SOLOPOS.COM - Ilustrasi petani menebar pupuk. (Antara/Hendra Nurdiyansyah)

Solopos.com, SRAGEN—Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen, Suratno, meminta para calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), maupun para calon anggota legislatif (caleg) di pusat dan daerah kalau ingin menyejahterakan petani supaya benar-benar diwujudkan bukan sekadar slogan.

Suratno saat berbincang dengan wartawan, Selasa (16/1/2024), menatakan anjloknya alokasi pupuk bersubsidi sampai 43% itu menunjukkan pemerintah tidak memikirkan nasib petani.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Menurutnya, petani saat ini masih diuntungkan dengan harga gabah kering panen (GKP) yang tinggi di atas Rp7.000/kg sehingga turunnya jatah pupuk bersusidi itu belum menimbulkan gejolak di kalangan petani.

“Persoalan alokasi pupuk itu krusial karena menyangkut kesejahteraan petani. Perbandingannya pada biaya produksi di hulu dan harga penjualan di hilirnya. Selama ini petani bisa berbuat apa ta? Petani hanya bisa berkata sangat kecewa dengan kebijakan pemerintah. Makanya kami berharap para caleg di pusat dan daerah atau para capres-cawapres itu bisa memperjuangkan petani saat kampanye,” pinta Suratno.

Dia mengatakan slogan para caleg dan capres yang ingin menyejahterakan petani dan sebagainya itu seharusnya benar-benar diwujudkan dalam tataran pelaksanaan, tidak hanya jargon-jargon saat akan pemilu seperti sekarang ini.

“Jangan sampai petani hanya menjadi objek politik karena memang belum bisa menjadi subjek dalam kancah politik. Tren alokasi pupuk bersubsidi turun itu sejak 2018-2019-2020 dan terus turun sampai sekarang. Turunnya alokasi di 2024 ini malah yang paling parah, paling ekstrem, karena sampai lebih dari 40%,” kata dia.

Dia menerangkan turunnya alokasi pupuk bersubsidi itu akan berdampak pada biaya produksi. Dia menerangkan pilihan petani sekarang hanya tiga, yakni beralih ke pupuk organik tetapi prosesnya lebih lama; pilihan menggunakan pupuk non subsidi yang harganya tinggi; dan mengikuti ketentuan jatah pupuk apa adanya meskipun jelas-jelas kurang dan produksinya menurun.

“Persoalan pupuk ini menjadi dilema bagi petani,” ujar Suratno.

Dia menyampaikan angka kemiskinan di Sragen ini tinggi padahal 70% masyarakat Sragen hidup sebagai petani. Artinya, kata dia, petani di Sragen hidup sebagai warga miskin.

Di sisi lain, Suratno mempertanyakan kepada Sragen sebagai lumbung pangan kedua di Jawa Tengah tetapi angka kemiskinan masih tinggi. “Hal ini menunjukkan biaya produksi petani dan hasil panen petani tidak seimbang,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, jatah alokasi pupuk bersubsidi bagi petani di Sragen pada 2024 anjlok 41%-43%. Kondisi itu disebabkan menurunnya alokasi anggaran dari pemerintah pusat untuk subsidi pupuk.

Namun demikian, Kementerian Pertanian memberi sinyal adanya potensi realokasi pada 2024 lantaran ada usulan tambahan anggaran senilai Rp14 triliun untuk 2,5 juta ton pupuk bersubsidi.

Anggota staf Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKP3) Sragen, Mochtar Arifin, saat berbincang dengan wartawan di Sragen, Selasa (16/1/2024), mengungkapkan alokasi pupuk bersubsidi di Sragen hanya dua jenis pupuk, yakni urea dan NPK.

Jumlah alokasi kedua pupuk tersebut, ujar dia, anjlok lebih dari 40%. Alokasi pupuk urea bersubsidi pada 2024 sebanyak 22.160.020 kg atau berkurang 17.240 ton (43,1%) bila dibandingkan alokasi pada 2023 sebanyak 40.000 ton.

“Kemudian alokasi pupuk NPK bersubsidi pada 2024 sebesar 13.471.760 kg atau turun 9.528.240 kg [41,43%] bila dibandingkan dengan 2023 sebanyak 23.000 ton. Turunnya alokasi pupuk bersubsidi itu kemungkinan karena anggaran dari pusat turun,” jelas Arifin, sapaannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya