SOLOPOS.COM - Wisatawan menikmati panorama di Bukit Dewa-Dewi di Desa Suci, Kecamatan Pracimantoro, Wonogiri, Minggu (2/6/2024). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRIBukit Dewa-Dewi di Desa Suci, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri, yang viral di media sosial dan sudah menarik banyak pengunjung dari berbagai daerah ternyata tidak pernah direncanakan menjadi objek wisata.

Pemilik awalnya menyiapkan lahan seluas 37 hektare tersebut untuk kebun alpukat saja. Pemilik Bukit Dewa-Dewi, Tito Juniadi, mengatakan tidak menyangka kebun alpukat yang dia rintis sejak akhir 2021 justru dikunjungi banyak orang.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Sejak awal, lahan di perbukitan kars tandus di Wonogiri selatan itu hanya diniatkan untuk kebun budi daya buah alpukat. Hasil dari budi daya itu akan diekspor ke Thailand. Dia sudah menanam pohon alpukat sebanyak 12.000 batang di Bukit Dewa-Dewi.

Tito tidak tahu persis bagaimana awal kebun alpukatnya ramai pengunjung dan viral. Namun, dia tidak mempermasalahkan hal itu. Justru pria asli Pacitan, Jawa Timur, ini mengaku senang bisa membuat orang lain bahagia dengan mereka berkunjung ke Bukit Dewa-Dewi di Pracimantoro, Wonogiri.

Hal itu pula yang menjadi alasan dia tidak menarik biaya tiket masuk bagi pengunjung. ”Meh ndelok alam ciptaane gusti Allah wae mosok kudu mbayar? Ya biar saja. Saya senang melihat orang lain senang,” kata Tito saat dihubungi Solopos.com, Rabu (5/6/2024).

Tito mengaku mengonsep semua tata ruang Bukit Dewa-Dewi itu secara mandiri tanpa bantuan ahli. Letak penanaman, instalasi air, jalan, hingga taman di Bukit Dewa-Dewi dia konsep sendiri. Kebun itu digarap sesuai dengan keinginan hati Tito.

Alpukat untuk Ekspor

Bukit Dewi-Dewi di Pracimantoro, Wonogiri, saat ini belum selesai dikerjakan. Tito berencana terus mengambangkan bukit tersebut baik untuk wisata maupun budi daya alpukat. Selain Bukit Dewa-Dewi, dia juga memiliki lahan lain di Pracimantoro untuk budi daya alpukat.

Total lahan alpukat yang dia miliki seluas 120 hektare di tujuh blok berbeda. ”Alpukat ini memang saya siapkan untuk skala ekspor ke Thailand. Kebutuhan alpukat di Thailand itu 3.000 ton per pekan. Jadi saya tidak bingung lagi cari pasarnya,” ujar dia.

Tito ingin membuktikan bahwa di lahan yang gersang dan tandus seperti Pracimantoro sekalipun, bisa menjadi perkebunan besar. Dia sudah menggeluti dunia perkebunan sejak lama karena memang hobi berkebun.

Pria yang kini berdomisili di Kabupaten Sukoharjo itu sudah belajar budi daya alpukat langsung di Thailand dan Arab Saudi. Di dua negara itu, alpukat bisa tumbuh baik meski di lahan yang tandus.

Sistem pengairan kebun alpukat di Bukit Dewa-Dewi, Pracimantoro, Wonogiri, menggunakan irigasi tetes. Dia harus membeli air tangki untuk mengairi setiap pohon sekaligus memberikan pupuk cair. “Saya ingin ikut membangun daerah Wonogiri selatan sini lewat perkebunan,” ungkapnya.

Tito menargetkan bisa menanamkan 50.000 batang pohon alpukat pada 2027. Dia belum membeberkan berapa target hasil panen dari kebunnya itu. Saat ini sudah ada seratusan pekerja yang membantunya dalam budi daya alpukat sekaligus mengelola wisata Bukit Dewa-Dewi.

Semua pekerja di kebun alpukat miliknya adalah warga Pracimantoro. “Saya melarang warga dari luar Pracimantoro bekerja di sini. Itu tekad saya ingin membangun, memberdayakan warga,” kata Tito.

Memberdayakan Warga Desa

Dia menambahkan nama Bukit Dewa-Dewi dicetuskan sendiri olehnya. Dewa-Dewi itu diwujudkan dengan patung tokoh Ramayana, Rama dan Sinta, di kolam yang terletak di puncak bukit.

“Itu mengartikan kasih sayang. Waktu buat nama itu, kami bancakan dengan warga desa, menyembelih wedhus [kambing]. Jadi penamaan itu tidak sembarangan,” imbuh dia.

Kepala Desa Suci, Pracimantoro, Wonogiri, Wawan Manfaato, menyampaikan sebelum menjadi kebun alpukat, Bukit Dewa-Dewi merupakan lahan ladang tandus kurang produktif. Kemudian Tito mengubah tempat itu menjadi perkebunan.

Warga desa kemudian mulai berdatangan ke kebun itu dan menyebarluaskan di media sosial hingga banyak orang dari berbagai daerah datang.

“Pak Tito tidak menginginkan ada penarikan biaya tiket masuk. Tetapi menghendaki desa turut membantu mengelola parkir. Uang parkir itu buat biaya kebersihan dan warga yang ikut mengelola,” kata Tito.

Sejak ada Bukit Dewa-Dewi, lanjut Wawan, usaha mikro kecil warga ikut terdongkrak. Beberapa warga desa berjuang di tempat wisata tersebut. Selain itu, mengenalkan potensi desa.

Para pengelola dan pekerja di Bukit Dewa-Dewi juga mayoritas warga Desa Suci. “Itu nanti bisa menjadi tempat belajar pertanian warga desa,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya