Soloraya
Kamis, 29 Februari 2024 - 17:23 WIB

Cerita Difabel Jadi Pengawas TPS Pemilu 2024 di Boyolali, Tak Perlu Minder

Nimatul Faizah  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengawas TPS 005 Selodoko, Ampel, Boyolali, Parjono (berkursi roda), saat bertugas di Pemilu 2024, beberapa waktu lalu. (Istimewa/Dokumentasi Pribadi Parjono)

Solopos.com, BOYOLALI — Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menjadi cerita tersendiri bagi dua difabel asal Boyolali, Parjono dan Budhiani. Pemilu 2024 ini menjadi pengalaman pertama mereka masuk jajaran ad hoc Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setelah terpilih menjadi pengawas tempat pemungutan suara (TPS).

Advertisement

Parjono yang akrab disapa Jon asal Dukuh/Desa Selodoko, Kecamatan Ampel, mengungkapkan pada pengalaman pertama sebagai pengawas TPS tidak ada kendala berarti.

Namun, ia tak menampik sempat kesulitan masuk ke TPS karena akses jalan miring yang curam. Sehingga Jon harus dibantu oleh petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Selebihnya, lelaki 43 tahun tersebut mengungkapkan ia bekerja sama beratnya dengan petugas lain. Saat petugas lain bekerja selama 24 jam pada hari pemungutan suara di TPS 005 Selodoko pada Rabu (14/2/2024), ia pun tak ada bedanya.

Advertisement

Ia mengakui kaget dengan jam kerja pengawas TPS pada hari H yang hingga 24 jam lebih tanpa tidur itu. “Selama bekerja tidak ada perlakuan istimewa, sama seperti petugas pada umumnya,” kata dia saat berbincang dengan Solopos.com, Kamis (29/2/2024).

Sebelum hari H, Jon juga mengikuti bimbingan teknis untuk pengawas TPS, menurunkan alat peraga kampanye di hari tenang, mengawasi kemungkinan adanya politik uang, mengecek kesiapan TPS, dan sebagainya.

Secara keseluruhan, Jon menilai tidak ada kesulitan saat bertugas. Ia pun meyakini jika ia bisa, maka penyandang disabilitas lain yang sebenarnya memenuhi kualifikasi juga bisa berpartisipasi sebagai pengawas dan penyelenggara Pemilu.

Dukungan Keluarga

Ia berharap penyandang disabilitas lain bisa ikut berpartisipasi secara aktif selain dalam Pemilu dan Pilkada, juga dalam kegiatan lain.

Advertisement

Selanjutnya, Jon menyoroti peran besar dan dukungan keluarga untuk memajukan penyandang disabilitas. Ia menilai dukungan keluarga sangat penting dan jangan sampai mereka justru menyembunyikan penyandang disabilitas hanya di dalam rumah.

Ia menilai jika keluarga masih memiliki pola pikir malu dan menyembunyikan anggota keluarga mereka yang difabel, maka kemajuan dan kemandirian penyandang disabilitas tidak akan tercapai.

Pengawas TPS 005 Selodoko, Ampel, Boyolali, Parjono (berkursi roda), saat bertugas di Pemilu 2024, beberapa waktu lalu. (Istimewa/Dokumentasi Pribadi Parjono)

Tak hanya itu, ia juga menilai pentingnya berorganisasi bagi penyandang disabilitas agar lebih mandiri dan tidak minder. Jon mencontohkan organisasi yang bisa diikuti difabel di Boyolali adalah Komunitas Difabel Ampel (KDA).

Jon yang sudah bergabung lama dengan KDA mengaku menjadi lebih percaya diri dan bertemu banyak orang. “Dari komunitas yang saya ikuti juga selalu mendorong untuk mencoba apa saja asalkan positif, mampu, dan mau,” kata dia.

Advertisement

Berkat aktif di KDA juga ia jadi bersemangat untuk mengikuti Kejar paket C dan lulus pada 2023. Dengan modal ijazah setara SMA tersebut, Jon berhasil menjadi pengawas TPS.

Ia berterima kasih kepada keluarga, Panwascam Ampel, Pengawas Kelurahan-Desa (PKD) Selodoko, dan seluruh pengawas TPS di Selodoko yang telah mendukung dan membantunya saat bertugas.

Mobilitas Mendukung

Selesai menjadi pengawas TPS pada Pemilu 2024, difabel asal Boyolali itu berniat kembali menjadi pengawas TPS atau mencari pengalaman baru dengan menjadi anggota KPPS.

“Angka difabel masih rendah [partisipasi di badan adhoc pemilu] bisa jadi karena minim informasi, lalu pendidikan mereka tidak memenuhi persyaratan, kadang juga mobilitas mereka tidak mendukung,” kata dia.

Advertisement

Pengalaman pertama berpartisipasi sebagai petugas ad hoc pemilu juga diperoleh Budhiani, 36, yang menjadi pengawas TPS di Desa Seboto, Kecamatan Gladagsari. Ia mengatakan pengalaman di KDA dan Komunitas Difabel Gladagsari (KDG) sangat membantunya serta memotivasinya menjadi pengawas TPS.

Ia yang baru menjadi penyandang disabilitas daksa pada 2019 mengaku ingin difabel tidak dipandang sebelah mata oleh masyarakat. “Saya ingin masyarakat melihat bahwa teman-teman difabel itu bisa. Saya tidak mau diistimewakan juga saat bertugas,” jelas dia.

Pengawas TPS 016 Seboto, Gladagsari, Boyolali, Budhiani (memakai kruk), saat bertugas pada Pemilu 2024, beberapa waktu lalu. (Istimewa/Dokumentasi Pribadi Budhiani)

Sama seperti petugas lain di di TPS 016 Seboto, Yani juga bekerja mulai Rabu (14/2/2024) pukul 06.30 WIB hingga Kamis (15/2/2024) pukul 08.30 WIB.

“Selama bertugas saya pakai dua kruk di kanan-kiri. Sebenarnya ada kaki palsu juga, tapi kan kerjanya [pengawas TPS] duduk-berdiri. Kalau pakai kaki palsu kan makan waktu pasangnya juga, jadi nyamannya pakai kruk,” kata dia.

Sama seperti Jon, Yani mengatakan pentingnya dukungan keluarga dalam kemajuan penyandang disabilitas. Ia meminta para keluarga dengan difabel untuk tidak minder dan membangun percaya diri. “Kalau keluarganya percaya diri, difabelnya juga bisa maju, mandiri, dan tidak bergantung pada orang lain,” kata dia.

Akses yang Mudah

Terpisah, Koordinator Divisi Sumber Daya Manusia (SDM) dan Organisasi Bawaslu Boyolali, Tedjo Dwijanto, mengatakan ada empat orang difabel yang bertugas sebagai pengawas TPS pada Pemilu 2024.

Advertisement

“Mereka benar-benar memberikan seluruh yang mereka bisa untuk pengawasan, sama seperti pengawas TPS pada umumnya. Kami juga tidak membedakan, mau itu disabilitas atau nondisabilitas, kerjanya sama,” kata dia.

Walaupun begitu, Bawaslu Boyolali menyarankan kepada KPU Boyolali untuk memberikan akses yang mudah bagi penyandang disabilitas baik selaku pengawas, penyelenggara, maupun pemilih.

Tedjo mengatakan Bawaslu Boyolali tidak pernah melarang siapa pun, termasuk difabel, untuk menjadi pengawas Pemilu selama memenuhi syarat seperti integritas, pengetahuan yang cukup, dan disabilitasnya tidak mengganggu aktivitas.

Ia mengajak para penyandang disabilitas yang merasa memiliki kemampuan dan pengetahuan Pemilu yang cukup serta memenuhi syarat untuk menjadi pengawas Pemilu.

“Segala macam rekrutmen di Bawaslu, mulai dari RI, Provinsi, kabupaten/kota hingga tingkat bawah itu tidak ada larangan untuk penyandang disabilitas mendaftar. Namun, bisa jadi teman-teman disabilitas merasa down ketika ingin mendaftar, padahal tidak masalah,” jelas dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif