SOLOPOS.COM - Ilustrasi burung hantu serak jawa atau yang memiliki nama latin Tyto alba. (Freepik)

Solopos.com, SUKOHARJO — Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Harmoni di Kampung Klurahan RT 002/RW 003 Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo mencatat populasi burung hantu atau Tyto alba menurun. Mereka menyebut racun tikus menjadi biang keladinya.

Perlu ada upaya mengedukasi petani dalam menggunakan racun tikus di sawah.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Ketua P4S Kampung Klurahan, Kardiman, mengatakan penyusutan populasi burung hantu mengalami puncaknya pada Agustus 2023 ini. Sedikitnya 10 ekor predator tikus tersebut mati yang diduga akibat keracunan obat yang dipasang petani untuk membunuh tikus.

“Kematian paling banyak Agustus 2023. Entah karena cuaca atau dari racun, kami belum bisa memastikan. Tetapi banyak yang ditemukan mati seperti keracunan. Baru di tahun ini tingkat kematian tinggi, di tahun sebelumnya dengan cuaca  yang hampir sama tingkat kematian tidak setinggi ini,” jelas Kardiman saat ditemui di Sekretariat P4S Harmoni, Selasa (10/10/2023).

Kardiman mengaku belum memberikan imbauan terkait racun apa yang harus digunakan maupun dihindari para petani. Lantaran di tahun-tahun sebelumnya semua penggunaan racun umpan tidak berpengaruh pada burung hantu.

Ke depan Kardiman berkomitmen akan berupaya untuk memberikan sosialisasi kepada petani agar  menambah rumah burung hantu (rubuha). Mereka juga diminta menjaga kelestarian dan keamanan burung hantu di sawah.

Tyto alba sangat membantu petani menjaga tanaman dari serangan tikus,” papar Kardiman.

Meski ada yang mati, populasi burung hantu di Klurahan, menurutnya masih cukup banyak. Sayangnya, hal itu belum diimbangi dengan jumlah rubuha yang mencukupi sehingga beberapa burung hantu banyak berdiam di rumah-rumah warga di sekitar sawah.

Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dri Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Sukoharjo, Sri Wijiastuti, menyebut  populasi burung hantu di Kampung Klurahan ada 200-an ekor. Sementara jumlah rubuha ada sekitar 80 unit.

“Ada 80 rubuha tetapi hampir 50% rusak karena sudah berusia 5 tahun lebih, baik rubuha swadaya dari petani maupun pemerintah dan swasta,” papar wanita yang akrab disapa Tuti ini.

Burung hantu jenis Tyto alba mampu mengintai mangsa sejauh 500 meter dan daya jelajahnya bisa sampai 12 kilometer. Burung tersebut dapat kembali lagi ke tempatnya semula.

“Untuk penambahan rubuha kami sudah usulkan kepada pihak ketiga. Idealnya dalam 1 hektare ada 1 rubuha. Kebetulan dengan luas 296 hektare [sawah di Klurahan] idealnya ada 200 rubuha, tetapi kami belum separuhnya. Kami terus berupaya membuat rubuha baru,” ungkapnya.

Selain racun tikus, berkurangnya populasi burung hantu ini disebabkan adanya pihak yang memburu dengan menembaknya.

“Kami mengimbau kepada petani untuk memberikan umpan yang tidak langsung mematikan tikus karena bisa mempengaruhi Tyto alba jika memakannya. Mari kita buatkan rubuha, jangan sampai dibunuh, diburu,” imbaunya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya