SOLOPOS.COM - Petani di Desa Senting, Sambi, Boyolali, memasang jaring di sawah mereka, Senin (11/9/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Musim kemarau yang kering dan diperkirakan berlangsung hingga awal 2024 mendatang benar-benar memukul para petani, tak terkecuali petani di Desa Senting, Kecamatan Sambi, Boyolali.

Akibat kemarau mereka harus mengurangi luas tanam padi untuk antisipasi agar tidak rugi terlalu besar jika gagal panen. Di tengah situasi itu, mereka juga dihadapkan pada masalah lain, yakni serangan burung pipit di lahan sawah mereka.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Jika dibiarkan, burung bisa memakan bulir-bulir padi dan membuat panen padi kian berkurang. Petani Desa Senting berusaha mengatasi serangan hama burung itu dengan memasang jaring di atas tanaman padi mereka jelang masa panen.

Salah satu petani Desa Senting, Sagino, memasang jaring di atas tanaman padinya yang telah tumbuh dan siap dipanen dalam tiga pekan. Sagino mengungkapkan padinya memang belum menguning, namun burung pipit telah menghinggapi biji padi.

Jika tidak dipasangi jaring, pada hasil panen padinya akan berkurang. Ia berencana memasang jaring di dua patok sawah yang digarapnya. Sagino menyampaikan biasanya sekali masa tanam, ia menanam di dua patok sawah tersebut.

Namun pada musim kemarau ini, ia hanya menanam 1,5 patok. Satu patok sawah, tutur dia, biasanya menghasilkan 40-60 sak gabah, dengan hitungan satu sak sekitar 60-80 kilogram.

“Dulu waktu panen [musim tanam] pertama dan kedua itu semua petani menanam padi. Kemarau ini enggak semua tanam padi. Jadi untuk mengamankan produksi padi, saya kasih jaring,” kata dia saat berbincang dengan Solopos.com di sawahnya, Senin (11/9/2023).

Ia menjelaskan petani lain ada yang memilih tidak menanam padi karena khawatir keuntungan yang didapat tidak akan menutup biaya tanam. Jika menanam di musim kemarau, selain harus menyiapkan pupuk yang lebih banyak, petani juga harus menyiapkan pengairan.

Biaya Pengairan

Di areal sawah Sagino telah ada sumur dalam yang dibuat secara swadaya oleh petani dengan biaya sekitar Rp30 juta. Hal tersebut sangat berguna untuk pengairan sawah.

“Kalau untuk harga gabah saya belum tahu soalnya belum jual. Namun, yang melirik padi saya sudah banyak, infonya harganya naik tinggi sekali. Kebanyakan yang melirik pengusaha selepan [penggilingan] lokal dari Sambi dan Ngemplak. Mereka nawar ya Rp6.500-an per kilogram, jauh dari harga panen pertama dan kedua” jelas dia.

Ia memperkirakan harga masih akan terus naik karena musim kemarau diprediksi berlangsung hingga akhir tahun. Sagino membandingkan harga gabah basah di tingkat petani pada musim panen pertama dan kedua hanya Rp5.200-Rp5.300 per kilogram.

Hal senada juga disampaikan petani Desa Senting, Daliman. Ia menyampaikan harga gabah basah di tingkat petani pada panen masa tanam (MT) I berkisar Rp5.200-Rp5.300 per kilogram.

“Bahkan sempat panen kedua itu gabah basah naik turun harganya, pernah mencapai Rp4.800 per kilogram. Tapi saat ini, harga padi saya sempat ditawar itu Rp6.700 per kilogram, belum saya kasih. Lihat situasi, barangkali bisa lebih tinggi,” kata dia.

Walaupun harganya lebih tinggi, Daliman mengaku margin keuntungan yang diperoleh dari penjualan gabah itu tak terlalu besar karena ongkos tanam juga tinggi di musim kemarau. Hal tersebut berbeda saat musim hujan, di mana petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pengairan.

Selanjutnya, Daliman mengatakan produktivitas gabah pada MT I dan MT II cenderung menurun. Satu patok sawahnya, pada panen MT I bisa menghasilkan 15 sak gabah. Namun, pada MT II berkurang menjadi 13 sak.

Ia berharap pada panen ketiga ini bisa mendapatkan jumlah gabah yang maksimal. “Makanya ini saya kasih jaring di atas padi-padi saya yang sudah kuning itu biar tidak dimakan burung. Habis kalau dimakan. Terus juga saya kasih pita-pita kuning, biar burung takut, tapi ternyata tidak ngaruh. Jadi sekarang ikhtiarnya pasang jaring,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya