SOLOPOS.COM - Abdi dalem Keraton Solo membawa lampu dan obor saat Kirab Malam Selikuran dari Keraton Solo menuju Taman Sriwedari Solo, Selasa (11/4/2023). Ada sejumlah gelar yang disematkan ke abdi dalem Keraton Solo sesuai tugasnya. (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Solopos.com, SOLO– 1.000 peserta akan mengikuti Hajad Dalem Malem Selikuran Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (Keraton Solo) Minggu (31/3/2024). Peserta akan menggunakan jalur contra flow Jl Slamet Riyadi.

Pengagang Parentah Keraton Solo, KGPH Adipati Dipokusumo, menjelaskan malam selikuran akan berlangsung, Minggu pukul 19.00 WIB. Jumlah peserta sekitar 1.000 orang.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Hajad Dalem Malem Selikuran dimulai dari Keraton Solo lalu para peserta akan melakukan perjalanan dari Keraton Solo menuju Kupel Segaran Taman Sriwedari.

Menurut dia, rute yang akan digunakan Hajad Dalem Malem Selikuran dari Siti Hinggil Bangsal Sewayana Keraton Solo, menuju Pagelaran Sasana Sumewa, Alun-alun Utara, perempatan Gladak, Jl Slamet Riyadi, menuju Taman Sriwedari.

“Sampai di Sriwedari diterima ‘pasrah tinampi’ Hajad Dalem Malem Selikuran Tumpeng Sewu kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo untuk kemudian didoakan bersama. Setelah doa Hajad Dalem tersebut dibagikan kepada masyarakat atau khalayak yang hadir di arena acara,” jelas dia kepada Solopos.com melalui Whatsapp, Jumat siang.

Kepala Bidang Lalu Lintas Dishub Solo Ari Wibowo menjelaskan para peserta akan menggunakan jalur contra flow Jl Slamet Riyadi. Jalur tersebut merupakan jalur khusus Batik Solo Trans (BST).

“Untuk BST akan menyesuaikan. Kami juga akan menerjunkan petugas untuk mengatur lalu lintas di lapangan saat peserta melakukan perjalanan menuju Taman Sriwedari,” ungkap dia.

Pemkot Solo melalui laman resminya menjelaskan malam selikuran merupakan tradisi unik yang digelar dalam rangka menyambut datangnya lailatul qadar di Keraton Solo. Lailatur qadar adalah momen yang dinantikan umat muslim saat berpuasa.

Lailatur qadar disebut lebih mulia dari seribu bulan. Biasanya lailatur qadar jatuh pada malam-malam ganjil di 20 hari terakhir Ramadan.
Tradisi Malam Selikuran digelar pada 20 Ramadan atau malam 21 Ramadan setiap tahunnya.

Awalnya, ritual ini dikembangkan oleh Sultan Agung. Namun dalam praktiknya sempat mengalami pasang surut. Tradisi ini dihidupkan kembali pada masa Pakubuwana IX dan mengalami puncaknya di masa Pakubuwana X.

Biasanya malam selikuran dilakukan dengan mengarak tumpeng yang diiringi lampu ting atau pelita. Lampu ting menjadi simbol dari obor yang dibawa para sahabat ketika menjemput Rasulullah SAW usai menerima wahyu di Jabal Nur.

Sementara nasi tumpeng yang dibawa abdi dalem berjumlah seribu. Jumlah tersebut melambangkan pahala setara seribu bulan. Kemudian nasi tumpeng yang diarak-arak oleh para abdi dalem ini didoakan oleh pemuka agama. Kemudian, rombongan menuju titik terakhir di Taman Sriwedari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya