Soloraya
Rabu, 28 Februari 2024 - 18:58 WIB

Kejari Boyolali Usut Dugaan Korupsi di Puskesmas Kemusu, Nilainya Rp1,5 Miliar

Nimatul Faizah  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi korupsi. (Freepik)

Solopos.com, BOYOLALI — Kejaksaan Negeri (Kejari) Boyolali mengusut kasus dugaan korupsi di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Puskesmas Kemusu dengan potensi kerugian ditaksir mencapai Rp1,5 miliar.

Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Boyolali, Romli Mukayatsyah, mewakili Kepala Kejari Boyolali, Tri Anggoro Mukti, menyampaikan kejaksaan telah menyelidiki kasus itu sejak Oktober 2023.

Advertisement

“Kemarin pada 27 Februari 2024 kami naikkan kasusnya ke tahap penyidikan. Potensi kerugian sekitar Rp1,5 miliar,” kata dia saat dihubungi Solopos.com, Rabu (28/2/2024).

Romli menjelaskan saat ini belum ada tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Puskesmas Kemusu, Boyolali. Namun, setelah naik ke tahap penyidikan, penyidik Kejari bisa mengumpulkan alat-alat bukti baik melalui pemeriksaan saksi, penyitaan dokumen, maupun permintaan ahli untuk menghitung kerugian negara, dan sebagainya.

Romli mengatakan ada lebih dari 10 saksi yang akan diperiksa oleh Kejari Boyolali. Para saksi yang berkaitan dengan dugaan korupsi di BLUD Puskesmas Boyolali segera diperiksa secara bergantian.

Advertisement

“Setelah cukup alat buktinya, baru kami cari yang paling bertanggung jawab atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut,” kata dia.

Selanjutnya, Romli menjelaskan modus dugaan korupsi di BLUD Puskesmas Kemusu, Boyolali, yakni dengan membuat dokumen fiktif atau memanipulasi pengelolaan keuangan. Hal itu terjadi selama periode 2017-2022.

Ia mengatakan penyidikan dugaan kasus korupsi di BLUD Puskesmas Kemusu dilakukan berdasar laporan masyarakat. Kejari Boyolali juga sudah menghubungi Inspektorat Boyolali untuk berkoordinasi terkait kasus tersebut.

Advertisement

“Setelah berkoordinasi dengan Inspektorat, kami tindaklanjuti dengan penyelidikan pada Oktober 2023 kemarin,” kata dia. Romli menegaskan dalam penyelewengan dana tersebut tidak ada mark-up karena hal tersebut bukan proyek fisik.

“Ini masalah pengelolaan keuangan mereka. Seumpama ada insentif karyawan yang seharusnya dibayarkan, tetapi tidak dibayarkan tapi dipakai untuk kepentingan pribadi. Namun, soal siapanya baru kami tahu setelah mengumpulkan alat-alat buktinya,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif