Soloraya
Senin, 28 Agustus 2023 - 17:11 WIB

Derita Warga Sanggung Sukoharjo, Terganggu dengan Sampah Desa Kabupaten Lain

Magdalena Naviriana Putri  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Timbunan sampah di perbatasan permukiman warga RT 001/RW 003, Desa Sanggung, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo dengan TPS di Dukuh Sawahan, Tegalgondo, Wonosari, Klaten. Foto diambil pada Kamis (24/8/2023). (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO — Hidup berdekatan dengan tempat pembuangan sampah memang bukan sesuatu yang mudah. Bau busuk yang kerap menusuk dan paparan polusi membuat banyak orang tak betah tinggal di dekat tempat pembuangan sampah (TPS).

Advertisement

Hal ini terjadi pada warga RT 001/RW 003, Desa Sanggung, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo. Sudah sekitar 1,5 tahun belakangan mereka harus hidup berdampingan dengan tempat pembuangan sampah (TPS). Parahnya, TPS itu bukan milik mereka melainkan milik desa tetangga dari kabupaten lain.

TPS itu berupa tanah terbuka di pinggir Sungai Sanggung dengan sampah dibiarkan menumpuk dan sebagian berserakan hingga masuk sungai. Tak jarang bau busuk hingga asap pembakaran sampah mengganggu kesehatan warga. Bahkan belum lama ini empat ekor ayam sampai mati terpapar kepulan asap sampah yang dibakar.

Advertisement

TPS itu berupa tanah terbuka di pinggir Sungai Sanggung dengan sampah dibiarkan menumpuk dan sebagian berserakan hingga masuk sungai. Tak jarang bau busuk hingga asap pembakaran sampah mengganggu kesehatan warga. Bahkan belum lama ini empat ekor ayam sampai mati terpapar kepulan asap sampah yang dibakar.

Istri Ketua RT 001, Elyviani Lukmawati, menceritakan “serangan asap” pembakaran sampah itu terjadi pada Selasa (22/8/2023) lalu. Asap dari Dukuh Sawahan, Desa Tegalgondo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten itu sangat mengganggu warganya lantaran angin berembus ke arah Desa Sanggung.

Kedua desa beda kabupaten itu lokasinya berimpitan, hanya dipisahkan aliran Sungai Sanggung. TPS itu berada di pinggir sungai sehingga jaraknya begitu dekat dengan permukiman. “TPS-nya sudah ada sekitar 1,5 tahun lamanya, terakhir pembakaran sampah kemarin itu yang paling parah. Sampai anak-anak dan lansia harus mengungsi ke tempat saudaranya yang jauh,” ungkap Ely kepada Solopos.com, Kamis (24/8/2023).

Advertisement

Hingga Kamis kepulan asap tersebut masih terlihat sedikit mengepul meski tak sampai ke permukiman warga. Bahkan Pemadam Kebakaran sempat diterjunkan untuk memastikan api dari sampah tersebut padam.

Ely menceritakan kepulan asap putih pekat sempat menutupi perkampungan yang padat penduduk tersebut. Bahkan seolah berkabut, jarak pandang para warga menjadi sangat terbatas di samping udara yang berbau sangit. Itu bukan kali pertama terjadi. Sepanjang ingatan Ely, “serangan kepulan asap” itu sudah kali yang keempat sejak TPS itu ada.

Sementara pada musim hujan, warga akan mencium bau busuk sampah yang basah lantaran terendam air hujan. Tak jarang para balita juga harus diungsikan akibat bau menyengat itu.

Advertisement

Sampaikan Aduan

Tak hanya bau busuk dan asap pembakaran sampah, sampah-sampah kering juga berterbangan terbawa angin yang kemudian menyangkut pada bibir sungai maupun aliran airnya. Tak jarang pohon-pohon bambu di sekitar sungai juga berhias sampah plastik warna-warni yang menyangkut. Sementara pembakaran sampah juga turut mengurangi populasi pohon bambu di sekitar lokasi tersebut.

“Kami tidak tahu itu TPS resmi atau tidak, tetapi seperti tidak ada pengelolaan yang baik. Kami sudah membuat surat aduan resmi ke Pemerintah Desa Sanggung untuk diteruskan ke Pemerintah Desa Tegalgondo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten,” ungkapnya Ely.

Dalam surat bernomor 001/13/25/VII/2023 yang ditunjukkan kpada Solopos.com, warga mengajukan permohonan penutupan permanen TPS itu. Lantaran keberadaan TPS tersebut dirasa mengganggu kesehatan, kenyamanan serta kebersihan warga desa di lingkungan Desa Sanggung, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo.

Advertisement

Warga juga meminta sisa sampah yang masih ada di TPS tersebut agar tidak dibakar, namun dipindahkan atau ditimbun. Mereka juga meminta pengembalian fungsi lahan bekas TPS sebagai ruang terbuka hijau (RTH) di bantaran kali.

Sementara itu, Pengawas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sukoharjo, Ihsan Fauzi, membenarkan TPS tersebut milik Desa Tegalgondo, Wonosari, Klaten. Aduan masyarakat telah dikoordinasikan dengan Pemerintah Desa Tegalgondo. Ia menyebut hal itu akan ditangani DLH Klaten.

Ihsan mengatakan sebetulnya desa setempat telah memfasilitasi pengolahan sampah. Sayangnya sumber daya di sana belum mumpuni untuk melakukan pengelolaan sampah dengan baik. Hal itu disampaikannya berdasarkan keterangan pihak desa.

Soal pembakaran sampah, menurut Ihsan, kemungkinan dilakukan dengan sengaja oleh pemulung atau warga yang belum diketahui identitasnya.

“Keterangan dari pihak desa petugas kebersihan hanya membuang sampah ke kawasan tersebut kemudian pergi tanpa pernah membakar. Mereka hanya mengambil sampah-sampah dari warga untuk dibuang di tempat tersebut. Dari perangkat desa sebetulnya sudah berkoordinasi dengan DLH setempat sejak jauh-jauh hari. Kabarnya juga sudah dikoordinasikan dengan pihak desa,” ungkapnya.

Hingga Senin (28/8/2023), tindaklanjut akan keputusan tersebut masih belum diterima Solopos.com.

Langgar Ketentuan TPA

Sementara itu, penentuan lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Indonesia diatur dalam SNI-03-3241-1994. Salah satunya adalah TPA tidak boleh berlokasi di danau, sungai, dan laut. TPS di Dukuh Sawahan, Desa Tegalgondo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten itu bisa dikategorikan TPA karena sampah di sana tidak diangkut lagi.

Selain itu Lokasi TPA harus berjarak lebih dari 1.500 m dari permukiman dan berjarak lebih dari 1.000 m dari perbatasan daerah. Semua ketentuan itu dilanggar dalam kasus TPS di Dukuh Sawahan, Desa Tegalgondo, Kecamatan Wonosari, Klaten.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif