SOLOPOS.COM - Para seniman muda mengekspresikan kreativitas dan seni dengan membuat ruang publik di halaman depan PBS Sragen, Selasa (12/3/2024). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN—Kalangan anak muda yang tergabung dalam Komunitas Kolektif Hysteria Semarang membentuk ruang publik sendiri untuk berekspresi. Ruang sesempit apa pun bisa mereka “sulap” menjadi ruang ekspresi seni, termasuk halaman depan Pusat Batik Sukowati (PBS) Sragen.

Ya, pada Selasa (12/3/2024) sore, Hysteria berkolaborasi dengan anak-anak muda Sragen memanfaatkan halaman PBS Sragen sebagai ajang ekspresi seni dalam event Dinas Cipta Tempat dan Ruang Terpadu (Ditampart).

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Mereka menampilkan pertunjukan lintas seni, mulai dari seni kriya, seni lukis, seni grafis, hingga seni pertunjukan musik, dan dialog seni, dalam satu tempat sembari ngabuburit atau menunggu waktu berbuka puasa dalam tema Sragen Ngabuburhythm.

Perhelatan itu menjadi bagian lawatan seni yang digelar di 17 kabupaten/kota di Jawa Tengah untuk memperingati hari ulang tahun (HUT) ke-20 Komunitas Hysteria Semarang. Sragen menjadi kabupaten tujuan ke-11 dalam lawatan itu.

Host Community Sragen Creatif Forum (SCF), Johny Adhi Aryawan, saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa sore, mengungkapkan Ditampart merupakan suatu tour event yang diinisiasi Kolektif Hysteria, komunitas ekonomi kreatif Semarang, yang dilakukan di 17 kabupaten/kota di Jawa Tengah.

Johny mengungkapkan mereka berkolaborasi dengan para pelaku seni yang tergabung dalam SCF. Dia mengatakan kolaborasi ini tercipta karena memiliki gagasan yang sama bahwa ruang kreatif itu dapat dicari dan diciptakan di mana pun.

“Tempat-tempat yang tidak pernah terpikirkan untuk dijadikan ruang ekspresi ternyata bisa menjadi tempat ekspresi, misalnya hutan, teras, sungai, pasar kota, kampung miskin kota, dan seterusnya. Sragen menjadi kabupaten ke-11 yang menjadi tujuan lawatan program Ditampart ini yang kebetulan berbarengan dengan momentum Ramadan. Momentum puasa ini kemudian ruang ekspresi itu dikemas dalam tema Sragen Ngabuburhytm,” jelas Johny.

Johny mengungkapkan ekspresi seni yang disajikan seperti pameran seni rupa, lukis, seni kriya dari Gebang, Masaran, lukisan dari para guru perupa Sukowati, pameran arsip dari Hysteria Semarang, seni pertunjukan musik, dan dialog atau jagongan ekonomi kreatif.

Dalam dialog itu, Johny menghadirkan seniman Artwork Sragen Didit Hermawan, Septian Galih, perwakilan Komunitas Guru Perupa Sragen M. Nur Haryadi, Sanggar Corat Coret Sragen Arum Ardianto, perupa Gebang Sukardi, hingga pertunjukan tari parang sukowati besutan Ari Purwanto (nDayak) dari Sanggar Serambi Sukowati, dan tampilan band dari RAD Band, KNOG, dan Schelper yang dibawa Hysteria Semarang.

“Dialog itu berbicara tentang bagaimana ruang publik itu memiliki kekuatan menggerakan gagasan warga masyarakat dan ekonomi masyarakat di sekitar ruang itu. Ruang itu menjadi tempat bertemunya warga, bertukar gagasan, membuat karya bersama dan menyajikannya. Sepertinya halnya Sragen yang akan membuat ruang publik kreatif di belakang PBS pada tahun ini,” kata dia.

Johny melanjutkan di sisi lain dialog itu juga memunculkan ide bagaimana menyebarluarkan gagasan ekonomi kreatif hingga masuk ke desa-desa karena potensi ekonomi kreatif juga ada di desa dan kecamatan.

Memasukkan gagasan kreatif ke desa-desa, ujar dia, dilakukan dengan edukasi, pemberdayaan, event kolaboratif, hingga pendampingan. Dia mencontohkan Sukardi yang mengoordinasi perupa di Desa Gebang, Masaran, Sragen, dalam menghidupkan desa wisata

Artistic Director Kolektif Hysteria Semarang, Tommy Ari Wibowo, mengungkapkan Hysteria berdiri pada 2004 yang diinisiasi mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

Hysteria kemudian berkembang dan diikuti orang-orang multidisiplin dan lintas kampus. Ditampart, lanjutnya, muncul dengan embrio awal berupa pemutaran film dari kampung ke kampung di Kota Semarang.

“Kami keliling kampung dan membuat ruang publik dengan menggunakan motor yang dilengkapi dengan kayu untuk tempat proyektor dan sound system. Ekspresi seni keliling itu dilakukan sebelum 2010,” kata dia.

Kemudian pada 2017, Tommy menjelaskan Hysteria mendapat bantuan dua unit motor roda tiga sehingga ruang seni itu berkembang menjadi panggung keliling yang bisa menyajikan musik, film, hingga dialog dan masih keliling ke kampung-kampung di Semarang hingga Rembang.

“Dari konsep awal 2017 itu berkembang sampai 2023. Pada 2022 lalu, kami keliling di delapan tempat di Semarang. Kemudian di 2024 ini dengan momentum ultah ke-20 Hysteria, kami membuat konsep tur di 17 kabupaten/kota. Konsepnya kami membuat panggung dengan tenda custom dan keliling ke kabupaten kota. Sragen menjadi kabupaten ke-11,” kata Tommy.

Sebelumnya Hysteria, telah melakukan tur keliling mulai dari Pekalongan, Tegal, Brebes, Purwokerto, Cilacap, Kebumen, Temanggung, Magelang, dan Wonogiri. Setelah dari Sragen, Tommy merencanakan tur ke Solo, Grobogan, Rembang, Jepara, Demak, dan terakhir di Ambarawa.

“Tur ini disupor oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya