Soloraya
Jumat, 8 Maret 2024 - 11:52 WIB

Ini Ragam Tradisi Unik di Sragen yang Digelar Memasuki Bulai Suci Ramadan

Fanisa Tasya Nabilla  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Para pengunjung semua umur memadati pemandian Sendang Kun Gerit, Desa Jatibatur, Gemolong, Sragen, saat momentum padusan, Rabu (22/3/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN —  Bulan Ramadhan sudah di depan mata. Bagi warga di sebagian daerah, tak lengkap rasanya jika menyambut bulan penuh berkah ini tanpa melaksanakan tradisi unik yang masih dipertahankan sampai sekarang. Begitu juga bagi sebagian warga di Sragen.

Dilansir dari laman Kementerian Agama (Kemenag), sidang isbat awal Ramadhan 1445 akan digelar pada Minggu (10/3/2024). Namun jika melihat Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2024 yang dikeluarkan oleh Kemenag, puasa hari pertama jatuh pada Selasa (12/3/2024).

Advertisement

Berikut beberapa tradisi yang masih dilakukan oleh warga Sragen menjelang bulan puasa :

Ngalap Berkah

Dilansir dari laman senaraiistilahjawa.kemdikbud.go.id, ngalap berkah berarti usaha untuk mendapatkan karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia.

Advertisement

Ngalap Berkah

Dilansir dari laman senaraiistilahjawa.kemdikbud.go.id, ngalap berkah berarti usaha untuk mendapatkan karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia.

Salah satu lokasi di Sragen yang banyak digunakan untuk ngalap berkah adalah Gunung Kemukus. Banyak yang salah mengartikan ngalap berkah di Gunung Kemukus yang dimaksud adalah ritual berhubungan intim dengan lawan jenis yang bukan pasangan sahnya selama tujuh kali dalam waktu satu lapan.

Ritual ini dilakukan di makam Pangeran Samudro di Gunung Kemukus, Kecamatan Sumberlawang, Sragen sejak 1970. Juru Kunci Makam Pangeran Samudro, Hasto Pratomo, kepada Solopos.com, 2012 silam mengaku ia tidak lelah memberikan edukasi kepada peziarah untuk meluruskan ritual ini.

Advertisement

Padusan

Tradisi ini biasanya dilakukan oleh warga Sragen sebagai persiapan khusus jelang hari puasa. Informasi yang dihimpun Solopos.com, dari laman Indonesia.go.id, padusan berasal dari kata adus yang berarti mandi. Tujuannya untuk menyucikan diri, membersihkan jiwa dan raga.

Padusan dilakukan dengan berendam dan mandi di sumur-sumur atau sumber mata air. Tradisi sakral ini semestinya dilakukan seorang diri di tempat yang sepi sebagai media untuk introspeksi diri, namun karena pergeseran nilai budaya kini telah berubah menjadi komoditi pariwisata dengan mandi dan berendam ramai-ramai di satu mata air. Ritual yang semestinya

Ruwahan

Dilansir dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, ruwahan berasal dari kata ruwah, bulan ketujuh dalam kalender Islam dan berbarengan dengan bulan Sya’ban. Ruwah juga merupakan akar kata dari arwah atau roh para leluhur dan nenek moyang.

Advertisement

Sebelum melakukan tradisi ruwahan, warga akan menabur bunga ke makam dan mendoakan leluhur. Sejak pagi mereka akan membawa satu paket makanan yang merupakan simbol tradisi. Makanan tersebut didoakan dan diletakkan di batu nisan leluhur.

Makanan yang biasanya dibawa adalah pisang, ingkung ayam kampung, sayur sambel goreng, kerupuk udang, peyek kacang, dan nasi tumpeng. Tradisi ini bertujuan untuk mendoakan para leluhur bersama-sama.

Munggahan

Nama tradisi ini berasal dari Bahasa Sunda “unggah” uang berarti naik, dalam konteks ini artinya naik ke bulan yang suci atau tinggi derajatnya. Tujuannya sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT dan untuk membersihkan diri dari hal-hal yang buruk selama setahun sebelumnya.

Advertisement

Di Sragen, munggahan biasanya dilakukan sehari sebelum puasa atau bahkan saat santap sahur. Tradisi berkumpul bersama keluarga, teman, dan saudara ini biasanya dibersamai dengan makan lauk pauk yang cukup istimewa. Ada pula dilakukan dengan tukar menukar makanan atau popular dengan sebutan botram.

Prepekan

Menurut kbji.kemdikbud.go.id, arti kata prepekan yaitu mendekati (hari besar atau hari raya). Tradisi ini biasanya dilakukan di Sragen sehari sebelum hari Ramadhan tiba.

Menurut Ketua Pengelola Pasar Bunder Sragen, Sugino, saat dihubungi Solopos.com 2021 silam, mengatakan bahwa prepekan merupakan suatu kebiasaan warga yang berbelanja ke pasar untuk memenuhi kebutuhan saat lebaran. Tradisi ini sudah ada saat ia masih kecil. Hal ini menyebabkan kenaikan jumlah pengunjung pasar yang signifikan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif