SOLOPOS.COM - Ketua KTNA Sragen Suratno memberi penjelasan terkait dengan harga gabah dan beras yang naik kepada wartawan di Sragen, Sabtu (2/9/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Tingginya harga beras di pasaran wilayah Sragen disebabkan karena harga gabah kering panen (GKP) juga turut meroket sampai tembus Rp7.500/kg di wilayah Kabupaten Ngawi pada sepekan terakhir.

Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengeluarkan surat yang berisi harga eceran tertinggi (HET) beras di wilayah Jawa sebesar Rp10.900/kg. Artinya, harga beras di pasar yang mencapai Rp14.000/kg itu jauh melebihi HET tersebut.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen, Suratno, saat ditemui wartawan di Sragen, Sabtu (2/9/2023), menyampaikan pada 29 Agustus 2023 lalu, Bapanas mengeluarkan surat yang mengatur tentang HET beras senilai Rp10.900/kg untuk wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi.

Dia mengungkapkan HET itu berdampak pada anjloknya harga gabah di tingkat petani. Dia menyampaikan kebetulan wilayah Sragen belum ada yang panen tetapi banyak petani di Ngawi yang berbatasan dengan Sragen panen raya.

“Harga GKP di Ngawi itu Rp7.500/kg pada sepekan lalu. Sejak adanya Surat Bapanas itu, harga GKP itu mendadak turun menjadi Rp6.400/kg hanya dalam hitungan tiga hari. Sebenarnya dengan tingginya harga beras atau harga gabah itu menguntungkan petani tetapi begitu ada intervensi pemerintah harga langsung anjlok,” jelas Suratno.

Dia mengatakan dengan tingginya harga gabah atau beras itu membuat pengusaha besar kelas pabrikan tidak berani menerima. Justru para penggilingan padi kecil, kata dia, masih berani berspekulasi.

Suratno menyampaikan mereka berhitung dengan rendemen gabah ke beras itu bisa 50% maka harga gabah itu bisa turun di angka Rp5.500/kg tetapi apabila rendemennya di atas 60% maka harga GKP bisa di atas Rp6.000/kg.

Dia mengungkapkan memang di musim kemarau ini harga GKP atau gabah tinggi mengingat jumlah lahan tanam berkurang, banyak tanaman padi yang kekurangan air, akibatnya barang menjadi berkurang yang berdampak pada melambungnya harga gabah atau beras.

Lebih jauh dijelaskan peran KTNA sebagai advokasi ke petani dan mendampingi petani supaya bisa sejahtera dengan cara menyuarakan jeritan petani kepada publik dan pemerintah.

“Di saat jatah pupuk bersubsidi dibatasi, harga saprodi yang mahal, maka mestinya hukum pasar itu berjalan alamiah. Sekarang semua dibatasi harga juga dikendalikan lagi. Petani mau menikmati keuntungan berlebih ditekan lagi,” jelasnya.

Dia menjelaskan harga gabah dan beras tinggi itu karena pengaruh El Nino dan kebijakan impor beras ke luar negeri dihentikan. Kondisi itu, kata dia, berakibat pada barang di pasar terbatas sehingga harga melambung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya