidaknya, sekali ada kegiatan yang menampilkan atraksi budaya atau yang lainnya, tidak kurang dari 120 pelaku usaha mikro kecil terlibat di padang sabana itu. “Kalau ada acara, jumlah pengunjung bisa sampai 5.000 orang,” ujar Wiarto saat dihubungi Solopos.com, Kamis (9/11/2023).

Hanya, saat hari biasa, memang sampah dari pengunjung belum terkelola dengan baik. Para pengunjung itu biasanya membuang sampah sembarangan meski sebenarnya sudah disediakan tempat sampah. Karang Taruna mengelola sampah ketika ada kegiatan.

Dia menambahkan dasar waduk yang mengering itu dulu merupakan permukiman warga Desa Tegalharjo. Sampai sekarang ketika waduk itu mengering masih bisa ditemukan bekas-bekas bangunan yang tersisa seperti jembatan dan jalan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya