SOLOPOS.COM - Pengusaha penggilingan gabah di Kopen, Teras, Boyolali, membersihkan mesin gilingnya, Jumat (8/9/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Usaha penggilingan gabah milik warga Kopen, Teras, Boyolali, Iskak Junaedi, terpukul akibat harga mahal dan sulitnya mencari gabah di tingkat petani akhir-akhir. Usaha penggilingan gabah itu pun kini kian jarang berproduksi.

Sejak awal Agustus 2023, usaha penggilingan gabah milik Iskak tak bisa lagi beroperasi setiap hari. Saat ditemui Solopos.com di lokasi penggilingan padinya, Iskak mengatakan usahanya sebenarnya tidak mati.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Namun, ia mengaku terseok-seok untuk beroperasi karena harga gabah tinggi dan susah dicari. Ia mengatakan harga gabah di tingkat petani sudah mencapai Rp7.000 per kilogram (kg).

Jika diproses menjadi beras, harga normalnya menjadi dua kali lipat yaitu Rp14.000 per kg. Namun, ia masih menjual beras produksinya dengan harga Rp13.000 per kg, mengikuti harga pasar yang tentunya membuat keuntungannya minim.

“Dulu seminggu [sepekan] bisa produksi tiap hari, total empat ton. Sekarang kadang seminggu sekali, dua kali, bahkan pernah enggak produksi. Seminggu juga hanya jadi lima kuintal,” kata dia saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat (8/9/2023).

Iskak mengaku kini menggiling gabah hanya berdasarkan pesanan dari pelanggan-pelanggannya. Biasanya, ia memberi tahu dulu ke pelanggannya berapa harga jual beras di penggilingan gabah di Teras, Boyolali, itu. Jika pelanggannya setuju, ia akan mulai memproduksi beras.

Jika calon pembeli tak setuju, ia enggan menggiling gabah. Sebab, ia menilai ongkos produksi tidak sebanding dengan nilai jual beras jika pembeli meminta harga yang murah.

Bersaing dengan Pengusaha Besar

Lebih lanjut, Iskak mengatakan biasanya ia mencari gabah ke petani di Juwiring dan Karanganom, Kabupaten Klaten. Alasannya karena gabah di wilayah itu lebih murah dan kualitasnya lebih bagus.

Namun, saat harga gabah tinggi seperti sekarang ini, mencari gabah di wilayah Kabupaten Klaten juga sudah sulit karena harus bersaing dengan pengusaha-pengusaha penggilingan besar.

“Pengusaha besar dari Sragen bahkan Cirebon turun langsung cari gabah. Otomatis harganya juga bersaing dengan mereka [pengusaha besar],” kata dia.

Pengusaha penggilingan gabah di Teras, Boyolali, itu menilai harga gabah pada 2023 ini menjadi yang terparah tingginya. Walaupun Iskak mengaku gonjang-ganjing stabilitas harga gabah telah ia rasakan sejak 2020, akan tetapi pada 2023 kenaikannya menurutnya sangat tinggi.

Iskak menuturkan harga normal gabah yang ia beli selama ini paling mahal hanya Rp5.000 per kg. Bahkan, pada saat panen raya bisa turun jadi Rp3.500 per kg.

“Sejak tiga tahun lalu saya sempat berhenti produksi juga karena harga gabah tinggi, tapi beda penyebab. Dulu karena hama tikus, ini kemarau. Waktu itu harganya tinggi tapi tidak setinggi ini. Banyak stabilnya dulu, ini sudah tinggi sekali,” kata dia.

Ia juga menceritakan biasanya harga gabah tinggi terjadi pada Desember menjelang masa tanam padi. Namun, pada 2023 ini bulan September sudah tinggi. Untuk menghadapi hal tersebut, Iskak sudah mulai melakukan usaha lain yaitu produksi telur puyuh dan juga jual-beli mobil bekas pada 2020.

Berharap Intervensi Pemerintah

“Saya bakal produksi beras lagi secara rutin nanti pas harga gabah sudah turun. Harapan saya sih pemerintah bisa impor beras, supaya harga gabah turun. Kalau enggak impor, harga bakal terus tinggi sampai panen raya,” kata pengusaha penggilingan gabah di Boyolali itu.

Sebelumnya diberitakan, Ketua Perkumpulan Pengusaha Beras dan Penggilingan Padi (Perpadi) Jawa Tengah, Tulus Budiyono, mengatakan harga gabah di tingkat petani terus mengalami kenaikan. Ia mengatakan kenaikan terjadi secara perlahan sejak Agustus.

“Saat ini harga naik pertama karena kemarau yang berkepanjangan, kedua panen sudah menipis, ketiga penggilingan padi terus berusaha untuk ada kegiatan sehingga mencari bahan baku dengan persaingan yang ada di sawah, sehingga sangat kompetitif,” kata dia.

Ia menjelaskan para pengusaha penggilingan padi terus mencari bahan baku dengan harapan agar penggilingan tetap berjalan. Tulus khawatir harga beras akan terus naik hingga Desember sesuai dengan prediksi kemarau panjang.

Sehingga, ia meminta pemerintah memberikan intervensi agar harga beras tidak naik tajam. “Bahaya ini kalau naik terus, pemerintah harus segera mengatasi. Sampai nanti Desember ini, jadi masih empat bulan berjalan,” kata dia.

Ia meminta pemerintah segera melakukan operasi pasar menggelontorkan cadangan nasional di Bulog untuk memenuhi stok pasar, penggilingan, dan konsumen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya